Cerita ini murni imajinasi penulis dan hanya karya fiktif semata. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, profesi, pengalaman dan lain sebagainya, itu hanya kebetulan. Hati-hati saat membaca, karena terdapat beberapa kesalahan penulisan, kata-kata umpatan, bahasa campuran, dan konten dewasa. Bijaksanalah dalam memilih bacaan, dan jangan lupa tinggalkan jejak kalian.
Selamat membaca.
______________________________________
"Tidak berguna!"
Suara melengking penuh kemarahan disertai gebarakan meja membuat beberapa pria di dalam ruangan menegang karenanya. Kecuali satu orang. Pria yang yang menjadi penyebab kemarahan itu terlontar.
"Bisa-bisanya kamu salah tangkap?! Sudah begitu keluarga Arden?!" Lanjut pria paruh baya, masih dengan nada kemarahan yang kental.
Tidak satupun dari keempat pria yang lebih muda ingin menjawabnya. Lagi pula itu terdengar seperti pernyataan ketimbang pertanyaan. Lebih baik menjaga mulut mereka tetap aman hingga akhir perdebatan. Itu juga jika ini bisa dikatakan perdebatan.
"Farhan... Astaga! Baru kali ini saya benar-benar kecewa." Pria paruh baya itu menyandarkan tubuhnya di meja. Memijat pelipisnya yang agak berkilat.
"Siap, saya salah," jawab pria yang menjadi sumber kemarahan dengan tegas. Tidak sedikitpun merasa ketakutan. Seolah telah bersiap untuk apapun yang terjadi setelahnya.
"Ya. Kamu memang salah. Segera buat surat permintaan maaf. Saya tidak mau masalah ini sampai ke atasan."
"Siap, laksanakan!"
Tiga orang di belakang mengikuti, "Siap, laksanakan!"
Pria paruh baya itu mengibaskan tangannya, mengisyaratkan agar empat orang di sana segera meninggalkan ruangan. Keempat orang itu memberi hormat dan segera keluar. Menghela napas yang sempat tertahan karena ketegangan.
"Pergi ke pos masing-masing. Lakukan tugas seperti biasa," pinta pria bernama Farhan itu pada ketiga bawahannya.
"Siap, laksanakan."
Farhan Angga Pradipta, seorang kepala detektif kepolisian yang bertugas dalam unit satuan reserse kriminal dan narkoba. Satu-satunya pria yang terlihat sangat tampat dengan model rambut cepaknya. Itu bukan pujian yang berlebihan. Karena dari sekian banyak anggota kepolisian yang memiliki model rambut sama (cepak), hanya Farhan yang tampil bak model berjalan.
Kesampingkan dulu mengenai gaya rambut, karena Farhan harus segera menulis surat permintaan maaf, kemudian segera kembali untuk melakukan penyelidikan.
"Ayang! Gue bawain es kopi buat lo. Gue denger lo abis kena damprat, ya? Selamat, ya!"
Farhan menghela napas berat. Belum satu kalimat ia menulis surat permintaan maaf, muncul seseorang yang sangat dihindarinya. Dengan segelas es kopi di tangan kiri dan teh hangat di tangan kanan.
"Dokter Juan," sapa Farhan sekenanya.
"Sepet banget, sih. Nih, kopi lo. Jangan lupa diminum ya, ayang."
Seperginya Dokter Juan, Farhan kembali menghela napas. Entah yang keberapa kalinya hari ini. Matanya menatap segelas es kopi di atas meja. Kemudian beralih pada langit mendung dan rintik basah yang mengguyur Ibukota. Sepertinya Dokter Juan tengah mengejeknya dengan memberikan es kopi di hari hujan, sementara pria itu membuat secangkir teh hangat untuk dirinya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Case Of Love [BL]
Romance"Kenapa gue suka sama Farhan? Hmm. Karena dia terlalu lurus. Hati kecil gue nggak tahan buat nggak ngebengkokin orang macam dia." Juan "Berhentilah bermain dengan perasan orang lain. Jika anda punya banyak waktu, lebih baik segera selesaikan pekerja...