Keesokan harinya, tepat pukul enam pagi, pintu penjara terbuka, dan Soobin melangkah keluar dengan langkah perlahan. Udara pagi yang segar menyambutnya, namun perasaan lega bercampur tak percaya masih menyelimuti pikirannya. Setelah dua minggu di dalam penjara, akhirnya ia bisa menghirup udara kebebasan.
Di depan gerbang, keempat sahabatnya sudah menunggunya. Yeonjun berdiri paling depan dengan senyum kecil, di tangannya membawa sekotak tahu putih. Ketika Soobin mendekat, Yeonjun menyodorkan tahu itu kepadanya sambil tersenyum penuh arti.
"Ayo, makan ini, Soobin-ah," kata Yeonjun sambil tersenyum. "Tahu ini simbol kesucian dan kepolosan. Jadi ... semoga ini bisa menghapus semua tuduhan dan kenangan buruk yang kau alami selama ini."
Soobin menatap tahu itu sejenak, lalu tersenyum kecil dan mengambilnya. Ia menggigit potongan tahu tersebut, merasakan kelembutan dan kesederhanaannya, seolah-olah semua rasa pahit di hatinya sedikit demi sedikit mulai sirna. Di sisinya, Kai, Taehyun, dan Beomgyu ikut tersenyum, lega melihat Soobin bebas dan kembali bersama mereka.
Sambil memakan tahu itu, Soobin berbisik, "Terima kasih ... untuk semuanya. Kalian sudah banyak berjuang demi aku."
Kai menepuk pundaknya pelan. "Kita di sini selalu untuk Kakak. Ini baru awal, Kak. Kita harus mencari tahu siapa yang sebenarnya melakukan semua ini."
∘₊✧──────✧₊∘
Begitu sampai di apartemen, suasana hati mereka terasa lebih hangat. Momen kebebasan Soobin adalah alasan yang tepat untuk merayakan, dan mereka memutuskan untuk memasak bersama di dapur. Dapur apartemen yang biasanya hanya digunakan secara bergantian kini dipenuhi oleh tawa dan obrolan hangat mereka, menciptakan suasana yang sudah lama tak mereka rasakan.
Yeonjun, yang biasanya sibuk dengan pekerjaannya, bahkan telah mengajukan cuti sehari penuh agar bisa menghabiskan waktu bersama mereka. "Hari ini, tidak ada yang boleh menyentuh ponsel untuk urusan kantor," serunya sambil menggulung lengan baju, bersiap membantu di dapur. "Aku mau kita masak dan makan bersama sampai kenyang. Ini adalah harinya Soobin!"
Kai tertawa sambil membuka kulkas, mengeluarkan bahan-bahan yang mereka perlukan. "Setuju! Aku juga akan mencoha masak hari ini," katanya antusias, meskipun semua tahu kemampuan memasaknya masih diragukan. Kai hanya menggeleng sambil tersenyum, sudah siap mengambil alih tanggung jawab memasak utama bersama Taehyun yang ternyata lebih cekatan di dapur.
Soobin berdiri di antara mereka, tersenyum lebar melihat teman-temannya sibuk mengatur dapur. Perasaan hangat memenuhi hatinya. Dua minggu terakhir yang ia habiskan dalam dinginnya penjara terasa sirna di tengah kehangatan dan perhatian mereka. Ia menyadari betapa beruntungnya memiliki mereka yang selalu mendukung dan mempercayainya.
Saat mereka mulai memotong sayuran, menggoreng, dan mencampur bahan-bahan, apartemen itu dipenuhi aroma masakan yang lezat. Obrolan mereka mengalir tanpa hambatan, saling bercanda dan tertawa, seolah semua beban yang mereka lalui akhir-akhir ini telah menghilang.
Ketika makanan akhirnya siap, mereka semua berkumpul di ruang makan, piring-piring penuh hidangan sederhana yang terasa lebih istimewa karena dimasak bersama. Mereka mengangkat gelas, menatap Soobin dengan senyum lebar.
"Untuk Soobin!" seru Yeonjun, menginisiasi toast sederhana namun bermakna. "Dan untuk kebersamaan kita."
Soobin mengangguk, matanya sedikit berkaca-kaca. "Terima kasih, semuanya. Kalian sahabat sekaligus keluarga terbaik yang aku punya." Mereka lalu mulai makan dengan tawa dan cerita yang mengalir sepanjang siang, merayakan kebebasan, persahabatan, dan kehangatan yang hanya bisa mereka temukan bersama.
∘₊✧──────✧₊∘
Malamnya, setelah seharian penuh dihabiskan dengan memasak dan bercengkerama bersama, Soobin memutuskan untuk pulang sejenak ke apartemennya sendiri. Meskipun ia sering berkumpul dan menghabiskan waktu bersama teman-temannya di apartemen bersama, Soobin sebenarnya lebih sering tidur di apartemennya yang terpisah, tempat di mana ia bisa menikmati ketenangan dan privasi.
"Aku akan kembali ke apartemen sebentar," ujar Soobin kepada yang lain saat mereka sedang bersantai di ruang tamu.
Yeonjun mengangguk, memahami kebiasaannya itu. "Jangan terlalu lama, ya. Besok kita sudah rencanakan sarapan bersama di sini."
Soobin tersenyum tipis dan mengangguk. "Tenang saja, aku hanya mengambil beberapa pakaian. Aku akan kembali sebelum kalian tidur."
Dengan membawa jaket dan kunci, Soobin meninggalkan apartemen bersama. Malam sudah larut, dan jalanan kota mulai lengang. Ia berjalan pelan menuju apartemennya, menikmati ketenangan malam yang begitu ia rindukan setelah semua kejadian yang penuh ketegangan.
Sesampainya di apartemennya sendiri, Soobin membuka pintu dan melangkah masuk. Aroma khas yang akrab menyambutnya, dan meskipun terasa dingin dan sunyi, ia merasa nyaman di tempat yang sudah lama ia anggap sebagai tempat perlindungan. Ia berjalan menuju kamar, membuka lemari dan mengambil beberapa set pakaian yang akan ia bawa kembali ke apartemen bersama.
Namun, di tengah keheningan, ada sesuatu yang membuatnya berhenti. Soobin merasakan sedikit kejanggalan-seakan-akan ada sesuatu yang berbeda di apartemennya. Sebuah benda kecil di lantai, sebuah kertas yang tak seharusnya ada di sana, menarik perhatiannya.
Ia membungkuk, mengambil kertas tersebut dan membacanya dengan cermat. Kata-kata di atasnya singkat namun mengejutkan:
"Ini baru permulaan."
Satu hal langsung terlintas di benak Soobin saat memandangi kertas itu: bagaimana mungkin kertas ini bisa masuk? Semua akses masuk ke apartemennya sudah ia pastikan tertutup rapat. Sebelum ia dijebak dan ditahan, Soobin selalu menjaga keamanannya dengan ketat, bahkan memastikan pintu dan jendela terkunci ganda. Apartemennya juga berada di lantai tinggi, sehingga hanya pintu depan yang menjadi satu-satunya jalur masuk.
Ia menatap sekeliling dengan pikiran berkecamuk. Jika seseorang berhasil masuk dan meninggalkan pesan ini, maka orang tersebut pasti tahu banyak tentang dirinya bahkan lebih dari sekadar detail biasa. Dia bukan hanya diikuti; mungkin selama ini seseorang telah mengawasinya dari dekat.
Soobin menghembuskan napas panjang, mencoba menenangkan diri, meskipun pikirannya dipenuhi dengan kecurigaan. Jika benar ada yang bisa menembus apartemennya, maka ancaman itu lebih besar dari yang ia kira.
Matanya beralih ke kertas di tangannya, kata-kata "Ini baru permulaan" terus terngiang di kepalanya. Siapa pun yang meninggalkan pesan ini jelas ingin membuatnya merasa tidak aman. Soobin merasakan dingin di tengkuknya, menyadari bahwa meskipun ia sudah dibebaskan, masalah ini belum berakhir. Ancaman itu masih nyata dan dekat; lebih dekat dari yang pernah ia bayangkan.
Soobin terdiam sejenak, lalu ingatan mendadak menyeruak dalam pikirannya, keempat temannya memiliki kode akses ke apartemennya. Sebelumnya, ia memberi mereka akses agar bisa masuk kapan pun diperlukan, terutama jika ada situasi darurat. Keputusan itu diambil demi rasa aman, mengingat ia sering pulang larut malam atau bahkan harus bekerja di luar kota.
Ia menatap kertas itu sekali lagi, kali ini dengan perasaan bercampur aduk. Mungkinkah salah satu dari mereka yang meninggalkan pesan ini? Atau … mungkinkah seseorang memanfaatkan salah satu dari mereka tanpa mereka sadari?
Soobin merasa jantungnya berdegup semakin kencang. Ia mempercayai mereka sepenuhnya, tapi situasi ini terlalu aneh untuk diabaikan. Rasa penasaran bercampur was-was mulai menyelimuti pikirannya, menimbulkan pertanyaan yang tak bisa ia abaikan.
Jika memang salah satu dari teman-temannya yang memiliki akses ke apartemennya, kenapa harus ada pesan seperti ini? Apakah itu peringatan atau semacam isyarat? Atau … mungkinkah mereka tahu sesuatu yang tidak ia ketahui?
KAMU SEDANG MEMBACA
the blood between us, txt
Fanfiction"Semua yang kau sayangi, kau damba, akan aku buat tiada. Aku tidak akan berhenti sampai kau merasakan apa itu neraka dunia yang sesungguhnya." Dalam upaya mencari keadilan, rahasia kelam pun mulai tersibak-dan semua orang harus menghadapi bayang-bay...