Bagian 33

595 42 19
                                    

Lambaian tangan Nusa menyambut kedatangan Pinka yang sibuk menentang barang-barang. Bukannya membawa koper kecil untuk meringkas apa yang ia bawa, Pinka justru menggendong satu ransel besar, tas selempag, dan seplastik snack berbungkus plastik Indomaret.

"Lo mau staycation berapa hari, Ka?" Suara Nusa terdengar jelas ketika jarak mereka hanya terpaut selangkah.

"Enggak usah sok gitu. Lo paling juga butuh barang-barang yang gue bawa," jawab Pinka.

Nusa hanya tersenyum. Lelaki yang hanya membawa satu ransel itu, lantas segera mengambil alih benda yang sama-yang jelas lebih besar dan berat-yang Pinka gendong. "Sini, gue bantu."

"Yang ini aja." Pinka hendak menyerahkan sekantong jajannya.

Nusa berdecak kecil. "Entar punggung lo encok kalau gendong tas segede itu."

"Lo lupa? Gini-gini gue atlet. Nambah beban tas lo aja masih kuat." Pinka menyombongkan dirinya.

Lelaki berkemaja biru kotak-kotak itu tak merespons. Malas terlibat perdebatan yang panjang, ia mengalah dengan mengambil alih seplastik snack yang Pinka bawa. Satu tangan lelaki itu menganggam tangan Pinka, menariknya untuk ikut antre masuk ke bagian dalam stasiun.

Dalam situasi seperti ini, Pinka tak dapat mengatur detak jantungnya sendiri. Ada debaran aneh yang selalu saja muncul ketika ia berada di samping Nusa. Ada kenyamanan yang membuat Pinka selalu ingin terikat dengan Nusa. Dan, dibandingkan mencari celah di antara keramaian yang ada, sepasang netra Pinka justru sibuk terpatri pada kedua tangan mereka yang saling menggenggam.

"Sorry kalau lo enggak nyaman, tapi ini agak padet. Takut lo ilang," ucap Nusa selagi lelaki itu membantu Pinka menyelinap di antara bahu para penumpang lain.

"Engga kok."

"Gimana, Ka?" Suara Pinka tak terlalu jelas hingga lelaki itu perlu menajamkan indra pendengarannya.

"Enggak enggak nyaman."

Melihat bibir Pinka mengucapkan kata-kata itu, membuat segurat senyum muncul di raut tampan Nusa. Dengan lebih erat, Nusa menggenggam tangan Pinka, menariknya, dan membawanya melewati keramaian.

"Gila! Gue enggak ekspek bakal serame ini." Pinka menghempaskan punggungnya di kursi penumpang.

"Emang kalau jam-jam segini rame, Ka," timpal Nusa selagi menata tas mereka di bagasi. Setelah selesai dengan urusan barang-barang, Nusa berniat menggeser tubuh Pinka. "Geser, Ka."

"Enggak. Lo aja yang di pojok. Gue enggak bisa napas kalau terhimpit gitu."

"Bukannya cewek biasanya suka di dekat jendela, ya."

"Iya. Kalau ceweknya bukan gue."

"Hm ... oke-lah."

Pinka lantas memberi jalan agar Nusa dapat duduk di kursinya. "Btw, makasih, ya, udah mau ikut. Mungkin kalau gue bilang perginya enggak sama lo, bokap enggak akan ngizinin."

"Sans. Gue juga kebetulan mau ke Bandung. Enggak papa, kan, ya, kalau nanti gue ke-"

"Lo enggak perlu khawatir. Gue enggak akan ganggu lo pacaran kok."

Nusa sontak tertawa kecil mendapati reaksi cepat Pinka. "Asal lo tahu, sebenernya selama ini gue ke Bandung bukan buat ketemu sama pacar."

Sepasang mata Pinka melebar seketika. "Maksud?"

Nusa mengangguk-angguk. Membenarkan bahawa Pinka tidak salah dengar. "Bukan pacar, but someone like ... hm ... you, know, more than gf."

"Istri?"

Nusa SagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang