Chapter 32

543 132 13
                                    

Memberikan wanita itu segelas air minum, Sakura memperhatikannya dengan diam tanpa banyak bertanya. Ia masih syok dengan kedatangan tiba-tiba ibu mertuanya sambil menangis seolah sedang dikejar hantu.

Padahal menurutnya jika ingin meminta maaf tidak perlu seperti itu, membuatnya dan bahkan Sasuke terkejut. Beruntung wanita itu mulai tenang dan duduk di sofa ruang keluarga. Dan Sasuke ia menyuruh suaminya untuk kembali bekerja karena jam istirahatnya sudah selesai. Untuk masalah ini akan ia selesaikan sekarang dengan ibu mertuanya, agar ke depannya tidak ada lagi kejadian seperti tadi.

"Aku sudah memaafkan ibu" dia membuka suara setelah beberapa saat terdiam memperhatikan Mikoto. "Tapi jujur saja bu, aku belum bisa bersikap biasa saja layaknya mertua dan menantu jika berada di dekat ibu, aku mungkin butuh waktu aku harap ibu mengerti"

Mikoto menaruh gelas tersebut di atas meja, dia menatap Sakura masih dengan tatapan penyesalan bercampur haru. "Terima kasih banyak nak, setidaknya kau sudah memaafkan ibu, itu saja sudah cukup. Ke depannya ibu akan berusaha memperbaiki hubungan kita berdua" ucapnya tulus, ini jelas keinginannya untuk berdamai dengan Sakura.

Beberapa bulan belakangan ego terlalu menguasai dirinya, tenggelam dalam kesombongan dan selalu meremehkan menantunya ini. Ia sadar betapa sangat membenci Sakura hanya karena latar belakang keluarga wanita itu. Tapi lambat laun ini ia sadar, kebencian benar-benar tidak memberikan keuntungan apapun pada dirinya.

Ia hampir diceraikan suaminya ketika tahu ia sempat beberapa kali membuat hubungan rumah tangga putra bungsunya itu kacau.

Sekarang ia sadar kenapa Fugaku menyayangi Sakura layaknya putri kandung mereka, karena wanita itu sangat baik dan bertanggung jawab. Meski dia diperlakukan tidak baik, tapi dia selalu menjalankan tugasnya sebagai istri dan menantu yang baik. Harusnya ia sadar dari dulu jika menantu seperti Sakura tidak bisa didapatkan dengan mudah di dunia sekarang.

"Ah ya" gumam Sakura, "makanlah jika ibu belum makan siang, aku harus menyusui Sarada"

"Terima kasih, tapi ibu sudah makan. Ibu kesini juga untuk melihat Sarada"

Sakura beranjak terlebih dahulu menuju box bayi yang berada di ruang keluarga tersebut. Putrinya memang masih tertidur semenjak suaminya kembali bekerja, tapi jika sudah waktunya untuk minum asi mau tidak mau harus dibangunkan.

Sarada juga bukan bayi yang rewel, dia tenang persis Sasuke. Dia hanya akan menangis saat-saat tertentu seperti lapar atau mengantuk. Sakura bersyukur bayinya tidak banyak bertingkah di saat ia sedang ada masalah kecil seperti ini. Tapi sebenarnya ia tidak masalah juga jika Sarada rewel, sudah sepantasnya bukan bayi itu rewel?

"Dia selalu tenang, persis sekali dengan Sasuke saat bayi dulu" Mikoto mendekat sambil mengelus pipi halus cucunya yang asik menyusu pada ibunya.

"Ya aku pikir juga begitu bu" jawab Sakura membenarkan.

Sedang bayi itu masih menikmati asi ibunya sambil menatap wajah cantik ibunya yang selalu tersenyum. Seolah mengerti jika ibunya sedang menatapnya dia membalas tatapan tersebut dengan matanya yang terbuka lebar.

"Benar-benar anak Uchiha Sasuke" ucap Sakura tanpa sadar, ia hampir tertawa kecil melihat putrinya yang memiliki hampir semua wajah suaminya. Daripada iri ia lebih senang. Suaminya tampan tentu saja putrinya akan sangat cantik.

"Tapi hidungnya sama sepertimu kecil mancung" puji Mikoto, tidak melebih-lebihkan karena memang benar nyatanya seperti itu.

"Iya ayahku juga berkata seperti itu" balas Sakura.

.

.

.

Sasuke yang saat itu sedang memperhatikan laporan di email yang dikirim oleh bawahan mendadak memijat pelipisnya. Sepertinya ia terlalu lama menikmati cuti hingga tidak menyadari ada beberapa masalah di perusahaan. Mendengus kesal, ia mengetik sesuatu pada bawahannya. Mereka harus melakukan rapat secepat mungkin, tapi ia masih belum bisa meninggalkan istri dan anaknya sendirian di rumah.

The Arrogant Uchiha FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang