26. Semakin Jauh

335 33 2
                                    

Fabulla, dengan telaten, merangkai buket bunga krisan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fabulla, dengan telaten, merangkai buket bunga krisan. Kelopak-kelopak lembut berwarna kuning, putih, dan pink ia susun sedemikian rupa, membentuk sebuah harmoni warna yang menawan. Ujian akhir semester sudah di depan mata, membuat jadwal sekolah Fabulla berubah. Ia pulang lebih awal, tepatnya pukul satu siang. Tanpa membuang waktu, ia langsung menuju toko bunga tempat ia bekerja. Sudah terhitung tiga bulan Fabulla bekerja di toko bunga milik Nenek Noah, dan dia menyukai pekerjaan nya. Nenek Noah adalah bos idaman, mereka seringkali mengobrol tanpa rasa canggung. Nenek juga memperlakukan nya dengan sangat baik.

Apalagi ketika Nenek menceritakan masalalu nya, Fabulla selalu bersemangat. Dia menyukai kisah cinta masalalu yang sangat berbeda dengan masa sekarang. Dia seringkali terlalut dalam obrolan sembari mengerjakan pekerjaan nya, bahkan gaji nya cukup untuk dirinya, apalagi ketika banyak pesanan dari pelanggan yang akan menikah.

Selama tiga bulan terakhir, Fabulla benar-benar disibukkan. Bahkan dia tidak punya waktu untuk sekedar bermain ke danau bersama Hiraya dan Jarrel, sahabat-sahabatnya. Sampai akhirnya, keduanya memutuskan untuk mengunjungi toko bunga tempat Fabulla bekerja, hanya untuk sekedar mengobrol dan berbagi cerita tentang keseharian mereka. Hiraya dan Jarrel sangat memahami kesibukan Fabulla saat ini, jadi mereka hanya bisa memberikan dukungan dan semangat untuk sahabat mereka itu.

Fabulla juga jarang bertemu dengan Nero, kelas mereka berbeda, dan Fabulla selalu menghabiskan waktu istirahat di kelas untuk belajar. Apalagi pada bulan November lalu, Nero disibukkan dengan latihan renang untuk sebuah perlombaan, seakan mereka memang tidak dibolehkan untuk bertemu bahkan hanya sekedar berpapasan. Fabulla juga mendengar kabar gembira, Nero berhasil memenangkan perlombaan dan mengharumkan nama sekolah.

Hamlet, yang dulu sering bersikap menyebalkan dan sombong, kini mulai berubah. Entah Fabulla merasa, sekarang Hamlet jadi lebih baik bahkan dia tidak mendengar lagi tentang Hamlet yang menindas teman-teman sekolah mereka.

Bermacam-macam buket bunga sudah Fabulla selesaikan. Ia merangkai bunga-bunga dengan telaten, membentuk berbagai macam desain yang indah. Buket-buket itu ia susun rapih di rak khusus, siap untuk dipilih pelanggan.  Pelanggan juga bisa memberikan contoh buket yang mereka inginkan, maka Fabulla dan juga Neneknya akan membuatnya sesuai keinginan mereka.

Toko bunga milik Nenek Fabulla tidak hanya menjual buket bunga. Berbagai tanaman hias, aksesoris bunga, pupuk, dan bibit tanaman juga tersedia. Pintu kaca toko bunga terbuka lebar, memperlihatkan Fabulla yang sedang duduk di meja kasir. Disana terdapa Nenek Noah dengan pakaian hangat nya menghampiri, Fabulla. "Sudah sore, Nak. Waktunya pulang. Biar Cevilia yang gantiin," ucap Nenek Noah, lqlu duduk di kursi dekat kasir.

"Kak, Cecilia nya belum kesini, Nek?" tanya Fabulla sembqri membersihkan meja kasir, ia meletakan buket yang ia rangkai di rak khusus, untuk buket yang sudah di pesan. "Lagi di jalan mungkin, paling sebentar lagi." Fabulla mengangguk, dia pun menghampiri Nenek untuk berpamitan.

"Aku pulang duluan ya, Nek," pamit Fabulla lalu menyalimi tangan Nenek. "Hati-hati, langsubg pulang ke rumah, udah mau hujan itu." Fabulla mengangguk, dia pun meraih tas ransel nya, kemudian berjalan keluar dari toko bunga.

Udara dingin semakin terasa, gemuruh pun sudah terdengar. Fabulla segera berlari, masuk ke dalam gang perumahan nya. Langkah nya ia perlambat ketika melewati rumah Nero yang nampak sepi. Pintu nya terbuka, menampilkan Nero dengan kantung kresek di tangan nya. Fabulla pun langsubg mengalihkan pandangan nya, kemudian berjalan cepat menuju rumah.

Dia bernapss lega, saat sudah sampai di depan rumah nya. Ia pun langsung membuka pintu rumah. "Udah tiga harian ini kamu pulang cepet," celetuk Fabiolla yang tengah duduk di sofa sembari membaca novel milik Fabulla. Fabulla bisa menebak, jika Fabiolla diam-diam masuk ke dalam kamar nya.

"Emang nya kenapa? Salah?" tanya Fabulla menaikan satu alis nya. Fabiolla yang terlihat pura-pura fokus membaca pun langsung mendongak. "Ngga ko, aneh banget kamu marah-marah terus."

Fabulla tak menjawab, dia masuk ke dalam kamar nya, kemudian membaringkan tubuh nya di atas kasur empuk, memejamkan mata berharap rasa lelah nya hilang dalam sekejap. Sebentar lagi libur natal dan tahun baru akan segera datang, Fabulla ingin sekali berlibur agar tidak berada di dalam rumah terus. Karena Fabulla pun libur dari pekerjaan nya, Nenek Noah akan dijemput oleh anak-anak nya untuk berlibur juga.

***

Rasanya aneh bagi Fabulla, biasanya ia pulang pukul sembilan malam. Namun kali ini, pukul tujuh malam pun ia sudah berada di rumah. Setelah setengah jam istirahat, Fabulla merasa segar kembali, energinya kembali pulih. Setelah mandi, ia melihat ke arah jendela dan menyadari hujan telah berhenti, meskipun ia tidak tahu sejak kapan.

Fabulla segera menyisir rambutnya dengan lembut, membiarkan jari-jarinya meluncur lembut di setiap helai rambut. Ia kemudian menyemprotkan parfum kesukaannya, membiarkan aroma harumnya membaur dengan udara di sekitarnya. Setelah itu, ia melangkah keluar dari kamarnya.

Di meja makan, Ibu dan Fabiolla sudah duduk bersama, menikmati hidangan malam. Fabulla berjalan melewati mereka dengan langkah lembut, menyirami ruangan dengan kehadirannya yang tenang. "Bulla, makan, Nak," ucap Ibu dengan senyum hangat, namun matanya terlihat terkejut ketika melihat Fabulla. Ia lupa mengajak Fabulla untuk makan malam, karena biasanya gadis itu belum pulang pada jam tersebut.

Fabulla hanya mengangguk tanpa bersuaara, dia mengambil sebotol air di dalam kulkas kemudian meneguk nya setengah, setelah itu dia meletakan kembali botop tersebut ke dalam kulkas . Kemudian melangkah keluar dari dapur, meninggalkan aroma harum masakan yang masih menyelimuti udara.

"Mau kemana, Bulla?" tanya Ibu, menghentingkan langkah Fabulla.

"Beli makan," jawab Fabulla singkat.

"Loh, kenapa harus beli Nak? Ibu udah masak," balas Ibu dengan raut sedih nya, Fabulla menghela napas kasar. "Aku lagi mau makan di luar, maaf," ucap Fanulla, ia pun kembali melangkahkan kaki nya.

Saat membuka pintu depan, entah mengapa tiba-tiba Fabulla merasa ingin menikmati nasi goreng di pinggir jalan. Tanpa pikir panjang, ia melangkah mantap keluar dari perumahan, menuju kedai nasi goreng favoritnya yang terletak di ujung jalan.

Di luar, udara malam terasa segar dan sejuk. Lampu-lampu jalan berkelip lembut, menciptakan suasana yang tenang namun hidup. Fabulla merasakan angin malam yang menyapu wajahnya, memberikan kelegaan setelah seharian yang melelahkan. Langkahnya ringan, langgamnya menari-nari di atas trotoar yang basah oleh hujan yang baru saja reda.

Sesampainya di kedai nasi goreng, aroma harum rempah-rempah menyambut Fabulla. Suara gemerincing sambal goreng di wajan besi, campuran bumbu yang meresap dalam nasi panas, semua itu menambah selera Fabulla. Ia memesan satu porsi nasi goreng dan segelas teh hangat, duduk di meja di teras kedai, menikmati kehidupan malam yang tenang dan terasa dingin.

Fabulla terdiam, ia jadi teringat dengan kejadian tadi. Apakah dia sudah keterlaluan pada Ibu nya? Fabulla menghela napas kasar, mencoba untuk melupakan kejadian tadi. Pesanan nya pun sudah datang, dia langsung menyantap nya karena sangat lapar.

***

Terikat (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang