Gemuruh tepuk tangan memenuhi ruangan ketika Rossa mengakhiri sesi tanya jawab. Untuk yang kesekian kalinya, Nusa kembali menggambil gambar. Di matanya, Rossa tampak benar-benar hebat. Terlebih tatkala sosok itu menyampaikan materi pada kuliah umum yang turut ia ikuti. Atensinya tak pernah beralih dari ibunya sekalipun notifikasi ponsel terus saja masuk. Seterusnya, Nusa berharap dapat kembali menemani sang mama ke mana pun sosok itu pergi.
Satu panggilan kembali masuk bersamaan dengan Rossa selesai memberi kata-kata terakhir. Wanita itu turun dari panggung dan kini tengah foto bersama para panitia penyelenggara. Nusa bangkit dari duduknya. Keluar ruangan untuk mengangkat telepon yang telah berulang kali menghubunginya.
"Harus banget gue ke rumah dulu, ya? Nelfon pakai nomornya orang rumah lo baru aja lo angkat. Entar lama-lama gue nelfon pakai HP bokap lo, baru lo angkat."
Nusa sedikit menjauhkan ponsel dari telinga saat suara nyaring Nindy yang terdengar dari seberang. Ia memeriksa nama kontak yang menghubunginya dan memang benar jika nama sopir keluarganya tertera di sana. Ia kira Ali menelepon untuk menyampaikan hal penting dari sang papa, tapi ternyata suara sang kakak kelas yang tersambung.
"Iya, Kak. Maaf-maaf. Gue lagi di luar."
"Di mana lo? Gue butuh banget buat tanda tangan. Habis ini mau langsung ke Pak Azam lanjut ke rumah Kepsek. Senin proposal udah harus masuk karena acara kita Kamis-Jumat."
"Ditinggal di rumah aja, Kak. Gue baliknya kalau enggak Minggu. Nanti gue yang selesaiin urusan tanda tangan," jawabnya.
"Lo lagi apel di Bandung?"
Nusa bergumam.
"Subhanallah ...." Nindy menahan napas sejenak.
Nusa tersenyum kecil membayangkan raut kesal kakak kelasnya itu.
"Punya Adek Ketos udah sibuknya na'udzubillah masih sempat-sempatnya bucin. Balik kau cepat! Pokoknya Senin proposal udah harus sampai. Gue tinggal berkasnya sama Mas Ali."
"Iya, Ibu Sekre yang cantik."
"Enggak usah ngibul."
Nusa tertawa pelan. "Iya-iya. Gue balik habis urusan selesai."
"Awas lo kalau Senin enggak masuk. Lo belakangan sering bolos sesuka hati."
"Nanti kalau pacar saya udah sembuh kangennya, saya pulang."
"Nusaaaa .... Awas lo, ya!"
Sambungan telepon terputus setelahnya. Nusa berbalik dan telah menemukan figur sang ibu di belakangnya. "Udah selesai, Ma?"
Rossa mengangguk. "Kamu ada acara habis ini?"
Lelaki itu menggeleng. "Mama masih ada acara?"
Wanita dengan setelan abu-abu itu tak langsung menjawab. Rossa mengambil langkah meninggalkan auditorium diikuti putranya. "Ada. Kamu bisa nyari hotel dulu buat istirahat. Mama masih ada urusan habis ini."
"Aku antar," sahut Nusa antusias.
Langkah keduanya berhenti di depan lift. Rossa menilik raut putranya selagi menunggu pintu lift terbuka. "Istirahat. Kamu udah nyetir dari Jakarta. Pasti capek."
Nusa sedikit terkejut akan bentuk perhatian yang Rossa berikan. Tak ayal, bibir lelaki itu melukis senyuman. "Makasih buat perhatian Mama, tapi aku udah janji sama diriku sendiri buat full dampingin Mama hari ini."
Tidak terdengar jawaban. Pintu lift terbuka dan mereka memilih masuk tanpa suara. Sedikit Nusa melirik ke arah Rossa sebelum menekan tombol untuk turun ke lantai dasar. Melihat raut datar Rossa, membuat jantung lelaki itu berdetak lebih cepat. Khawatir jika kalimat terakhir yang ia ucapkan pada Rossa telah melampaui batas. "Mama enggak keberatan, kan, kalau aku ... ikut?"
Rossa menghela napas berat. "Kamu ternyata keras kepala juga." Wanita itu terlebih dahulu keluar ketika sampai di lantai dasar. Mengambil langkah cepat menuju pintu keluar yang terhubung dengan area parkir. "Ada pameran UMKM di dekat sini. Mama mau cari produk yang nanti bisa jadi mitra buat di-repacking pusat oleh-oleh kita di Cibaduyut. Besok rencananya Mama mau ngajak kamu ke pabrik teh yang akan jadi supplier produk baru kita. Makanya Mama minta hari ini kamu istirahat."
Mendengar jadwal yang diutarakan Rossa, senyum lelaki itu kian lebar. Ia berjalan cepat mendahului langkah sang mama dengan penuh semangat. "Oke, jadi tujuan kita setelah ini pameran UMKM, ya? Saya siap mendampingi perjalanan Mama."
Rossa terkejut ketika anak itu membukakan pintu mobil untuknya. Ia dipersilakan masuk layaknya ratu. Sontak, senyuman kecil terbit di paras cantik itu. Rossa membenarkan posisi duduk selagi menunggu Nusa masuk. Jujur, setalah melewati perjalanan Jakarta-Bandung yang cukup lama, kecanggungan di antara mereka sedikit berkurang. Rossa menoleh ke samping kemudi tatkala mendapati Nusa sudah menyalakan mesin. "Nak," panggilnya.
Nusa menoleh penuh perhatian. "Iya, Ma?"
"Bisa mampir ke rumah sakit sebentar?"
Hening beberapa saat setelah satu permintaan itu keluar dari bibir Rossa. Sejenak Nusa tak merespons sebelum akhirnya mengangguk dan mengemudikan mobil ke tempat yang sang ibu maksud.
***
Masih dalam keadaan yang sama tiap kali Rossa berkunjung ke ruangan itu. Aroma obat-obatan masih menguar kental. Kabel-kabel masih terhubung dengan monitor merekam kondisi tubuh itu yang belum juga menunjukkan kemajuan. Berbagai cairan dimasukkan lewat selang untuk membantu raga itu tetap bertahan. Rossa seolah telah mati rasa. Bertemu dengan sosok sang putra dalam kondisi seperti ini pun telah menjadi satu hari yang dapat ia syukuri dibanding seminggu yang lalu tatkala sosok itu diberi tindakan lebih sebab kembali mengalami gagal jantung.
Rossa mendudukkan diri di samping ranjang pesakitan sang putra, melakukan ritunitas setiap akhir pekan yang telah ia jalani dua tahun terakhir. Seperti biasa, satu tangannya menggenggam jemari putranya sedangkan tangannya yang lain membelai surai hitam itu dengan lembut. "Gimana kabarnya hari ini, Sayang?"
Tidak ada respons sama sekali kendati Rossa telah mengulang pertanyaan itu beratus kali. Tak ada sahutan suara atau sedikit pun pergerakan yang ia terima sebagai jawaban.
"Makasih udah bertahan buat Mama sampai hari ini. Maaf kita hanya bisa ketemu seminggu sekali. Nusa kangen sama Mama, ya?" Rossa kembali bersuara tanpa balasan.
Tangan wanita itu membelai kening hingga rambut putranya, "Nusa ..., Mama sayang sama kamu melebihi apa aja yang Mama punya, bahkan diri Mama sendiri. Tapi, Sayang ...," Rossa setengah bergumam, "kemarin malam Mama mimpi indah banget. Mama mimpi ada dua anak ganteng di rumah kita. Nusa ingat Sian, kan? Orang yang mirip banget sama kamu. Mama bayangin senang banget kalau punya dua anak yang sama-sama ganteng, sama baiknya, sama sayangnya ke Mama dan Mama bisa habisin setiap hari buat diskusi dengan kalian berdua."
Rossa menunduk. Perasaannya mulai berkecambuk melihat wajah tirus putranya dengan alat bantu pernapasan yang masih senantiasa terpasang di sana. Membandingkan mimpinya dengan realita yang ada di depannya seolah terlalu jauh. "Nusa enggak marah, kan, kalau Mama punya dua putra? Nusa enggak akan cemburu ke Sian, kan? Mama enggak egois, kan, kalau menuntut kalian berdua buat terus nemenin Mama?" Suara wanita itu kian bergetar.
"Mama janji enggak akan nyerah. Mama sayang sama Sian bukan berarti Mama lupa sama kamu. Mama bakal tetap menanti hari di mana kamu bangun, bisa menyebut nama Mama, dan memeluk Mama. Sampai kapan hari itu datang, selama apapun, Mama enggak akan nyerah. Ambil waktu istirahat yang cukup, Sayang. Nusa pasti capek buat nurutin semua kemauan Mama dan Papa selama belasan tahun. Dan ini baru dua tahun Nusa istirahat. Mama bakal nunggu kamu. Kamu jangan khawatir. Ada Sian yang jagain Mama sekarang." Air bening turun membasahi pipi wanita itu. Sekuat apapun Rossa mencoba menahan perasaannya, melihat putranya berbaring tak berdaya di depannya tiada pernah gagal meruntuhkan pertahanan yang ia bangun berulang kali.
"Tapi, Sayang ..., Nusa beneran enggak cemburu, kan, sama Sian? Nusa enggak diam-diam doain biar Mama benar-benar sendirian, kan? Mama ... Mama enggak mau kehilangan kalian berdua." Lantas untuk kesekian kalinya, wanita itu kembali terisak.
Bersambung ....
wkwk sesuai perkiraan kalian, kan?

KAMU SEDANG MEMBACA
Nusa Sagara
Teen Fiction"Sa, gue butuh bantuan lo." Pinka tak pernah menyangka jika satu kalimat itu akan mengantarkannya pada kisah yang panjang. Pada sejuta sisi kelam yang tiada juga menemukan ujung. Pada rahasia semesta yang tidak pernah ia sangka akan seluas nusa-saga...