Bagian 24

794 69 16
                                        

 Nusa masih mengikuti langkah sang ibu selagi tangan kanan-kirinya penuh menenteng plastik yang berisikan snack, minuman, dan makanan berat. Gerobak makanan berjejeran di pinggir jalan. Aroma berbagai macam makanan tampak begitu lezat ketika masuk indra penciumnya. Pun, Rossa yang begitu semangat menghabiskan uang untuk membeli berbagai jajanan membuat lelaki itu tak kalah senang.

"Kamu alergi seafood?" tanya Rossa ketika berhenti di salah satu stand.

"Enggak, Ma."

"Cuminya dua tusuk, Pak," pesan Rossa, "tambah dua lagi, Pak." ia segera meralat pesananya ketika tiap tusuk cumi bakar itu tampak sangat lezat.

"Ma, ini udah banyak banget jajannya." Nusa mengangkat tangannya. Menunjukkan berbagai macam makanan yang sang mama beli sebelum ini. Belum lagi snack ringan yang mereka tinggal di mobil hasil dari pameran sore tadi.

Rossa tak mengindahkan kalimat sang putra. Netra wanita itu justru menyisir sekitar. Mencari makanan yang belum ia temukan. "Habis ini nyari cilor sama minum. Di ujung biasanya ada surabi yang enak. Kita makan sekalian di sana habis ini, ya?"

Nusa terkekeh selagi menggeleng. Malam ini, Rossa benar-benar tampak seperti gadis muda yang begitu gembira berburu kuliner dan Nusa adalah lelaki paling beruntung dapat menemani sosok itu.

"Bisa bayar non-tunai?" Rossa beberapa kali memeriksa dompet dan tasnya. Berharap masih ada uang cash yang menyelinap, tapi tak ia temukan barang satu rupiah.

"Maaf belum bisa, Bu."

"Kamu ada uang cash?"

Nusa menggeleng. Ia ingat betul hanya mengisi dompet dengan kartu identitas dan beberapa kartu ATM. "Aku ambilin sebentar, Ma. Ada ATM di dekat parkiran tadi."

Rossa mengangguk. Wanita itu mengambil alih makanan yang lelaki itu pegang dan membiarkan putranya pergi.

Jalanan begitu padat ketika Nusa berbalik arah. Melawan arus massa membuatnya kesulitan untuk dapat bergerak di antara keramaian. Ia merasa pengap berada di antara keramaian hingga tiba-tiba pandangannya membayang. Ia tak dapat mendengar apapun. Hanya lalu lalang manusia yang terlihat samar oleh pandangannya membuat tampak mustahil jika mendadak senyap. Napas lelaki itu memburu. Pandangannya liar memandang sekitar. Ada hal yang perlu ia temukan, tapi Nusa tiada tahu apa yang ia inginkan.

"Yan!"

Nusa memutar tubuh. Mencari satu-satunya suara yang tertangkap telinganya. Namun, berulang kali ia mengedarkan pandangan, tiada ia temukan figur pemilik suara itu. Netra Nusa beralih memandang telepon yang ia genggam, lantas ia dekatkan pada telinga.

"Yan, tolong gue!"

Ia menangkap saura dari telepon genggam. "Kakak di mana?"

"Gue enggak tahu. Mama yang bawa gue ke sini. Cepetan datang! Gue udah share lokasinya. Tolong gue! Gue ... takut."

Jantung Nusa berdetak cepat. Langkah kaki lelaki itu menuju ke tengah jalan. Berniat menyeberang sedangkan suara meminta bantuan yang sama, terdengar semakin jelas.

Bunyi klakson terdengar keras ketika sosok itu membelah jalan. Sorot lampu yang mengenai wajahnya membuat tubuh Nusa seketika bergetar hebat. Tubuh yang bersentuhan dengan badan mobil, sensasi melayang di udara, dan benturan keras pada kepala seketika terbayang. Berkali-kali klakson dibunyikan, tapi lelaki itu masih tetap berdiri di tempatnya.

Rossa menoleh saat terdengar keributan. Bunyi klakson yang berulang serta jalanan yang mendadak macet membuat atensi wanita itu terarah pada sosok remaja yang berdiri di tengah jalan. Dengan langkah cepat, ia menyibak keramaian. Dengan cepat, ia menarik Nusa yang masih bergeming di tempatnya. "Kamu ngapain?" sentaknya.

Nusa SagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang