[48] - Truly Bestfriend

35 3 0
                                    

...
♡- BARRA GENTLE -♡










Apartemen yang disewa Barra dulu saat masih berstatus mahasiswa, sudah habis kontraknya. Sebenarnya, ia ingin Amora menempati bekas apartemennya itu. Namun Amora menolak dengan alasan buang-buang uang.

Amora bukan berasal dari keluarga yang serba ada dan kaya raya. Perempuan itu hanya berasal dari keluarga yang berkecukupan. Kuliahnya ini saja dibiayai oleh pemerintah. Benar. Amora adalah anak bidik misi yang lolos melalui jalur prestasi. Tak heran jika Amora perlu banyak pertimbangan kala menghabiskan uang dan penuh semangat untuk menyelesaikan studinya. Karena anak bidik misi, tak boleh telat kelulusannya, dan harus tepat waktu. Bila saja tak memenuhi itu, maka beasiswanya akan dicabut. Dan Amora tak mau itu terjadi.

Oleh karena itu, ia mengiyakan tawaran Barra yang membantunya magang melalui jalur dalam. Ingat. Ini hanya untuk kepentingan penelitiannya saja. Jika ada maksud untuk bekerja menetap sebagai karyawan disini, Amora akan menghindari ordal-ordal yang penuh sogokan. 

Seperti sekarang ini. Hari ini adalah hari terakhir Barra bersama dirinya. Tepat besok siang, pria itu akan meninggalkan dirinya lagi merantau ke ibu kota. Dan kini Amora diajak prianya untuk datang ke tempat magangnya nanti. Entah apa yang dimiliki prianya ini selain koneksi, tiba-tiba saja kedatangannya disambut hangat oleh beberapa pegawai di biro psikologi ini.

Cukup lama mereka berbincang di dalam ruangan milik si yang punya BiroㅡPak Bagusㅡdengan senang hati menyambut Amora untuk melakukan penelitiannya dimari. Tak lupa Barra dan Amora mengucapkan rasa terima kasih berulang kali sebelum pamitan pergi.

"Berarti pas kamu tinggal, aku bisa langsung kesana ya?"

Barra mengangguk samar seraya fokus pada kemudinya. Mengingat mobil pria itu berada di rumah, dan di kepulangannya ini ia tak ingin pulang, alhasil selama tiga hari ini ia menyewa mobil sebagai kendaraan pribadi mereka agar mudah kesana kemari.

"Iya. Gak denger emang tadi Pak Bagus bilang apa?"

Amora memainkan jari-jemarinya resah. Setelah masalah tentang tempat magangnya ini selesai, ia sekarang kepikiran dengan INI GRUP. Haruskah ia bilang pada Barra?

"Kok diem? Takut gak ada yang nemenin?"

Amora menggeleng pelan. Ia melarikan pandangannya ke arah jendela. Mencoba menimbang atas keputusannya ini apakah benar membicarakannya pada Barra atau ia rahasiakan saja?

"Terus kenapa sayang...?" Tanya Barra dengan suara yang sangat lembut. Amora pun memantapkan diri untuk bercerita. Ia ingin terbuka lebih lebar pada Barra, dan berharap prianya akan begitu padanya. Lantas ia pun menghadapkan tubuhnya penuh ke arah prianya yang sibuk memutar kemudi ke arah kanan. "Kak... Gimana ya nanti tanggepan temen-temenku pas tau aku balikan sama kamu?"

"Nggak usah dipikirin gimana tanggepan orang, sayang. Kan belum kejadian juga."

"Masalahnya, aku tuh sampe janji iris kuping kalo misal aku mau diajak balikan sama kamu."

Barra menghela napasnya pelan, "Jayline, Nadine, Kaina, kan?"

Amora bergumam sebagai jawaban. Lantas tak banyak pikir, Barra pun membanting setirnya ke arah yang tak seharusnya. "Ayo kita temuin temen-temenmu. Sekalian aku mau minta maaf ke mereka juga."

Netra Amora membulat. Lengannya pun sontak mencekali lengan Barra untuk mengecohnya mengemudi. Sayangnya Barra lebih kuat dibandingan Amora. Jelas. Sehingga cekalan itu tak mengubah arah manapun. 

"Kak, jangan gila! Gak mau! Aku gak siap! Lagian ngapain kok malah ketemu mereka. Kamu aja ketemu keluargamu sendiri gak mau."

Barra mengelak, "loh beda, yang. temenmu ini kan yang nonstop sama kamu, yang deket sama kamu sejak kamu disini. Yang tau kamu ini gimana dari awal. Udah seharusnya aku minta maaf ke mereka karena nyakitin temennya, yaitu kamu."

BARRA GENTLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang