17| summit attack

8 2 0
                                    

Mereka melanjutkan pendakian di jalan yang semakin sulit, dengan tubuh digigit dinginnya udara malam. Rasa kantuk mulai menyerang, tapi mereka tetap memaksa diri untuk melangkah. Di kejauhan, kawah Jonggring Saloko terus mengeluarkan asap putih yang membuat nyali mereka semakin menciut, tapi tidak ada yang menyerah.

Langkah demi langkah mereka lewati, mendaki lebih tinggi lagi, seolah-olah puncak tak pernah ada. Kelelahan merasuki setiap otot, tapi semangat untuk mencapai puncak masih menggelora. Mereka terus menatap ke depan, hanya bertahan dengan tekad dan janji yang sudah mereka buat.

“Guys, lihat! Kita hampir sampai!” Arga berteriak dengan semangat yang tiba-tiba meluap saat mereka sudah bisa melihat puncak Mahameru yang tinggal beberapa meter di depan mereka. Suara Arga membawa semangat baru ke dalam tim, dan semua mata berbinar, meski rasa kantuk dan lelah begitu berat.

Mereka berjalan dalam satu barisan, saling bergandengan satu sama lain di jalan yang semakin menanjak tajam. Namun, di tengah langkah-langkah penuh harapan itu, Aldi yang berada di paling belakang mulai kehilangan keseimbangan. Kelelahan yang sudah memuncak tiba-tiba meruntuhkan tubuhnya, dan dia jatuh terkapar di tanah yang berbatu.

“ALDI!” teriak Kayla yang pertama kali menyadari, suaranya panik. Semua langsung berhenti dan berlari ke belakang, menghampiri Aldi yang tergeletak.

Rania dan Rangga langsung mendekat, membantu memeriksa Aldi yang terlihat lemas. Napasnya terengah-engah, wajahnya pucat, jelas tubuhnya sudah kehabisan tenaga.

“Gue... gue nggak kuat lagi,” ucap Aldi, suaranya parau. Matanya hampir terpejam, tapi dia masih berusaha untuk tetap sadar.

Arga menggigit bibirnya, rasa panik mulai muncul. Mereka sudah sangat dekat dengan puncak, tapi keselamatan Aldi lebih penting dari apapun. "Kita harus kasih dia istirahat. Nggak ada yang bisa maksa sekarang," kata Arga dengan nada tegas tapi jelas dipenuhi kekhawatiran.

Mereka saling menatap dengan cemas, sementara di sekitar mereka, dingin malam semakin menusuk tulang. Meski puncak sudah dekat, kekhawatiran terhadap keadaan Aldi kini jadi fokus utama mereka.

wajah aldi semakin pucat. “Gue nggak bisa jalan lagi, kaki gue sakit banget,” ujarnya sambil menahan rasa sakit di kakinya yang mulai kram. Wajahnya tampak penuh penderitaan, dan dia tahu kalau keadaan ini bisa memperlambat mereka semua.

Dia berusaha tegar, tapi pada akhirnya, dengan nada lemah, dia berkata, “Lo semua lanjut aja ke puncak... Gue nggak apa-apa di sini. Gue bisa tunggu di sini sampai lo semua balik lagi.”

amara yang berada di samping Aldi langsung memotong dengan keras, “Apa lo gila? Kita udah janji nggak akan ninggalin satu sama lain! Lo pikir kita tega ninggalin lo di sini?”

Aldi menunduk, merasa bersalah. “Tapi gue nggak mau jadi beban buat lo semua...”

Rania langsung merespons dengan tegas, “Kita semua di sini bareng-bareng, Al. Kita udah jalan sejauh ini. Gue nggak peduli seberapa lambat, kita bakal sampai ke puncak bareng, titik!”

Rangga menepuk bahu Aldi, tatapannya serius. “Lo inget kan, kita udah janji. Apapun yang terjadi, kita nggak bakal ninggalin satu sama lain. Jadi, jangan ngomong kayak gitu lagi.”

Aldi terdiam, matanya mulai berkaca-kaca mendengar kata-kata mereka. Dia benar-benar terharu melihat betapa teman-temannya peduli padanya. “Lo semua... serius?” suaranya mulai bergetar.

Arga tersenyum dan mengulurkan tangannya ke arah Aldi. “Udah pasti, bro. Kita udah sejauh ini. Lo pikir kita bakal ninggalin lo? No way.”

Aldi tersenyum kecil, menahan rasa haru yang mulai membanjiri dadanya. “Thanks, guys... gue nggak tau harus ngomong apa.”

Kayla, Rania, dan amara membantu Aldi berdiri perlahan, sementara Arga dan rangga mengambil alih untuk membopong Aldi. Mereka tahu jalannya masih berat, tapi mereka tidak peduli. Persahabatan mereka jauh lebih kuat dari rintangan apapun yang ada di depan.

Mereka saling menopang, berjuang bersama, dan dengan perlahan-lahan, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju puncak. Meski kaki Aldi sakit dan langkah mereka jadi lebih lambat, semangat di antara mereka tetap berkobar. Puncak Mahameru kini semakin dekat, dan mereka tahu bahwa saat mereka akhirnya sampai di sana, itu akan menjadi pencapaian yang lebih dari sekadar mendaki gunung.

Itu akan menjadi simbol persahabatan mereka yang tak tergoyahkan, perjuangan yang mereka lalui bersama, dan janji yang mereka tepati untuk tidak pernah meninggalkan satu sama lain.

--
Perjalanan mereka kembali berlanjut, meskipun perlahan. Udara semakin tipis, dan rasa lelah makin menghantam tubuh mereka satu per satu. Namun, meskipun kaki mereka gemetar, semangat yang terus membara di dalam hati masing-masing membuat mereka terus melangkah. Aldi, yang dibantu oleh teman-temannya, berusaha sekuat tenaga untuk tetap berjalan, meski rasa sakit di kakinya semakin menjadi.

Langkah demi langkah, mereka mendaki jalur yang semakin terjal. Angin dingin menyapu wajah, sesekali membawa butiran pasir yang membuat mata perih. Cahaya fajar mulai mengintip dari balik gunung, memberi secercah harapan dan semangat baru bagi mereka. Mereka bisa merasakan bahwa puncak Mahameru sudah tidak jauh lagi.

“Ayo, guys... dikit lagi,” kata Arga dengan suara serak, berusaha menyemangati yang lain. Dia menatap teman-temannya satu per satu, memastikan semua baik-baik saja. Kayla, yang wajahnya sudah pucat dan penuh debu, tetap tersenyum meski napasnya tersengal-sengal. Rania, meski sudah terlihat sangat lelah, masih memegang erat tangan Aldi, membantunya menjaga keseimbangan.

Mereka terus berjalan, bahkan ketika setiap langkah terasa semakin berat. Rangga, yang memimpin di depan, sesekali berhenti untuk memastikan jalur yang mereka lalui aman. “Udah dekat, gue bisa lihat puncaknya!” teriaknya, memberi dorongan semangat bagi semua orang.

Dengan semangat yang baru, mereka berjuang melawan rasa kantuk dan kelelahan yang seolah tak tertahankan. Jalan yang semakin curam membuat mereka harus saling menggandeng satu sama lain, berusaha untuk tidak terpeleset di jalur berbatu. Pemandangan di sekitar mereka mulai berubah, dengan langit yang perlahan-lahan berubah warna menjadi jingga, pertanda matahari akan segera terbit.

Aldi, meskipun masih kesakitan, tidak berhenti tersenyum. Dia tidak menyangka teman-temannya akan sejauh ini mendukungnya. “Gue bener-bener nggak nyangka lo semua bakal nungguin gue,” ujarnya lirih.

“Ini perjalanan kita bareng-bareng, Al. Lo bagian dari kita, jadi nggak ada yang bakal ninggalin lo,” jawab Rangga sambil menepuk pundaknya.

Langit MahameruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang