part 39

75 8 0
                                    

Dengan penuh keberanian, seluruh anggota geng 'Alga' berdiri tegak di hadapan Bu Friska, kepala sekolah yang dikenal tegas. Ruangan terasa tegang, dan suara detak jantung mereka seakan bersatu dengan keheningan.

“Jawab pertanyaan ibu. Apa benar kalian yang memukuli Regan dan teman-temannya!?” Suara Bu Friska menggema, menuntut kejujuran.

Adel, yang berdiri di tengah, tidak ragu sedikit pun. Dia melangkah maju, menatap langsung mata Bu Friska dengan ketegasan yang mengejutkan. “Benar, bu! Kami memang yang memukuli Regan beserta teman-temannya.”

Raditya menghela napas dalam-dalam, menahan emosi yang menggelegak di dalam dadanya. Ia menatap Adel dengan mata penuh amarah, sulit untuk membendung rasa sakit yang mendalam. “Kenapa kalian melakukan itu?” tanyanya, suaranya bergetar meskipun ia berusaha tetap tenang.

Adel membalas tatapan itu, tidak gentar. “Kami hanya memberi pelajaran kepada putra Anda. Mereka pantas mendapatkannya.”

Miran di sampingnya mengangguk, matanya penuh keyakinan. “Mereka yang pertama kali mengganggu, Tuan!”

Pak Rangga, wali kelas, mengintervensi dengan suara tegas. “Tindakan kalian tidak bisa dibenarkan. Kekerasan bukanlah solusi. Apa yang kalian lakukan hanya akan memperburuk keadaan.”

Salah satu anggota geng, Flora, menimpali dengan nada penuh semangat, “Tapi mereka sudah bertindak jauh terhadap teman kami! Kami hanya membela harga diri teman kami!” Suaranya bergetar, menunjukkan betapa pentingnya hal ini baginya.

“Kalian pasti tahu siapa Regan, kan?” tanya Bu Friska, nada suaranya tegas dan tajam.

Dengan keberanian yang mengalir, Manda menanggapi, “Kami tahu! Dia anak seorang pengusaha tekstil terkaya di kota, Raditya Cakra!”

Ada kesedihan di balik kata-katanya, seolah ia memahami betapa besar dampak dari tindakan  Regan dan teman-temannya—bukan hanya bagi mereka, tetapi juga bagi  Indira dan keluarganya.

Bu Friska mengangguk. ''Kalian tahukan, akibatnya jika berurusan dengan beliau.'' Dengan menunjuk ke arah Raditya.

Raditya melipat kedua tangannya didada, disertai raut wajah kesal.

Adel tanpa ragu segera mengangkat dagunya. "Kami tidak peduli! Kami hanya ingin mereka merasakan konsekuensi dari tindakan mereka." Berangnya

Raditya menunjuk wajah Adel dengan geram. "Apa maksud perkataanmu, anak muda?! Menurutmu anakku bersalah!"

Manda, yang melihat hal itu, menggebrak meja guru di depannya. "Turunkan telunjukmu dari hadapan, Kak Adel, tuan!"

"Manda! Jaga sikapmu!" seru Bu Friska. "Dia pemilik SMA FAV 48, seharusnya kamu sopan."

Raditya, menahan emosinya, berkata, "Sudah, Bu. Anak-anak seperti mereka sebaiknya dikeluarkan, dari sekolah elit ini."

Manda menatap Raditya tajam. "Hentikan omong kosongmu, Tuan Radit! Anda punya kuasa apa di sekolah, ini."

''Hati-hati kalau berbicara, anak muda!
Sudah bu Friska, sebaiknya Anda keluarkan saja anak kurang ajar, ini'' ucap Raditya yang emosi, '' Anak seperti ini hanya merusak reputasi SMA!'' Tunjuk Raditya.

Suasana semakin memanas. Bu Friska mencoba menengahi. "Tunggu sebentar, tuan Radit! Tenangkan diri anda, dulu."

Manda menatap tajam dengan menunjuk ke arah wajah Raditya. "Jika kami anda anggap merusak eputasi SMA FAV48, anak anda justru menghancurkannya.''

''Manda ... '' teriak pak Rangga.'' Jaga ucapanmu!"

''Sudah bu! Saya tidak mau membuang waktu, sebaiknya keluarkan saja anak-anak, ini'' geram Raditya.

Mine on New year's(MANDIRA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang