Ketika perjalanan mulai mendekati rumah Aldi, Arga melirik Rangga di sebelahnya.
"Lo mau gue anter ke rumah atau turun di rumahnya Aldi aja?" tanyanya sambil memperlambat laju mobil.
Rangga mengangguk kecil.
"Turun di rumahnya Aldi aja, motor gue parkir di sana."
Arga hanya mengangguk dan mempercepat laju mobil hingga berhenti tepat di depan rumah Aldi. Di dalam mobil, semua masih tertidur lelap, kecuali Rania yang terjaga. Rania perlahan menepuk pundak teman-temannya satu per satu, mulai dari Kayla hingga Amara, agar mereka terbangun.
"Eh, udah sampe nih," ujar Rania dengan suara lembut namun cukup jelas.
Aldi yang masih setengah sadar menguap lebar. "Hah? Udah nyampe rumah gue?" katanya, berusaha menenangkan matanya yang masih terasa berat.
"Iya, Di. Udah nyampe, turun gih," jawab Rania dengan senyum tipis.
Setelah semua sadar, mereka membantu Aldi turun bersama Rangga, yang memastikan barang-barangnya sudah lengkap. Aldi dan Rangga berdiri di samping mobil, mengucapkan terima kasih sambil melambaikan tangan.
"Lo hati-hati ya di jalan. Makasih udah anter," kata Rangga kepada Arga.
"Siap! Sampe ketemu lagi, ya," jawab Arga.
Mereka semua saling melambai, dan Arga pun melanjutkan perjalanan, meninggalkan Aldi dan Rangga di depan rumah dengan kenangan penuh yang baru saja mereka lalui bersama.
Perjalanan kembali dilanjutkan dalam keheningan yang pekat. Suara deru kendaraan, klakson yang bersahutan, dan cahaya lampu kota Jakarta yang mulai menyala satu per satu menjadi latar perjalanan mereka. Arga tetap fokus pada kemudi, sementara Rania dan Amara tenggelam dalam pikiran masing-masing, mungkin memutar ulang kenangan-kenangan dari pendakian yang baru saja mereka lewati. Hati mereka lelah, namun penuh, dipenuhi jejak perjalanan yang mendalam.
Ketika mobil akhirnya berhenti di depan rumah Kayla, mereka semua sejenak terjaga dari lamunannya. Kayla, yang sudah siap dengan tas dan barang-barangnya, melirik mereka dengan senyuman kecil. Saat dia turun dari mobil, kedua orang tuanya sudah menunggu di halaman, senyum lebar menyambut putri mereka. Tanpa ragu, mereka langsung memeluk Kayla, memperlihatkan kehangatan yang membuat hati Rania, Arga, dan Amara terasa tersentuh. Melihat pemandangan itu, tanpa sadar senyum lembut terbit di wajah mereka, meski di dalam hati ada sedikit rasa iri, bukan iri karena tidak senang, melainkan kerinduan akan sambutan serupa.
Ibu Kayla berjalan mendekat ke arah mereka yang masih duduk di dalam mobil.
"Terima kasih ya, sudah menjaga Kayla selama perjalanan. Saya yakin tanpa kalian, Kayla pasti nggak akan bisa sekuat ini. Kalian hati-hati, ya."
Rania tersenyum, menahan rasa haru yang menyelinap di hatinya. "Iya, Tante, sama-sama. Terima kasih juga udah percaya sama kita."
"Ayo, pamit dulu sama temen-temenmu, Kayla," kata ayahnya sambil tersenyum, melirik Kayla yang menahan air mata kecil di sudut matanya. "Thank you, guys, for everything," ucapnya pelan. "Kalian jangan lupa main ke sini lagi, ya."
. "Pasti, Kay," jawab Amara, melambaikan tangan sebelum Kayla akhirnya masuk ke rumah. Rasanya sulit untuk benar-benar pergi setelah kebersamaan yang terjalin begitu erat.
Saat mereka mulai menjauh dari rumah Kayla, Arga memecah keheningan.
"Kayaknya, habis pendakian ini semuanya jadi lebih dekat, ya?"
Rania mengangguk setuju sambil tersenyum,
"Gue bersyukur banget bisa ngelewatin semua itu sama kalian. Gue nggak tahu apa bisa ngerasain hal kayak gini lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Mahameru
Roman pour Adolescentsenam sahabat memutuskan untuk melakukan pendakian menuju puncak Mahameru, gunung tertinggi di Pulau Jawa. Masing-masing dari mereka memiliki alasan yang berbeda untuk mengambil langkah berani ini. Dalam perjalanan menuju puncak, mereka tidak hanya m...