9| kembali mendaki

20 5 0
                                    

Seiring berjalannya waktu, pagi mulai datang. Suara api unggun yang crackling perlahan menghilang, tergantikan oleh nyanyian burung-burung yang mulai beraksi di pagi hari. Ketika matahari perlahan muncul dari balik pegunungan, sinarnya mulai menyinari danau Ranu Kumbolo, menciptakan pemandangan yang sangat memesona.

kayla, yang masih duduk di dekat api unggun, merasakan hangatnya sinar matahari pertama di wajahnya. Ia menatap ke arah danau, terpesona oleh keindahan air yang berkilauan di bawah cahaya pagi.

"Lihatlah! Betapa indahnya!" serunya, tidak dapat menahan rasa takjubnya.

Arga dan yang lainnya menoleh, ikut mengagumi keindahan alam di depan mereka. Air danau memantulkan warna jingga dan kuning keemasan, menciptakan panorama yang sempurna.

"Kita benar-benar beruntung bisa berada di sini," kata Arga dengan senyum lebar.

Amara, meskipun masih merasakan sedikit cemburu, tidak bisa menahan kekagumannya terhadap keindahan pagi itu.

"Ini adalah pemandangan yang ingin gue tunjukin ke semua orang," ucapnya, berusaha mengalihkan pikirannya dari perasaannya yang bercampur aduk.

Rangga, yang awalnya duduk diam, kini ikut terpana oleh keindahan yang ada.

"Setiap perjalanan pasti ada momen indahnya," gumamnya, tersenyum melihat Rania yang terlihat bahagia.

Mereka semua berdiri, berdecak kagum melihat matahari yang semakin tinggi. Keindahan Ranu Kumbolo yang diselimuti cahaya pagi membuat momen ini semakin berharga. Dalam keheningan yang damai, mereka saling bertukar pandang, merasakan kekuatan persahabatan mereka di tengah keindahan alam yang menakjubkan.

---

Setelah menikmati keindahan matahari terbit di Ranu Kumbolo, semangat mereka mulai berkobar kembali. Suara gelak tawa dan candaan mengisi udara pagi yang segar.

"Baiklah, sudah saatnya kita melanjutkan pendakian!" kata amara dengan penuh semangat. Ia mengumpulkan perhatian teman-temannya, dan semua setuju.

Arga menyentuh gitarnya satu terakhir kalinya sebelum menyimpannya di tas. "Ayo, tunjukin  pada puncak Mahameru betapa kuat nya persahabatan kita!" ucapnya, penuh percaya diri.

Amara yang berusaha menutupi rasa cemburu, langsung mengangkat tasnya dan bersiap. "Kita nggak boleh ngebuang waktu. Puncak udah menunggu!" serunya, berusaha tampil ceria.

Rangga, yang berdiri di dekat Rania, hanya mengangguk sambil menatap lembah di depan mereka. Dalam hati, ia merasa bangga bisa berada di sana bersama mereka. Meskipun ada rasa aneh yang menggelayuti pikirannya, keindahan alam di sekitar mereka mampu meredakan perasaan itu.

"Jangan lupa, kita harus tetap hati-hati dan menjaga satu sama lain!" tambah aldi dengan serius, mengingatkan mereka akan pentingnya saling menjaga di tengah tantangan pendakian.

Dengan itu, mereka mulai melanjutkan perjalanan.

Perjalanan mereka berlanjut dimulai dari Tanjakan Cinta, sebuah tanjakan legendaris yang menyimpan mitos tersendiri di kalangan para pendaki. Konon katanya, jika menaiki tanjakan ini tanpa menoleh ke belakang, cinta yang diinginkan akan terwujud. Namun, jika seseorang menoleh, cinta itu akan hilang.

Amara memandangi tanjakan yang curam itu dengan napas teratur. "Jadi, katanya nggak boleh nengok ke belakang ya kalau mau cinta kita berbalas?" Amara bertanya sambil melirik ke arah Arga.

Arga tersenyum tipis, "Ya, itu mitosnya sih. Tapi siapa tahu ada benernya." Matanya berkilat usil saat ia memandang Amara. "Siapa yang mau coba duluan?"

Rania tertawa sambil menatap tanjakan itu. "Ayo, siapa berani? Siapa yang  cintanya perlu diuji?"

Mereka semua tertawa kecil, namun ketika langkah demi langkah mulai menapaki tanjakan, suasana menjadi lebih hening. Setiap orang tampak fokus, seolah menantang diri sendiri untuk tidak menoleh ke belakang.

Amara berusaha keras menjaga pandangannya ke depan, tetapi perasaannya bercampur aduk. Rasa cemburu yang ia pendam tadi, kelelahan fisik, dan perhatian Arga yang tiba-tiba terasa lebih dalam. Sementara di belakangnya, Arga terus melangkah dengan tenang, sesekali mengawasi Amara dengan tatapan penuh perhatian.

Di puncak tanjakan, napas mereka terengah, tetapi perasaan lega dan bangga menyelimuti saat satu per satu sampai di atas tanpa menoleh ke belakang.

"Lulus, Mar! Lo nggak nengok!" seru Arga sambil tersenyum ke arah Amara.

Amara tersenyum tipis, merasa bangga sekaligus lega. "Kita lihat nanti apa mitosnya benar," jawabnya pelan, tak mampu menutupi perasaan yang mulai tumbuh di hatinya.

suasana tampak hening setelahnya,semua melihat ke arah bawah mengagumi keindahan di sana

"Luar biasa..."Rania berbisik sambil memandang ke bawah, ke arah Ranu Kumbolo yang tampak kecil dari ketinggian. Rangga nampak hanya memperhatikan Rania, seolah keindahan alam kalah dengan orang yang berdiri di hadapannya.

kayla yang melihat hal tersebut memicingkan matanya seolah mulai memahami yang terjadi.

"Sekarang sudah selesai nanjak, ada yang berani jamin nggak bakal ada yang patah hati?" Aldi berkata membuat yang lain menengok ke arahnya

"Jangan-jangan lo ya, Di!" balas Rania dengan senyum nakal, membuat suasana semakin cair.

"yaelah ran, gue aja cewe gk punya gimana mau patah hati,patah tulang tu yang ada"

mereka semua tertawa, terhibur oleh candaan Aldi yang seolah membawa energi baru di tengah perjalanan yang penuh tantangan.

---

Langit MahameruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang