Prolog

11.7K 340 107
                                    

Hai temen-temen aku bikin cerita kakaknya Alaska. Semoga kalian suka, ya!!! KALAU MAU BACA CERITA ALASKA BACA NAUGHTY PLAY YAA!!!

Love dulu buat part ini

Tolong like dan komennyaaa!!!

Tolong like dan komennyaaa!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Visual Alvaska

***

Kamu terlihat cantik ketika menangis dan saya suka melihat pemandangan itu.

- Alvaska-

Hari itu terlihat anak kecil berusia sepuluh tahun menangis di depan makam. Ibunya meninggal karena kecelakaan. Hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, karena ia harus kehilangan ibunya yang paling ia cinta. Padahal sang ibu berjanji akan merayakan hari ulang tahunnya bersama. Namun sang ibu meninggal lebih dulu sebelum menepati janjinya.

Selesai dari pemakamam, Alvaska kembali ke rumah. Ia kesal dan marah pada supir yang membuat ibunya meningggal. Supir itu masih hidup sedangkan sang ibu meninggal. Ia ingin supir itu bertangggung jawab atas peristiwa ini. Namun supir tersebut tidak mendapatkan hukuman karena kecelakaan itu murni terjadi karena kesalahan truk yang menabrak. Ia tidak terima dengan hal itu.

Disaat itu juga Alvaska melihat sosok anak perempuan berusia empat tahun. Anak itu adalah anak dari supir dan pembantu di rumahnya. Tangan Alvaska terkepal penuh amarah, matanya menatap tajam penuh dendam.

"Perempuan itu adalah anak dari supir yang telah membunuh ibuku, aku akan membuatnya menderita sepanjang hidupnya. Dia harus merasakan rasa sakit seperti yang aku rasakan." Alvaska berjanji pada dirinya sendiri untuk membuat anak perempuan itu menderita. Ia akan membuat perempuan itu hidup seperti di neraka.

***

Serena Arabella adalah seorang gadis berusia 18 tahun. Ia memiliki tubuh mungil sekitar 155 cm dengan rambut hitam panjang yang bergelombang sepinggang. Kulitnya berwarna kuning langsat. Ia sekarang kelas tiga SMA. Meskipun ia anak pembantu, ia masih bisa tetap sekolah. Ibunya bernama Rina, salah satu pembantu di sini, sedangkan ayahnya sudah meninggal, tujuh hari setelah peristiwa kecelakaan ternyata Rudi harus meninggal. Serena terpukul karena harus kehilangan sosok ayah yang ia cintai.

Selama ia tinggal di rumah majikannya, hidupnya jujur tidak tenang. Alvaska anak dari majikannya itu terlihat begitu membencinya. Bahkan dulu ia pernah memelihara kucing, tapi pria itu pernah membuat kaki kucingnya patah. Tega sekali, tapi ia juga tak bisa marah. Semenjak hal itu, Serena takut untuk memelihara kucing lagi. Padahal dulu kucingnya juga di pelihara di rumah belakang khusus untuk pembantu. Entah bagaimana bisa Alvaska menemukannya.

Seperti sekarang Serena berdiri di depan Alvaska. Ia menunduk hormat karena takut. Tadi ia dipanggil untuk membantu pria itu. Serena juga ikut bekerja di sini, meski tak banyak tugasnya. Ia tahu diri karena keluarganya menumpang. Keluarga Alvaska memberikan kehidupan dan pekerjaan pada keluarganya terlebih ia sudah tak memiliki seorang ayah.

"Ada yang Tuan butuhkan?" tanya Serena dengan suara yang gugup. Ia takut mau menatap mata pria itu.

Alvaska suka menyuruhnya yang aneh-aneh. Mulai dari mengganti vas bunga, jika tidak sesuai dengan pria itu akan diganti lagi sampai pria itu puas. Begitu juga ketika ia menata buku, misal tidak sesuai dengan keinginan pria itu akan diulang juga.

"Buatkan saya teh hangat."

Entahlah kenapa Alvaska suka sekali menyuruhnya, padahal masih ada pembantu lain. Namun Serena terlihat seperti pembantu pribadi pria itu.

"Iya, Tuan."

Kemudian Serena pergi sambil menunduk. Ia ke dapur untuk membuatkan teh hangat. Jujur Serena takut kalau minuman yang ia buat kemanisan atau tidak manis. Pria itu suka sekali protes jika rasanya tidak sesuai dengan keinginan pria itu. Sedangkan pria itu kadang maunya manis, kadang suka yang tidak manis. Sesuai mood, rasanya Serena mau menangis setiap kali mendapatkan perintah dari Alvaska namun ia tak bisa apapun selain menurut.

Selesai membuatkan teh hangat. Serena kembali menuju Alvaska. Ia membawa minuman itu dengan hati-hati. Ia takut tumpah atau terjatuh. Sampai di ruangan kerja pria itu, ia langsung menaruhnya di meja menghidangkannyya pada pria itu.

Alvaska pria berusia dua puluh empat tahun. Terlihat dewasa dan matang. Wajahnya begitu tegas dan angkuh. Siapapun yang melihatnya akan takut, apalagi di saat mata mereka bertatapan. Tak ada satupun orang yang berani menatap mata tajam itu dengan intens begitu juga dengan Serena. Selama berada di ruangan itu jantungnya berdegub kencang bukan karena ia menyukai pria itu tapi karena takut.

Bunyi benturan cangkir terdengar membuat Serena menoleh. Wajah pria itu berubah menjadi masam. Hal itu membuat Serena bergidik ngeri. Ia jadi takut. Apa ada yang salah dengan the buatannya? Perasaan ia membuat sesuai dengan apa yang pria itu mau.

"Terlalu manis, ganti."

"Iya, Tuan."

Serena hendak mengambil cangkir tersebut. Ia berniat untuk ke dapur kembali membuatkan minuman yang baru. Tangannya terasa kaku, tubuhnya panas dingin karena Alvaska. Ia takut membuat kesalahan.

Ketika ia selesai menaruh cangkir tersebut, tiba-tiba kakinnya terselengkat. Ia jatuh begitu juga dengan cangkir dan poci yang ia bawa. Terdengar suara pecahan kaca yang berserakan di lantai. Cangkir tersebut pecah.

"Maaf, Tuan."

Serena mau menangis, kakinya sakit karena tersandung, sekarang ia masih harus membereskan kegaduhan ini. Ia sadar kalau yang menyelengkat kakinya itu adalah kaki Alvaska. Pria itu yang melakukan itu dengan sengaja.

"Bersihkan, cepat. Ceroboh!!" maki Alvaska. Dalam hati ia puas membuat anak perempuan itu menderita. Ia memang sengaja menyelengkat Serena. Ia ingin melihat wajah gadis itu menangis.

Benar saja mata gadis itu terlihat sendu, dan berkaca-kaca seperti menahan tangis. Hal yang paling Alvaska suka adalah ketika melihat Serena menangis. Baginya itu adalah sebuah kepuasan.

Serena sambil menahan tangis, ia membersihkan pecahan kaca tersebut. Ia sedih karena Alvaska begitu jahat. Pria itu sengaja mengerjainya. Mulai dari di suruh membuat ulang minuman dan sekarang menyelengkatnya. Kejam sekali tidak sekali dua kali pria itu membuatnya menangis. Sering sekali, ia dibuat menangis oleh Alvaska.

Ketika Serena memungut potongan kaca itu, jarinya tak sengaja terkena serpihan kaca. Ia meringis kesakitan. Lalu darah mengalir dari jemarinya.

"Arghh," ringis Serena.

Alvaska nampak diam melihat Serena yang terluka. Ia tidak peduli, justru ia senang melihatnya. Itu menjadi hiburan untuknya. Diperlakukan seperti itu oleh Alvaska membuat Serena tak bisa menahan untuk tidak menangis. Ia menangis meski tanpa suara sambil memunguti serpihan kaca, perih sekali karena jari manisnya terluka.

"Serena?" panggil Alvaska.

"Iya, Tuan."

"Kamu terlihat cantik saat menangis dan saya suka melihat pemandangan itu."

Di mata Alvaska semakin cantik Serena semakin ia ingin membuat Serena menangis. Ia ingin membuat gadis itu hancur di genggamannya.

Deg!

Perkataan Alvaska membuat bulu kuduk Serena merinding. Di tambah seringai senyum yang muncul di wajah Alvaska. Terlihat begitu mengerikan. Serena jadi takut. Meski ia dibilang cantik oleh Alvaska, namun menurutnya itu bukan pujian tapi lebih mengarah ke sebuah ancaman membunuh. Rasanya Serena ingin mati saja dari pada harus terjebak bersama iblis di hadapannya ini.

***

Gimana cerita ini?

Lanjut or no?

Spam 1 buat lanjutt

follow instagram aku wgulla_ yaaaa

gulla

istri sahnya jaehyun

Trapped With The Boss | Alvaska (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang