40 - Don't need your Promise

1K 71 7
                                    


Sudah lebih dari tiga jam Serena hanya bisa berdiam memandang ke arah foto ibunya. Proses pemakaman Ibu Serena telah selesai mereka sudah di rumah. Sedangkan Serena berada di dalam kamar menangisi ibunya. Ia merasa kamar ini menjadi dingin karena tak ada sang ibu di dalamnya. Ia merindukan ibunya itu, padahal baru satu hari kepergian ibunya. Ia rasa ia tak bisa bernapas lagi, dan tak sanggup menjalani hidup tanpa sang ibu.

Alvaska menyadari hal itu, ia merasa gadis itu berubah menjadi murung. Matanya sendu, wajahnya pucat, melihat itu membuat hati Alvaska terluka. Ia pernah di posisi ini ketika sang ibu meninggal. Serena belum makan dari tadi. Ia sudah menyuruh gadis itu untuk makan, tapi sedari tadi Serena hanya berdiam diri di kamar sambil memeluk foto sang ibu.

"Serena, sebaiknya kamu makan dulu." Alvaska seumur hidup tidak pernah melakukan ini. Ia bukan tipe orang yang peduli pada orang lain. Ia malah sering bodo amat atau cuek. Bahkan disaat ada orang yang meminta bantuannya. Namun sejak bersama gadis ini berubah.

"Aku belum lapar," tolak Serena sambil menggelengkan kepala. Ia tidak punya nafsu makan atas apa yang telah terjadi padanya. Bagaimana bisa ia makan, setelah tahu ibunya meninggal. Jangankan untuk makan, untuk bernapas saja, rasanya dadanya sesak menahan gejolak.

"Kamu belum makan dari tadi, sekarang sudah pukul satu siang, saya tidak mau nanti kamu sakit." Alvaska kembali mengingatkan.

"Peduli apa tuan sama saya, lebih baik saya mati kelaparan. Lagipula saya ini Cuma alat balas dendam tuan, jadi tuan abaikan saja saya." Serena tak suka diperhatikan oleh Alvaska.

Alvaska menghembuskan napas kasar. Ia ingin kasar, tapi ia mencoba untuk menahan diri. Entah kenapa melihat Serena yang lemah ini membuat sisi kasarnya lenyap. Ia seperti tak tega menyakiti anak kucing itu. Biasanya ia akan meneriakinnya, atau mengangkatnya kasar lalu menyuapi gadis itu dengan paksa agar mau makan. Namun sekarang berbeda, ia berjalan mendekat ke arah gadis itu. Lalu duduk di sebelah Serena.

"Kamu mau makan sendiri atau saya suapi dengan ini." Alvaska menunjuk mulutnya, dan itu membuat Serena terdiam. Cobaan apa lagi ini.

"Kesabaran saya sudah habis Serena." Kemudian Alvaska mengangkat tubuh Serena ke dalam gendongannya. Awalnya Serena mau memberontak tapi pada akhirnya ia hanya bisa pasrah. Ia menyadari satu hal ia tidak akan pernah menang dari seorang iblis ini, pria ini mana mungkin mengalah padanya.

Serena digendong ala bridal style. Serena terdiam ketika Alvaska membawanya ke arah ruang makan. Lalu pria itu mendudukan Serena di sebuah kursi yang sudah disediakan.

"Duduk di sini, biar saya yang memmasak." Hal itu membuat Serena kaget, di sini ia yang pembantu, tidak seharusnya Alvaska yang memasak. Ia baru menyadari kalau sikapnya tadi sangat kurang ajar terhadap majikannya. Lagipula Alvaska mana bisa memasak. Pria itu kalau makan selalu ia yang siapkan.

"Tidak usah tuan, biar saya saja yang masak." Serena buru-buru berdiri untuk mencegah Alvaska.

"Kamu turuti saja perintah saya, kamu duduk di sini, biar saya yang memasak." Alvaska menolak, ia memaksa Serena kembali duduk. Hal itu membuat Serena hanya bisa pasrah mengikuti perintah Alvaska. ia tahu kalau ia menolak pasti Alvaska akan melakukan sesuatu padanya.

"Bukannya tuan tidak bisa memasak?" tanya Serena. Ia bisa melihat Alvaska yang sibuk berusaha di dapur. Pria itu mengambil beberapa peralatan masak dan menyalakan kompor.

"Ada banyak makanan instans, jadi itu tidak terlalu susah untuk saya memasak." Mendengar itu Serena tersenyum. Ia sudah mengira kalau pria itu hanya akan memasak makanan instans, mungkin seperti mie, sosis atau sarden. Tidak mungkin pria itu memasakan makanan rumit. Namun ia patut acungi jempol karena seorang Alvaska yang tidak pernah peduli pada orang lain. Tiba-tiba berbuat hal seperti ini, membujuknya untuk makan dan memasakan makanan.

Serena yang tadi sedih, tiba-tiba berubah jadi tak sedih lagi. Ia malah jadi terpesona melihat Alvaska yang sibuk memasak. Pria itu terlihat tampan dan menajubkan. Serena tanpa sadar menelan ludah melihat itu, pipinya memerah karena merona, ia lalu memalingkan wajahnya. Kenapa ia jadi salah tingkah begini?

Lalu tak lama kemudian Alvaska datang membawa piring. Ternyata Alvaska memasakan spageti instans untuknya, tak hanya itu ada beberapa naget dan sosis yang digoreng oleh pria itu. Serena merasa menjadi seperti putri dilayani seperti ini oleh Alvaska. ia jadi tak enak hati, padahal Alvaska itu adalah tuannya. Tapi malah pria itu yang melayaninya. Ia malah asyik duduk diam di sini dan tinggal makan. Ia tidak menjalankan tugasnya sebagai pembantu.

"Makanlah," ujar Alvaska.

"Tuan tidak makan?" tanya Serena.

"Saya sudah makan, saya memang khusus memasak untukmu." Mendengar itu membuat ribuan kupu-kupu di perut Serena berterbangan. Apa tadi katanya? Khusus memasak makanan untuknya. Kenapa Alvaska terlihat begitu manis? Bukannya pria itu masih dendam padanya karena telah membunuh ibunya.

"Terima kasih tuan, maaf saya merepotkan, tuan sampai harus memasak seperti ini."

"Makanlah, kalau tidak kammu makan, saya..."

"Iya tuan saya makan." Serena menjawab dengan cepat, ia takut kalau Alvaska akan mengancam dengan melukai kucing miliknya.

"Kamu jadi orang pertama yang memakannya." Entahlah Serena harus tersanjung atau tidak dengan pujian yang disampaikan oleh Alvaska.

Lalu Serena makan, rasanya enak lumayan untuk orang seperti Alvaska. mungkin juga karena ia lapar. Ia belum sarapan dan makan siang, jadi perutnya kosong dan tidak terisi. Disaat Serena makan, ia tak menyadari ada noda saus pasti di pinggir bibirnya. Alvaska yang sedari tadi mengamati Serena makan jadi menatap ke arah itu.

Alvaska mendekat, lalu tanpa aba-aba ia memegang dagu Serena. membuat gadis itu terkejut, terlebih bibir Alvaska yang tiba-tiba mendarat di bibirnya. Jantung Serena berdebar begitu kencang, lalu ada kupu-kupu yang menggelitik di perutnya. Ia menahan napas sebentar karena merasa dunianya seakan berhenti oleh ciuman dadakan itu. Padahal mereka sudah sering berciuman namun tetap saja rasanya aneh.

"Ada saus di sini, tadi." Perkataan Alvaska membuat Serena tak mengerti. Kalau ada saus kenapa tidak bilang malah menciumnya. Dasar pria mesum.

"Lain kali tuan jangan sembarangan mencium saya," protes Serena. ini sungguh tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Bagaimana bisa ia terpikat oleh pria yang sudah jahat padanya. Apa ia sudah gila? Seharusnya ia benci dengan pria ini, karena berulang kali telah jahat padanya.

"Saya tidak perlu izin untuk mencium kamu Serena, kalau kamu ingat kamu dan apapun itu yang berhubungan dengan kamu itu adalah milik saya."

***

Mau lanjut?

Spam next di sini!!!

Love you

Gulla
. Istrinya Jeno.

Trapped With The Boss | Alvaska (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang