42 - Pregnant?

1.1K 90 9
                                    


Akhir-akhir ini Serena merasa aneh dengan tubuhnya. Ia suka merasa pusing dan mual-mual. Ia jadi ingat kalau ia belum datang bulan. Hal itu membuat Serena panik. Ia takut kalau ia hamil. Meski ia sedikit lega kalau ia sudah lulus sekolah, jadi ia tidak akan dikeluarkan dari sekolah. Hanya saja ia jadi khawatir kalau ia hamil, ia mengandung anak Alvaska. pria itu kalau tahu tentu akan membunuh anak yang berada di dalam kandungannya.

Serena jadi sedih. Kehamilannya juga belum positif, lebih baik ia periksa terlebih dahulu. Ia akan membeli testpack di apotik secara sembunyi-bunyi, untung ia memiliki masker. Ia berharap tidak ada yang tahu perihal ini terutama Alvaska.

Serena takut kalau Alvaska nanti menyuruhnya untuk menggugurkan bayi ini. Meski kehadirannya tak diharapkan Serena masih memiliki hati untuk tidak melenyapkan anak ini. Ia akan merawatnya sepenuh hati.

Perihal Alvin, hubungan mereka semakin memburuk. Alvin terlihat membencinya, ini salahnya juga yang selalu mendahulukan Alvaska dibandingkan dengan Alvin. Ia selalu mengabaikan cowok itu. Lagipula Serena sadar kalau ia tak pantas untuk Alvin. Cowok itu terlalu baik untuk dirinya yang hina dan kotor ini. Untung masa-masa sekolahnya telah berakhir jadi ia tak perlu pusing memikirkan Alvin.

Serena masuk ke dalam apotik. Ia membeli testpack di apotik yang jauh dari kompleks takut ada yang melihatnya. Untung saja ketika ia membeli testpack tidak dicurigai sama sekali. Selesai dari Apotik, Serena duduk di halte menunggu bis.

Terlihat langit agak mendung, sekarang sudah pukul empat sore. Halte terlihat sepi hanya ada dirinya yang duduk di kursi. Ketika Serena sibuk menikmati kesendirannya, tiba-tiba ada seorang ibu-ibu membawa dagangan mendekat ke arahnya. Serena jadi iba melihat wanita tua renta itu masih terus bekerja di usianya yang senja. Serena bersyukur dulu ibunya tidak sampai harus jualan seperti itu. Ia jadi teringat ibunya, ia jadi iba dan mau membeli dagangan ibu-ibu tersebut.

"Ibu jualan apa?" tanya Serena.

Ibu tersebut duduk di sebelahnya. Sepertinya hendak pulang juga. Hanya saja dagangannya masih banyak.

"Jualan makanan sama minuman neng, tapi lagi sepi sekarang. Ibu dari tadi pagi sampai sekarang baru laku lima." Mendengar itu Serena jadi semakin sedih. Ia ingin membeli dagangan ibu tersebut.

"Saya mau beli bu."

"Beneran neng?"

"Iya, ibu. Saya beli gorengan, ini risol, bakwan, tahu sama minuman apa ini ibu?" tanya Serena menunjuk sebuah es lilin berwarna pink.

"Itu jus jambu, neng."

"Saya mau satu bu."

"Makasih ya neng mau beli dagangan saya." Serena senang melihat ibu itu tersenyum. Ia jadi merindukan ibunya. Ia belum bisa membalas kebaikan ibunya, tapi ibunya sudah meninggal bersama ayahnya. Kenapa hidupnya menderita sekali? Keluarganya diambil semua oleh Tuhan, kini hanya tertinggal dirinya seorang diri.

"Kebetulan saya juga laper bu, sambil nunggu bus bisa ngemil." Serena juga kadanga merasa aneh dengan perutnya, karena sering kelaparan padahal ia rajin makan, tiba-tiba sekali ia jadi nafsu makan begini. Biasanya ia malas kalau disuruh makan.

"Ibu juga mau pulang?" tanya Serena.

"Iya neng sambil nunggu bis."

Kemudian mereka berbincang-bincang. Serena tak lupa memakan makanan itu dengan lahap rasanya enak sekali. Lalu ia meminum jus jambu yang terlihat segar itu, namun ketika minuman itu habis. Ia merasa kepalanya pusing dan pandangannya kabur. Hanya gelap yang ia bisa lihat. Serena jatuh tidak sadarkan diri.

***

Alvaska tak sabar untuk pulang ke rumah. Akhir-akhir ini ia merasa bahagia. Ia merasa seperti punya tempat untuk pulang. semenjak ada Serena, ia jadi nyaman berlama-lama di rumah. Padahal dulu ia mengira rumah bukanlah tempat ternyaman tapi bersama Serena ia merasakan hal yang beda. Ia jadi ingin cepat sampai rumah dan memeluk wanitanya itu.

Meski begitu kadang ia masih dingin dengan Serena. ia tidak mau menunjukkan pada Serena, kalau ia mulai menyukai gadis itu. Alvaska masih gengsi dan ia pasti akan diejek karena menjilat ludahnya sendiri yang tak akan terpengaruh oleh Serena. hanya saja ia merasa getaran di hatinya saat bersama Serena. Hal yang tak pernah ia rasakan jika dekat dengan siapapun.

Saat ini Alvaska masih berada di dalam kantor. Ia duduk di kursi, ia ingin cepat pulang tapi masih satu jam lagi. Memang sialan! Ia tidak mau terlihat tidak disiplin nanti dicontoh oleh karyawannya. Terlebih ia terkenal sebagai bos yang dingin dan disiplin.

Suara dering ponsel berdering. Alvaska mengangkatnya, karena Serena yang menelponnya. Sudut bibirnya tertarik, ia senang sekali dan merasa tumben Serena menghubunginya terlebih dahulu, apa gadis itu merindukannya? Memikirkan hal itu membuat Alvaska senang.

"Halo, Serena ada apa?"

"Sudah lama tak mendengar suara kamu Alvaska. keponakan tersayangku."

"Lea? Bagaimana bisa ponsel Serena ada di kamu??" Perasaan Alvaska jadi tidak enak, ia khawatir kalau terjadi sesuatu hal yang buruk. Bagaimana bisa Lea tau prihal Serena. jangan bilang kalau Lea menggunakan Serena untuk mengancamnya.

"Pasti kamu terkejut ponsel wanita yang kamu cinta ada di aku, dia memang bersamaku."

"DI MANA KAMU?? SIALAN!!! KEMBALIKAN SERENA!!!" Alvaska marah, ia tak terima dengan ini. Ia benci ketika Serena harus dilibatkan dengan masalah ini. bagaimana bisa juga Serena bersama Lea. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Aku tidak akan memberitahu di mana keberadaan Serena, asal kamu tau saja aku bisa saja melakukan apapun pada Serena. Aku bahkan bisa membunuh gadis itu sekarang juga." Lea mulai mengancam.

"Kalau kamu berani melakukan itu akan aku pastikan kamu mati di tangaku Lea." Alvaska tak mau kalah. Ia tak suka dipermainkan. ia akan tunjukan pada Lea, kalau ia tidak bisa diancam dengan cara murahan seperti ini.

"Lakukan saja kalau bisa, kamu tidak akan menemukan Serena di manapun. Keselamatan Serena berada di tangan aku sekarang, jadi kalau kamu mau Serena baik-baik saja hentikan kasus kematian ibumu, kembalikan harta warisanku dan jangan menuntutku prihal apapun."

"Kamu kira aku bodoh? Lagian Serena bukan siapa-siapa aku. terserah mau kamu apakan,aku tidak akan menghentikan kasus kematian ibuku sampai kamu masuk ke dalam penjara." Alvaska jujur tak mau Serena kenapa-napa, tapi ia juga tak bisa menghentikan kasus ini, ia lebih memilih sang ibu. Dendamnya tak boleh berhenti, ia tidak mau jadi anak durhaka. Lagian ia yakin Lea tidak mungkin melakukan hal itu.

"Kamu yakin mengatakan itu?"

"Asal kamu tahu kalau bukan hanya Serena yang terancam mati, tapi anak yang dia kandung juga. Serena hamil dan aku tau itu pasti anak kamu."

Deg!

Serena hamil, bagaimana bisa terjadi? Kenapa ia tak tahu? Tanpa diberitahupun ia juga tahu kalau anak yang dikandung Serena adalah anaknya. Alvaska jadi terdiam. Ia tidak bisa membiarkan anak dan kekasihnya mati sia-sia. Ia harus mencari cara. Bodoh sekali, tadi ia membiarkan Lea untuk menyakiti Serena. bagaimana kalau Lea benar-benar menyakiti kekasihnya itu. Ia tahu bibinya itu nekat dan bisa melakukan hal licik apapun untuk mendapatkan keinginannya. bahkan sampai dengan tega membunuh mamanya yang merupakan kakak dari Lea. Sialan!! Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Kalau sampai Serena dan bayinya kenapa-napa. Mungkin Alvaska tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Aku berikan waktu tiga hari Alvaska, kalau kamu tidak mau mengiyakan keinginanku jangan harap kamu bisa bertemu kekasih dan anakmu itu selama-lamanya." Lalu panggilan tersebut dimatikan begitu saja oleh Lea.


***

Mau lanjut?

Spam next di sini!!!

Love you

Gulla
. Istrinya Jeno.

Trapped With The Boss | Alvaska (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang