Bagian 20

727 72 29
                                        

Nusa beberapa kali mengernyit ketika rangkaian kode yang memenuhi layar laptopnya kerap tampak mengganda. Setelah serangan yang ia dapat di ruang OSIS tadi, Nusa merasa tubuhnya belum benar-benar membaik. Padahal gejala dari sakitnya biasanya langsung menghilang setelah ia mengonsumsi obat pereda. Barangkali ia perlu datang ke rumah sakit dan berkonsultasi terkait penyakitnya yang belakangan sering kambuh dan membutuhkan waktu lama untuk mereda. Ingin lelaki itu merebahkan diri di atas kasur. Namun, satu hal penting menuntutnya langsung duduk di depan laptop selepas sampai rumah.

"Mas ...."

Nusa menilik waktu ketika terdengar suara ketukan dari luar. Sudah jam tujuh malam dan dirinya bahkan belum sempat mandi atau berganti pakaian. Kedua orang tuanya pasti sudah menunggu di meja makan untuk menjalankan ritual makan malam.

"Mbak masuk, ya?" Mira lebih dulu membuka pintu sebelum terdengar jawaban dari tuan mudanya.

Badan Nusa sontak berbalik ke arah pintu dengan tangan yang refleks menutup laptop ketika asisten rumah tangganya tiba-tiba masuk ke dalam kamar. "Mama sama Papa biar makan malam dulu aja, Mbak." Kalimat itu meluncur cepat dari bibir Nusa.

Mira sama terkejutnya ketika mendapati lelaki berumur tujuh belas tahun itu duduk di depan meja belajar dengan masih berpakaian seragam sekolah. "Astaghfirullah ... Mas Nusa belum mandi?"

Senyuman kaku terbit di wajah tampan yang sedikit pucat itu.

"Itu udah ditungguin Bapak sama Ibu buat ke rumah Oma, lho. Ini bajunya juga udah selesai Mbak setrikain." Perempuan berkaus hijau tua itu meletakkan empat potong pakaian di atas kasur. Celana panjang warna hitam, jas hitam, kaus putih, dan kemeja abu muda.

Nusa tak yakin akan apa yang didengarnya dari Mira. "Ke mana, Mbak?"

"Ke rumahnya Opa sama Oma, Den Bagus," perempuan berumur tiga puluhan itu tampak gemas dengan wajah polos Nusa di tempatnya duduk, "Mas lupa kalau malam ini ada acara ulang tahun pernikahannya Opa sama Oma?"

"Iyakah?" Lelaki itu langsung bangkit dari duduknya. "Bentar, Mbak. Minta tolong buat nungguin aku sebentar." Lantas secepat kilat, lelaki itu setengah berlari menuju kamar mandi.

Mira hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan tuan mudanya. "Bajunya Mbak taruh di sini, ya, Mas. Mbak udah siapin kaus sama kemeja. Terserah Mas mau pakai yang mana buat dijodohin sama jasnya."

Tidak terdengar jawaban dari kamar mandi. Hanya suara gemercik air yang Mira tangkap sebelum memutuskan keluar kamar.

Tak perlu waktu lama untuk Nusa membersihkan diri. Lelaki itu langsung keluar dari kamar mandi dan mengambil pakaian yang telah Mira siapkan. Nusa menyisir rambut dengan cepat tanpa mengeringkannya. Sebelum keluar kamar, ia sempat menyemprotkan parfum ke tubuh. Paling tidak, ia harus tetap wangi meski berpenampilan tak serapi biasanya. Dengan tergesa, lelaki itu menuruni tangga untuk sampai ke ruang tamu di mana Hadyan dan Rossa telah menunggu.

Raut kusat Hadyan yang Nusa dapati ketika laki-laki itu sampai di hadapan kedua orang tuanya. "Papa ada penerbangan jam sembilan dan kamu baru aja selesai? Papa enggak enak kalau cuma sebentar di rumah Opa dan langsung pamit ke luar kota." Kalimat dingin sang papa menyambut Nusa.

"Maaf, Pa," ucapnya.

"Ini juga kita masih mau ngambil hadiah. Belum juga kalau macet." Pria berjas hitam itu bangkit dari sofa.

"Aku udah minta orang buat ngirim hadiahnya. Kita langsung ke rumah aja." Rossa turut bangkit dari duduknya. Wanita itu tampak sangat cantik dengan balutan dress panjang berwarna cokelat dan rambut yang diikat rendah. Nusa tak dapat menahan senyumnya mendapati penampilan ibunya malam ini dan pembawaan sosok itu yang selalu tampak tenang.

Nusa SagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang