38 - Without Serena

1K 78 11
                                    

Halooo

Gimana kabar kalian?

Suka nggak sama cerita ini?

Kalau bagus bisa tag di instagram aku @wgulla_

Love dulu buat part ini

cerita ini terinpirasi dari mathias dan layla


*****

Alvaska tidak menyangka kalau ia akan menginjakkan kakinya ke kantor milik Lea. Setelah bertahun-tahun, akhirnya ia bisa menemukan bukti kuat untuk memenjarakan bibinya itu. Ia tidak menyangka kalau dalang di balik pembunuhan ibunya adalah Lea. Dia melakukan itu semua demi harta. Dia tak mau ibunya mendapatkan bagian yang banyak.

"Ada apa kamu kemari?" tanya Lea penasaran. Baginya ini sebuah keajaiban seorang Alvaska meminta untuk bertemu dengannya.

Ia memandang anak itu tanpa takut. Ia rasa Alvaska menemuinya untuk menuduhnya lagi.

"Sebaiknya kamu menyerahkan diri ke polisi atau polisi yang bakal menyeretmu." Alvaska sudah kesal dengan wajah sok suci milik Lea yang tak pernah mau mengakui kesalahannya.

"Untuk apa aku ke kantor polisi?"

"Gak usah sok polos tante, sekarang saya sudah punya semua bukti kalau anda adalah dalang di balik pembunuhan ibu saya. Bahkan saya tahu siapa saja yang terlibat, anda tidak bisa mengelak lagi. Hanya tinggal menunggu waktu sampai polisi menangkap anda." Alvaska mengatakan itu sambil menyeringai. Ia puas melihat wajah panik dan terkejut milik Lea. Tidak sia-sia perjuangannya ini. Ia tahu kecelakaan itu pasti tidak murni kecelakaan, tapi pembunuhan yang sudah direncanakan.

Mengetahui hal itu Lea marah. Bahkan ia mengepalkan tangannya. Ia tidak akan kalah begitu saja.

"Saya ke sini hanya untuk mengatakan itu saja, semoga anda bahagia nanti tinggal di penjara. Ingat hukum karma itu selalu ada tante, dan sebentar lagi harta yang beraada di tangan Tante akan menjadi milik saya. Tante juga cuma saudara tiri di sini, tidak punya ikatan darah." Alvaska tersenyum lalu pergi meninggalkan Lea yang masih menatapnya dengan penuh dendam.

"Kamu pikir aku sebodoh itu, aku juga tidak akan membiarkan kamu hidup tenang," gumam Lea. Ia akan mencari cara agar membuat Alvaska menderita. Cara apapun itu.

****

Alvaska seperti biasa menjemput Serena pulang sekolah. Entahlah, kenapa ia menjadi suka melakukan kegiatan seperti ini. Padahal ia adalah orang yang sibuk. Namun ia merasa ada yang kurang dari harinya kalau tak menjemput Serena.

Gadis itu nampak cemberut sepanjang perjalanan. Bahkan tak bicara satupun padanya. Alvaska merasa aneh. Apa yang terjadi? Apa ada hal buruk? Atau karena Alvin yang tidak mau berteman lagi dengan Serena.

"Kamu kenapa saya perhatikan dari tadi diam? Kamu sama sekali tidak menyapa saya, kamu hanya diam saja?" tanya Alvaska sambil menyetir. Pandanganya fokus ke arah jalan raya. Ia tidak mau mereka kecelakaan hanya karena tidak fokus menyetir. Hanya saja ia tak suka dengan Serena yang dingin padanya.

"Tidak ada apa-apa tuan." Serena sedang mood yang buruk. Beberapa hari ini Alvin benar-benar menjauh darinya. Alvin tak mau berteman lagi dengannya, entah apa itu alasannya. Hanya saja hal itu membuat Serena sedih. Bagaimanapun dulu mereka adalah sahabat. Ia merasa kehilangan.

Serena juga tidak mungkin menceritakan hal ini pada Alvaska. Ia tahu kalau tuannya itu sangat membenci Alvin. Ia tak mau dihukum dengan hukuman konyol karena menceritakan hal ini.

"Bukan karena kamu patah hati?" tebak Alvaska, ia merasa Serena mendiaminya karena Alvin.

"Bukan tuan," sahut Serena dengan cepat.

"Saya cuma lelah saja tuan, minggu depan saya ujian kelulusan." Mendengar itu membuat Alvaska sadar, kalau Serena sudah mau lulus. Cepat sekali, gadis itu akan terus tumbuh dewasa.

"Oh begitu."

"Tuan apakah saya boleh minta permintaan?" tanya Serena.

"Tentu saja boleh katakan saja apa yang kamu inginkan."

Serena ragu untuk meminta hal ini. Namun ia butuh ketenangan. Jujur ia merasa risih karena Alvaska selalu mengikutinya. Ia ingin sendirian terlebih dulu. Ia ingin punya ketenangan di masa ujiannya. Agar ia bisa fokus ujian.

"Saya harap tuan tidak mengganggu saya lagi selama saya ujian. Saya kurang fokus, karena hal-hal yang tuan suruh. Tuan boleh benci saya atau dendam dengan saya karena perbuatan ayah saya, tapi apa saya boleh minta ke pada tuan untuk memberikan ketenangan pada saya, saya mau lulus dengan nilai yang baik." Serena mengatakan itu sambil menangis. Selain karena ingin fokus dengan ujian, ia marah pada Alvaska karena priaitu ia jadi kehilangan temannya. Ia benci disituasai seperti ini. Ia benci Alvaska.

Kata-kata Serena menyentuh hati Alvaska. Ia merasa jadi pria yang jahat, karena selama ini melampiaskan dendamnya kepada Serena. Padahal gadis itu tak pernah salah apa-apa. Gadis itu tak pernah ada hubungannya dengan dendam ini. Gadis malang itu harus menerima kesalahan yang diperbuat ayahnya. Hal itu membuat Alvaska merasa bersalah.

Selama hidup Alvaska tidak pernah merasakan perasaan seperti ini. Ia tidak pernah memikirkan apa yang orang lain rasakan. Ia hanya fokus dengan perasaannya sendiri. Hanya bersama Serena, ia jadi tahu arti dari kata peduli, empati dan kasih sayang.

"Baiklah, Serena." Alvaska terpaksa mengatakan itu, karena ia masih merasa berdosa, karena ia selama ini menyiksa Serena. Ternyata benar cinta dan benci itu hanya setipis benang. Itulah yang Alvaska rasakan sekarang. Seharusnya perasaan ini tidak pernah ada.

"Maaf tuan saya meminta ini bukan karena kehadiran tuan mengganggu saya, saya hanya ingin fokus dengan sekolah saya." Serena takut Alvaska tersinggung, ia sangat tahu bagaimana perasaan Alvaska yang mudah sekali emosi.

"It's okay, tapi saya hanya kasih waktu sampai ujian selesai." Alvaska masih tidak mau menyerah. Ia tidak mau kehilangan Serena. Selesai ujian, ia tidak akan membiarkan Serena lepas dari genggaman tangannya. Terlebih sekarang ia sudah tahu siapa yang membunuh ibunya.

"Terima kasih tuan."

Jujur Alvaska merasa sakit dengan permintaan itu. Tidak lain dan tidak bukan, Serena memintanya untuk menjauh secara halus bukan. Kenapa rasanya sakit sekali? Jadi seperti ini rasanya tidak diharapkan? Ada apa dengan hatinya? Jangan bilang ia mulai menyukai Serena. Tidak boleh. Ia tidak boleh jatuh cinta. Apalagi dengan Serena. Ia tidak boleh hatinya mudah luluh begini. Ia akan menjadi lemah kalau ia mengenal cinta.

Namun tetap saja hal itu tak bisa mengubah fakta. Kalau Alvaska jatuh cinta pada gadis itu. Ia sadar kalau kelemahannya sekarang adalah gadis itu, gadis bernama Serena.

"Serena?" panggil Alvaska.

"Ada apa tuan?"

"Tidak jadi." Alvaska ingin jujur terhadap perasaannya. Namun harga dirinya masih begitu tinggi. Ia pernah mengatakan kalau Serena bukan tipenya, gadis itu hanyalah gadis rendahan. Tidak mungkin jika ia mengatakan kalau ia mulai menyukai gadis itu. Serena tidak akan mempercayainya.

Alvaska menghembuskan napas kasar, ini akan menjadi hari terberat di hidupnya. Apakah ia sanggung menjali hari tanpa ada Serena di dalamnya? Rasanay ia akan menjadi mayat hidup. Rasanya Alvaska mau gila.


*****

Mau lanjut?

Spam next di sini!!!

Love you

Gulla
. Istrinya Jeno.

Trapped With The Boss | Alvaska (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang