15| langkah menuju puncak

7 4 0
                                    

Setelah suasana kembali hangat dan hati masing-masing merasa lebih ringan, Arga berdiri di tengah perkemahan dengan pandangan yang mantap. Di bawah langit pagi Kalimati yang bersih dan cerah, dia mengumpulkan teman-temannya yang masih terdiam setelah momen emosional tadi. “Kita sudah cukup beristirahat. Sekarang waktunya bersiap-siap lagi. Kita harus mengemasi tenda dan barang-barang. Masih ada perjalanan menuju puncak,” ujarnya dengan suara yang tegas namun lembut, seakan memberikan kekuatan baru kepada mereka semua.

Angin gunung yang dingin meniupkan semangat ke setiap sudut perkemahan. Kayla, Amara, Rania, Aldi, dan Rangga mulai bergerak. Mereka membereskan tenda, memasukkan sleeping bag, jaket, dan perlengkapan lainnya ke dalam ransel.

Tak ada lagi ketegangan di antara mereka. Hanya suara gesekan kantong dan resleting ransel yang terdengar, membaur dengan suara alam. Burung-burung di kejauhan berkicau, memberikan irama alami yang menenangkan hati mereka setelah malam penuh drama.

Rania sesekali melirik Amara yang sibuk dengan ranselnya. Meskipun masalah di antara mereka sudah diselesaikan, Rania masih merasa sedikit canggung. Namun, senyum kecil Amara saat membantunya melipat tenda membuat Rania merasa lebih tenang.

Mereka saling bekerja sama, seakan konflik yang sempat mengoyak persahabatan mereka kini hanya bagian kecil dari perjalanan panjang yang mereka hadapi bersama.

Setelah semua barang selesai dikemas dengan rapi, Arga kembali berdiri di tengah mereka, memanggil teman-temannya untuk berkumpul di lingkaran kecil. Mereka berdiri, saling berhadapan dengan wajah yang kini lebih damai, lebih bersemangat untuk melanjutkan perjalanan.

Dengan mata yang menyapu sekeliling, Arga membuka pembicaraan

“Sebelum kita lanjutkan perjalanan ke puncak, aku ingin kita semua sepakat dalam satu hal. Kita akan mendaki bersama, dan apapun yang terjadi di depan, kita harus saling mendukung. Tidak ada yang meninggalkan siapa pun.”

Aldi, yang biasanya ceria, menatap mereka dengan serius, namun senyum masih terukir di bibirnya.

“Janji itu kita buat bersama. Apapun rintangannya nanti, kita selesaikan sebagai satu tim. Kita nggak akan meninggalkan siapa pun.”

Rania, yang sejak semalam merasakan berbagai emosi bergelombang, menghela napas dalam-dalam.

Suaranya sedikit bergetar saat ia berkata, “Aku setuju. Kita jalani ini bersama-sama.” Lalu dengan penuh keyakinan, ia mengulurkan tangannya ke tengah lingkaran, seakan menjadi simbol komitmen baru mereka.

Tanpa ragu, Kayla, Amara, Aldi, Rangga, dan Arga meletakkan tangan mereka di atas tangan Rania. Satu per satu, mereka saling bertukar pandang, mengangguk, menyadari betapa pentingnya perjalanan ini bukan hanya sebagai pendakian fisik, tapi juga perjalanan emosi dan persahabatan yang telah diuji.

“Aku tahu perjalanan ini nggak akan mudah,” lanjut Arga dengan nada yang lebih lembut, “Tapi yang terpenting, kita jalani bersama. Jadi, mari kita berjanji, apapun yang terjadi nanti, kita nggak akan meninggalkan satu sama lain. Kita akan sampai di puncak bersama-sama.”

Kayla, yang biasanya menjadi penengah di antara mereka, mengambil inisiatif untuk memimpin doa.

“Sebelum kita mulai, yuk kita berdoa dulu. Semoga perjalanan ini lancar, diberi kekuatan, dan kita sampai di puncak dengan selamat.”

Mereka semua menundukkan kepala, merasakan udara dingin menyentuh kulit, seakan memberikan keheningan yang damai di tengah keramaian hati masing-masing.

Doa yang dipanjatkan Kayla terasa penuh makna, bukan hanya meminta keselamatan fisik, tetapi juga kelapangan hati untuk melanjutkan perjalanan sebagai satu kesatuan yang lebih erat dari sebelumnya.

Langit MahameruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang