Yeonjun baru saja pulang setelah berhari-hari di kantor polisi. Begitu masuk ke ruang tengah, ia melihat Beomgyu sedang duduk di sofa sambil menonton televisi. Beomgyu menoleh, lalu melemparkan bantal kecil ke arahnya.
"Selamat datang, Kak. Kau tampak lelah sekali," ucap Beomgyu sambil tersenyum tipis. Yeonjun hanya mengangguk pelan tanpa banyak bicara. Ia lalu duduk di sofa di sebelah Beomgyu, melepaskan napas panjang, dan memejamkan matanya sejenak, menikmati sedikit ketenangan di rumah.
Beomgyu melirik ke arah Yeonjun dengan rasa penasaran yang makin besar. Ia menggeser duduknya sedikit mendekat. "Kudengar kau yang mengurus kasusnya Kak Soobin. Bagaimana perkembangannya?" tanyanya hati-hati. Lalu Yeonjun mendesah pelan, matanya masih tertuju ke depan tanpa benar-benar melihat apa pun. "Bukan aku," jawabnya singkat. "Aku dilarang untuk mengurus kasus itu."
Beomgyu terdiam sejenak, lalu menatap kakaknya lebih serius. "Kenapa? Bukankah kau yang paling tahu soal ini?" tanyanya, heran. Yeonjun mengangkat bahu sedikit. "Atasan bilang terlalu banyak konflik kepentingan. Mereka pikir aku terlalu dekat untuk bersikap objektif," jelasnya, suaranya terdengar datar tapi menyimpan nada kecewa yang samar.
Kai muncul dari arah dapur sambil membawa segelas air, lalu berjalan mendekati Yeonjun dan tersenyum hangat. "Selamat datang, Kak," sapanya, menyerahkan gelas itu ke tangan Yeonjun.
Yeonjun menerima gelas itu dan mengangguk pelan. "Terima kasih, Kai," ucapnya sambil menyesap air tersebut. Wajahnya masih terlihat lelah, tapi kehadiran kedua adiknya di rumah memberikan sedikit rasa nyaman.
Kai duduk di sebelahnya, ikut memperhatikan Yeonjun dengan pandangan penuh perhatian. "Jadi, bagaimana keadaan Kak Soobin? Apakah ada yang bisa kami bantu?" tanyanya dengan nada lembut, berusaha menunjukkan dukungannya. Yeonjun tersenyum tipis, lalu menggeleng pelan. "Untuk saat ini, tidak banyak yang bisa kita lakukan," jawabnya sambil menatap lantai. "Kita hanya bisa menunggu."
Kai menunduk sedikit, merasa kecewa. Dalam hati, dia sebenarnya punya banyak sekali pertanyaan yang ingin diajukan-tentang Soobin, tentang apa yang sebenarnya terjadi, dan apakah masih ada harapan untuk membantu sahabat mereka itu. Namun, melihat ekspresi Yeonjun yang tampak kelelahan dan tak berdaya, ia akhirnya menahan diri.
Beomgyu, yang juga menangkap suasana hati Kai, meletakkan tangannya di bahu adiknya dengan lembut, memberi isyarat agar tidak terlalu memaksa Yeonjun. Kai hanya mengangguk pelan, memahami maksud Beomgyu.
Yeonjun memperhatikan keduanya sekilas dan menghela napas panjang. "Aku tahu kalian ingin tahu lebih banyak, tapi jujur saja ... aku sendiri tak tahu banyak soal perkembangan kasus ini sekarang. Setelah dilarang terlibat, semua informasi jadi tertutup buatku," jelasnya, suara sedikit berat.
Saat Yeonjun masih duduk di ruang tengah bersama Kai dan Beomgyu, mereka melihat Taehyun berjalan melewati ruang tamu, mengenakan hoodie hitam dengan tudung yang menutupi sebagian wajahnya. Tanpa menyapa, Taehyun membuka pintu dan keluar dari apartemen, langkahnya cepat dan terkesan terburu-buru.
Yeonjun mengerutkan kening, memandang pintu yang baru saja tertutup. "Mau ke mana dia?" tanyanya, bingung.
Beomgyu mengangkat bahu, sedikit gelisah. "Entahlah. Akhir-akhir ini dia sering sekali keluar apartemen tanpa memberi tahu kami," jawabnya pelan, mencoba menutupi nada kekhawatiran yang samar terdengar.
Kai hanya terdiam, menatap pintu dengan ekspresi penuh tanda tanya. Mereka bertiga saling bertukar pandang, masing-masing merasakan keanehan yang sama. Tapi untuk saat ini, tak satu pun dari mereka berani menanyakan langsung kepada Taehyun.
∘₊✧──────✧₊∘
Taehyun menatap Soobin dengan pandangan tajam, mencoba mencari petunjuk di wajah kakaknya yang tampak lelah. Setelah hening sejenak, ia akhirnya mengajukan pertanyaan yang mengganjal pikirannya sejak lama. "Menurutmu, siapa yang akan menjebakmu seperti ini, Kak?"
Soobin terdiam, tatapannya mengarah ke bawah, menghindari kontak mata dengan Taehyun. Wajahnya menegang, seolah pertanyaan itu membawa kembali bayangan kelam yang berusaha ia lupakan. Beberapa detik berlalu sebelum Soobin mengangkat kepala dan menghela napas panjang.
"Aku punya beberapa dugaan," jawab Soobin akhirnya, suaranya pelan dan berat. "Tapi ... tidak ada bukti yang cukup. Semua orang yang mungkin punya alasan seakan-akan tidak bersalah-mereka semua ahli dalam menutupi jejak mereka."
Taehyun mengepalkan tangan, merasa frustrasi dengan situasi yang tak kunjung menemukan titik terang. "Tapi, Kak, pasti ada seseorang yang bisa membantu, kan? Kami tak bisa hanya diam saja."
Soobin menggeleng pelan. "Aku tak ingin kalian terlibat lebih jauh. Ini sudah cukup sulit ... dan aku tak ingin kalian mengambil risiko." Meskipun nada suaranya lembut, ada ketegasan di sana, memperlihatkan bahwa Soobin tak ingin menempatkan teman-temannya dalam bahaya. Namun, Taehyun tidak menyerah. "Kami sudah seperti keluargamu, Kak. Jika ada yang ingin menjebakmu, mereka harus tahu bahwa mereka menghadapi kita semua, bukan hanya dirimu."
Kata-kata Taehyun membuat Soobin tersenyum kecil, senyuman penuh kelelahan tapi juga rasa syukur. "Terima kasih, Taehyun," katanya pelan. "Tapi ingat, lakukan apa pun dengan hati-hati. Di sini ... di dunia ini ... orang-orang yang tampak ramah bisa menyembunyikan niat yang berbahaya."
Taehyun menggenggam telepon dengan erat, menatap Soobin seolah ingin menyampaikan semua dukungan yang tak terucapkan. "Kalau begitu, setidaknya, aku akan cari tahu sendiri," katanya akhirnya.
Kemudian Soobin menatapnya dengan khawatir, alisnya berkerut. "Taehyun, jangan lakukan hal bodoh," ucapnya tegas. "Orang-orang yang terlibat dalam hal ini bukan orang biasa. Mereka bisa saja berbahaya." Taehyun hanya mengangguk sedikit, mencoba menenangkan kakaknya. "Aku tahu, Kak. Aku janji akan berhati-hati," jawabnya, meskipun dalam hatinya sudah bulat tekad untuk menggali kebenaran lebih dalam. Baginya, Soobin bukan hanya seorang kakak, tapi juga seseorang yang selalu melindunginya. Dan kali ini, ia merasa harus melakukan hal yang sama untuk Soobin.
Waktu kunjungan hampir habis, dan seorang petugas penjara memberi tanda bahwa pertemuan mereka harus segera diakhiri. Taehyun menatap Soobin sekali lagi, menguatkan diri untuk berpamitan. "Kami semua di rumah menunggumu, Kak. Aku akan lakukan yang terbaik untuk membantumu keluar dari sini."
Soobin tersenyum samar, meskipun sorot matanya penuh kekhawatiran. "Hati-hati, Taehyun. Jangan ambil risiko yang terlalu besar. Aku akan baik-baik saja di sini, jangan khawatirkan aku."
Dengan berat hati, Taehyun akhirnya berdiri, meletakkan telepon dan menatap Soobin untuk terakhir kalinya sebelum berjalan keluar.
∘₊✧──────✧₊∘
00.00 (TENGAH MALAM)
Di sudut ruangan yang gelap, dua sosok berbicara dengan suara rendah, hampir berbisik. Salah satu dari mereka, seorang pria dengan senyum licik di wajahnya, menatap rekan di depannya sambil menyandarkan punggung ke dinding.
"Siapa targetmu kali ini?" tanyanya dengan nada penuh antisipasi.
Pria yang ditanya itu tersenyum tipis, berpura-pura berpikir sambil mengusap dagunya. "Hmm, mungkin ... Huening Kai? Atau Kang Taehyun," jawabnya santai, meskipun matanya menunjukkan sorot penuh perhitungan. "Salah satu dari mereka akan menjadi targetku."
Rekannya terkekeh, sedikit terkejut namun tampak puas dengan jawaban itu. "Pilihan yang menarik," gumamnya sambil melirik ke arah pintu, memastikan tak ada yang mendengar percakapan mereka. "Dengan mereka sebagai umpan, semuanya akan semakin menarik."
"Kapan kau akan melakukannya?" tanyanya dengan nada rendah namun jelas, sorot matanya tajam.
Sosok di depannya tersenyum samar, nada suaranya tenang tapi penuh niat tersembunyi. "Saat Soobin sudah divonis ... bebas atau penjara," jawabnya singkat, tapi padat, seolah keputusan itu sudah bulat dalam benaknya.
Rekannya mengangguk pelan, tersenyum tipis, puas dengan jawaban tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
the blood between us, txt
Fanfiction"Semua yang kau sayangi, kau damba, akan aku buat tiada. Aku tidak akan berhenti sampai kau merasakan apa itu neraka dunia yang sesungguhnya." Dalam upaya mencari keadilan, rahasia kelam pun mulai tersibak-dan semua orang harus menghadapi bayang-bay...