Jiwa Rossa kembali tergunjang hebat. Sedangkan ia tak mungkin mengambil alih stir dalam konsentrasi yang tak sepenuhnya ia miliki. Ia tidak cukup berani untuk membahayakan nyawanya dan ibunya. Lelaki itu melangkah menuju kamar setelah meninggalkan sang ibu. Mengabaikan Mira yang masih mencemaskan keduanya. Melihat Rossa pulang dalam keadaan kacau dan tampilan Nusa yang tak kalah buruk mengundang banyak pertanyaan bagi Mira. Satu-satunya orang yang tak mengerti kekacauan di rumah mereka.
"Mas yakin enggak papa? Mas juga kelihatan pucet banget gitu." Itu ketiga kalinya Mira melempar pertanyaan kepada Nusa. Wanita itu tiada dapat menyembunyikan kekhawatiran setelah menangkap raut pucat Nusa. Pun bekas keringat yang tampak jelas di wajah dan tubuh lelaki itu.
Nusa hanya menggumam sebagai jawaban untuk pertanyaan itu. "Mbak jagain Mama aja. Tidur sama Mama enggak papa, kan? Takutnya nanti kalau Mama kebangun dan nyariin orang. Kalau ada apa-apa, bilang aja ke aku. Jangan kasih tahu Papa dulu tentang hal ini," pintanya diikuti persetujuan oleh Mira. Lantas setelah mengatakan hal itu, Nusa menaiki tangga untuk sampai di lantai dua kamarnya.
Lelaki itu langsung membaringkan diri di atas kasur. Energinya benar-benar terkuras habis hingga yang tersisa hanya tubuhnya yang terasa remuk. Lemas dan nyeri hampir di semua persendian. Nusa telentang selagi menutup mata. Satu tangannya tergerak memijat kening yang masih saja terasa berat. Hela napas lelah mengudara dari sosok itu. Masih ada pekerjaan yang belum ia selesaikan, tetapi tubuhnya benar-benar tak lagi mau diajak bekerja sama. Ia harap dapat sebentar saja terlelap untuk memulihkan tenaga. Namun, belum sampai kesadaran lelaki itu lesap dalam alam mimpi, sakit itu muncul kembali.
Nusa memiringkan tubuh ke sisi kiri ketika sensasi tumpul di dalam kepalanya kembali menekan kuat-kuat. Kali ini berkali lipat lebih sakit dari yang ia dapat di rumah sang oma. Ia membenamkan sebagian wajah ke kasur dengan harapan berhasil meredam sakit. Namun, sekuat apapun Nusa coba lawan, keringat yang merembas dari pori-pori kulitnya tak dapat berbohong mengisyaratkan seberapa sakit ia.
Napas lelaki itu memburu. Nusa tak mungkin terus bertahan dalam kondisi seperti ini. Obat pereda yang diberikan pun telah ia konsumsi beberapa kali dengan dosis melebihi anjuran, tapi hanya memberikan efek yang singkat. Di luar perjanjianya dengan Hadyan, ia jua tak mau orang-orang di sekitarnya tahu bahwa dirinya sekarat. Lantas, dengan sebisa mungkin mempertahankan kesadaran, satu tangannya meraih ponsel untuk meminta bantuan.
Anda
Mas, antar ke rs***
Pinka dapat menangkap dengan jelas gusar dalam tubuh Evelyn. Ia juga turut gugup mendapati kenyataan bahwa Senin, minggu depan akan dilaksanakan penilaian tengah semester. Namun, tak seperti biasanya yang terlihat lebih tenang, Evelyn justru menampilkan hal sebaliknya. Entah apa yang sebenarnya sosok itu khawatirkan hingga kerap kali mengecek ponsel dan laptop bergantian.
"Ka, lo punya nomor Nusa?"
Pinka sontak mengangkat pandangan dari buku fisika yang ia pelajari. Gadis itu memutar-mutar pensil selagi mengernyit dalam. "Kan, ada di grup angkatan nomornya."
"No, bukan nomor WA. Telepon biasa. Lo punya?"
Meski pertanyaan itu terkesan aneh, Pinka tetap memberi respons. Gadis berkaus abu-abu itu mengangkat bahunya. "Mana ada. Cari aja di rumahnya kalau lo butuh orangnya. Dia enggak masuk juga tadi." Padahal Pinka harap, seusai pulang sekolah mereka dapat belajar bersama. Akan tetapi, acara keluarga menjadi alasan remaja lelaki itu absen di kelas. Pun, ia tak dapat menghubungi Nusa sejak semalam.
"Enggak masuk karena apa?"
Pinka semakin merasa aneh dengan reaksi Evelyn yang berlebihan. Gadis itu selalu berupaya menghindari Nusa, baik dalam percakapan terkait sosok itu atau tatkala bertemu langsung. Akan tetapi, ada kala Evelyn memberikan respons berlebihan saat membicarakan Nusa. "Lo serius enggak suka sama Nusa, kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Nusa Sagara
Fiksi Remaja"Sa, gue butuh bantuan lo." Pinka tak pernah menyangka jika satu kalimat itu akan mengantarkannya pada kisah yang panjang. Pada sejuta sisi kelam yang tiada juga menemukan ujung. Pada rahasia semesta yang tidak pernah ia sangka akan seluas nusa-saga...