Malam semakin larut, dan suara alam yang hening hanya dipecah oleh desahan angin dan gemerisik daun cemara. Rania berjalan bersebelahan dengan Rangga, merasa ada beban di hati yang perlu diungkapkan, terutama kepada Amara.Sesampainya di tenda, suasana terlihat tenang. Amara terbaring di dalam sleeping bag. Kayla, di sisi lain, duduk di tepi tenda, terlihat mengorganisir barang-barang mereka. Rania menatap Amara, ingin sekali meminta maaf dan menjelaskan perasaannya, tapi saat dia membuka mulut, Amara pura-pura tertidur, bernapas teratur dan tidak bergerak sedikit pun.
Kayla, yang melihat Rania gelisah, menepuk bahunya dengan lembut. "Rania, sudah larut. Mungkin lebih baik kamu tidur saja. Besok kita masih ada perjalanan yang panjang," saran Kayla sambil tersenyum, berusaha memberikan dukungan tanpa menambah ketegangan di antara mereka.
Rania menghela napas, merasakan campuran frustrasi dan sedih. Dia ingin berbicara dengan Amara, tetapi kini dia merasa terjebak dalam situasi yang rumit.
"Iya, Kay. Aku akan coba tidur," jawab Rania, berusaha menenangkan hatinya meski tetap merasakan kepedihan atas apa yang terjadi.
Rania berbaring di dalam sleeping bag-nya, namun pikirannya tak bisa berhenti memikirkan Amara dan perasaannya yang terpendam. Dia merasa bersalah karena situasi ini telah merusak persahabatan mereka, dan kini, bahkan saat ingin meminta maaf, Amara tampak menjauh. Meskipun Kayla berbicara lembut, hatinya tetap berat.
---
Pagi menyambut mereka di Kalimati dengan cahaya lembut yang menyinari area perkemahan. Embun pagi masih menggantung di dedaunan cemara, dan suara burung berkicau menyanyikan lagu kehidupan baru. mereka semua berangsur-angsur keluar dari tenda, merasakan udara segar yang menyentuh kulit mereka. Meskipun tampak ceria di luar, ada ketegangan yang masih menyelimuti hubungan mereka, terutama antara Rania dan Amara.
Aldi, yang selalu menjadi pengikat kelompok, merasakan suasana ini. Dia tahu bahwa jika mereka tidak menyelesaikan masalah ini, perjalanan mereka bisa terpengaruh.
Dengan langkah tegas, dia berdiri di tengah mereka, menatap satu per satu dengan mata penuh kehangatan. "Teman-teman," katanya dengan suara yang jelas,
"sebelum kita melanjutkan perjalanan ini, aku ingin kita berbicara sejenak. Aku tidak ingin ada pertengkaran di antara kita."
Semua orang terdiam, menunggu Aldi melanjutkan. "Kita sudah melalui banyak hal bersama. Persahabatan kita adalah perjuangan, bukan hanya tentang tawa dan kebahagiaan, tetapi juga tentang bagaimana kita saling mendukung satu sama lain dalam setiap masalah. Kalian tahu, hidup ini tidak selalu mudah, dan kadang kita saling melukai tanpa sengaja."
Mendengar kata-kata tersebut, Rania dan Amara saling bertukar tatapan. Ada kesedihan dan kerinduan dalam tatapan itu. Rania merasa air mata mulai menggenang di matanya, sedangkan Amara pun merasakan hal yang sama.
"Kita tidak bisa membiarkan masalah ini merusak apa yang telah kita bangun selama ini. Kita harus saling memaafkan dan belajar dari kesalahan," lanjut Aldi, nadanya semakin penuh harap.
"Maaf, Amara," ucap Rania, suaranya bergetar.
"Aku tidak ingin ada yang merusak persahabatan kita. Aku tahu telah membuatmu sakit hati, dan aku sangat menyesal."
Amara menghela napas panjang, kesedihan dan kekecewaannya masih terasa, tetapi mendengar ketulusan Rania, hatinya mulai melunak.
"gue juga minta maaf, Ran. gue seharusnya tidak langsung menyalahkan.dan gue sadar kalau udah egois," balas Amara, air mata mulai mengalir di pipinya.
Kayla dan Rangga berdiri di samping mereka, terharu melihat momen ini. "Kita semua saling mencintai sebagai teman. Mari kita ingat semua momen indah yang telah kita lalui bersama," kata Kayla, berusaha membawa suasana kembali hangat.
Tak dapat menahan emosi lagi, Rania dan Amara saling berpelukan, merasakan kelegaan dan kasih sayang yang mengalir di antara mereka. "gue gk mau kehilangan lo ran" bisik amara di telinga rania, suaranya penuh haru.
rania membalas pelukan itu, merasakan semua rasa sakit dan kerinduan yang terpendam dalam persahabatan mereka.
--
Setelah mereka menyelesaikan pelukan hangat penuh emosi, Aldi menyadari ada satu lagi yang perlu dibicarakan. Dia menatap Arga yang berdiri sedikit terpisah, tampak frustasi dan bingung setelah apa yang terjadi. "Arga, kau juga harus bicara," ucap Aldi, mengundang perhatian teman-teman mereka.
Arga terlihat ragu, tetapi setelah menghela napas dalam-dalam, dia mengangguk.
"Gue... gue ingin minta maaf juga," katanya, suaranya sedikit bergetar.
"Selama ini, gue terlalu egois. Gue nggak pernah mikirin perasaan kalian, terutama Amara. Gue cuma terpaku pada apa yang gue mau tanpa mempertimbangkan dampaknya."
Semua orang terdiam, memberikan kesempatan bagi Arga untuk melanjutkan.
"gue nggak tau Amara menyimpan perasaan selama ini. Ketika mengungkapkan perasaan pada Rania, gue hanya lihat apa yang gue rasakan tanpa melihat bagaimana itu mungkin melukai Amara. jujur gue sangat menyesal."
Air mata mulai mengalir di pipi Amara saat mendengar kata-kata Arga. Dia merasa campur aduk-antara senang karena Arga mengakui kesalahannya dan kesedihan karena hal itu.
"Arga, gue.. seharusnya lebih jujur tentang perasaan yang selama ini gue rasakan juga. Kita berdua sama-sama egois dalam hal ini," ucapnya, suaranya bergetar.
Rania dan Kayla saling menatap, merasakan ketegangan dalam situasi itu, tetapi mereka tahu bahwa pengakuan ini adalah langkah penting untuk memperbaiki keadaan. Rania menepuk punggung Amara, memberi dukungan tanpa kata.
"gue harap kita semua bisa saling memaafkan," Arga melanjutkan, "karena kita sudah melalui banyak hal bersama. Aku tidak ingin persahabatan kita hancur hanya karena salah paham dan ego masing-masing."
Aldi, dengan semangat, berkata, "Mari kita mulai lagi. Kita bisa saling mendukung satu sama lain, terlepas dari apapun yang terjadi di antara kita. Kita adalah tim, dan itu tidak akan pernah berubah."
Melihat semua teman-temannya saling mengangguk dan mendengarkan, Arga merasa sedikit lega. "Terima kasih, teman-teman. Aku sangat menghargai persahabatan kita. Mari kita buat kenangan indah di puncak nanti."
mereka mulai berpelukan bersama, Dengan semua perasaan yang terlontar, suasana di antara mereka mulai kembali hangat. Mereka semua merasa lebih ringan, seolah-olah beban yang telah lama dipikul kini mulai terangkat.
"Jadi, siap untuk perjalanan ke puncak?" tanya Kayla, wajahnya bersinar penuh semangat.
"Siap!" jawab semua serempak, menghilangkan semua ketegangan yang sebelumnya ada.
~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Mahameru
Novela Juvenilenam sahabat memutuskan untuk melakukan pendakian menuju puncak Mahameru, gunung tertinggi di Pulau Jawa. Masing-masing dari mereka memiliki alasan yang berbeda untuk mengambil langkah berani ini. Dalam perjalanan menuju puncak, mereka tidak hanya m...