36. Just be friends

325 23 3
                                    

Hamlet merasa sangat frustrasi karena Fabulla tidak ada di rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hamlet merasa sangat frustrasi karena Fabulla tidak ada di rumah. Dia bahkan memilih untuk tidak ikut liburan keluarga dan memilih untuk berdiam diri di rumah. Dia berharap bisa bermain dengan Fabulla, karena dia mengira gadis itu tidak pergi ke mana-mana. Namun, dia salah besar. Hatinya panas saat mendengar bahwa Fabulla sedang berlibur dengan Nero.

Apakah dia harus menyerah? Fabulla tidak bisa membalas perasaannya, bahkan ingin terus berjauhan dengannya. Sementara dengan Nero, Fabulla terlihat biasa-biasa saja. Dan mungkin Fabulla sudah menempatkan hatinya untuk Nero. Ini pertama kalinya Hamlet merasakan sakit hati karena cinta, dan tidak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan.

Mungkin, dia hanya bisa menjadi teman Fabulla saja. Tidak akan lebih, dan Hamlet harus benar-benar mengikhlaskan semuanya. Dia menghembuskan napas kasar, kemudian menyandarkan tubuhnya pada kursi taman di halaman depan rumahnya, sambil menikmati sebatang rokok.

Rumah terlihat sepi, karena semua pekerja rumah tangga juga diajak berlibur oleh ayahnya. Hanya tersisa dia seorang diri. Dia melihat ke arah depan, pintu gerbang tiba-tiba terbuka. Menampilkan Marisa dengan senyuman cerah, Hamlet langsung berdecak kesal. "Ngapain?" tanya Hamlet saat Marisa mendekat. Gadis itu duduk di samping Hamlet lalu menyerahkan rantang makanan untuk lelaki itu.

"Aku masakin makanan kesukaan kamu, aku tahu kamu ga ikut berlibur bareng keluarga kamu," ucap Marisa.

Karena tidak ingin berdebat, Hamlet menerima rantang itu, lalu meletakannya di meja kecil yang ada di samping kursinya. "Dimakan dong. Aku mau tahu pendapat kamu. Aku lagi belajar masak, biar bisa bawain kamu bekal setiap hari pas mulai sekolah lagi."

"Buat apa? Gue ga minta dibuatin bekal sama lo," ketus Hamlet. Dia menghembuskan asap rokok ke arah Marisa sampai gadis itu memejamkan matanya sambil menutup hidung. "Tapi aku mau masakin buat kamu, biar kamu makin cinta sama aku."

"Kepedean lo, gue ga cinta sama lo." Marisa mengerucutkan bibirnya sebal. Dia menangkup wajah Hamlet, menahan aroma rokok yang tidak bisa diterima oleh indra penciumannya. "Dan itu salah satu cara aku buat bikin kamu cinta sama aku, udah jangan protes dong sayang. Karena sampai kapan pun kita akan bareng-bareng terus."

Hamlet mendengus, dia membiarkan gadis itu bersandar pada bahunya. Sedangkan ia kembali menikmati roko nya yang sudah pendek. Marisa bersandar dengan mata terpejam, dia sangat nyaman berdekatan dengan Hamlet. Katakan saja jika dia terobsesi dengan Halmet, Marisa tidak akan marah karena benar ada nya. Dia tidak rela jika Hamlet bersama dengan gadis lain, dan dia pun selalu melakukan cara apapun agar Hamlet tidak berkencan dengan gadis manapun kecuali dirinya.

Tapi sayang nya Hamlet seakan tidak pernah melihat diri nya, Halmlet hanya menganggap nya seperti sebuah permainan. Namun Marisa tidak akan pernah menyerah, dia akan terus berjuang mendapatkan Hamlet. "Lo ga liburan bareng keluarga lo?" tanya Hamlet memecah keheningan, bibir merah Marisa langsung menampilkan sebuah senyuman yang nampak manis. Akhir nya Hamlet penasaran dengan nya. "Dua hari lagi aku berangkat, kamu mau ikut? Keluarga aku ngga akan keberatan, mereka malahan bakalan seneng."

"Gimana nanti," balas Hamlet lalu kembali memandang ke arah depan. Marisa mengangguk, kemudia memeluk tubuh Hamlet dengan erat. "Aku harap kamu mau," bisik Marisa.

***

Nero tidak membawa Fabulla pulang setelah pesta pesta selesai. Nero malah mengajak Fabulla ke sebuah bangunan megah yang lokasinya tidak jauh dari tempat pesta tadi. Bangunan itu adalah tempat dansa tahunan yang diadakan setiap tahun menjelang Natal.  Arsitektur bangunannya klasik, megah, dan menjulang tinggi, dengan pilar-pilar marmer yang kokoh menopang atapnya yang tinggi.

Di dalam, ruangan dipenuhi dengan cahaya lilin yang lembut, menciptakan suasana hangat dan romantis. Dekorasi Natal yang indah menghiasi ruangan, dengan pohon Natal yang tinggi dan berkilauan di tengah ruangan.  Lantai kayu mengkilap, lampu gantung kristal berkilauan, dan orkestra kecil memainkan melodi yang lembut dan romantis. Ruangan itu penuh dengan orang-orang yang berdansa dengan elegan, berpakaian dengan indah, dan menikmati suasana meriah menjelang Natal.

 Ruangan itu penuh dengan orang-orang yang berdansa dengan elegan, berpakaian dengan indah, dan menikmati suasana meriah menjelang Natal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nero dan Fabulla bergabung dengan para penari lainnya. Mereka menari dengan anggun, tubuh mereka berayun mengikuti irama musik. Nero mendekatkan diri pada Fabulla, dan mereka menari dengan erat, seolah hanya mereka berdua yang ada di ruangan itu. Fabulla jadi teringat saat mereka berdansa di Taman Kota, sungguh Fabulla tidak akan melupakan setiap momen nya ketika berada di kota ini, kota ini penuh dengan kejutan. Begitupun dengan laki-laki yang berad adi depan nya sekarang, dia selalu saja membuat Fabulla merasa bahagia dan terkagum-kagum ketika dia mengajak nya ke tempat-tempat indah.

"Fabulla," bisik Nero, suaranya sedikit gemetar, "Fabulla, kamu tau?" tanya Nero yang pandangan nya tak lepas dari wajah Fabulla.

Fabulla mengangkat wajahnya, matanya bertemu dengan mata Nero. "Apa, Nero?"

"Aku cinta samu, Fabulla. Ga bohong sedikitpun, kamu bener-bener buat aku gila," ucap Nero, suaranya terdengar lirih.

Fabulla terdiam, matanya berkaca-kaca. Dia tahu bahwa Nero mencintainya, tapi dia juga tahu bahwa mereka tidak bisa bersama. Akan sangat rumit nanti nya.

"Aku juga cinta sama kamu, Nero," jawab Fabulla, suaranya bergetar. Nero mengangguk, matanya menatap kosong ke arah lantai dansa. "Aku tau," sahut Nero.

Mereka melanjutkan dansa, namun suasana di antara mereka terasa berbeda. Mereka berdua terjebak dalam kesedihan, menyadari bahwa cinta mereka tidak akan pernah bisa terwujud. Nero mendekatkan wajah nya pada Fabulla, dia tidak bisa menahan nya. Dia benar-benar sangat mencintai Fabulla, ingin sekali dia membawa kabur Fabulla dan mereka hidup bahagia. Namun tidak akan semudah itu, waktu mereka masih panjang dan ada beberapa hal yang harus mereka capai.

Bibir mereka sudah bertemu, sentuhan lembut yang penuh harap dan juga keputusasaan.  Nero merasakan jantungnya berdebar kencang, napasnya tercekat di tenggorokan.  Fabulla merasakan sentuhan Nero yang hangat, aroma tubuhnya yang familiar, dan dia merasakan keinginannya untuk menjauh,  untuk menghindar, namun juga keinginan untuk larut dalam ciuman itu.

Saat itu, musik berhenti. Semua orang berhenti menari, menatap mereka berdua dengan tatapan yang penuh rasa ingin tahu dan juga sedikit celaan. Nero dan Fabulla tersentak,  mereka memisahkan diri dengan cepat, wajah mereka memerah karena malu. Padahal ada beberapa orang yang melakukan hal yang sama seperti keduanya.

"Maaf," bisik Nero, matanya menatap Fabulla dengan penuh harap. Fabulla hanya mengangguk, dia menunduk. Nero segera membawa nya keluar dari ruangan dansa itu, mereka berjalan di lorong yang terlihat seperti  galeri seni. Banyak lukisan terpanjang di setiap dinding. Nero menggenggam erat tangan Fabulla.

***

Terikat (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang