CHAPTER 08: Trial and Verdict

17 5 5
                                    

Sudah hampir dua minggu Soobin mendekam di penjara. Akhirnya, hari ini sidang pertamanya dimulai. Dengan langkah perlahan, ia memasuki aula persidangan yang kini terasa asing. Aula yang dulu sering ia kunjungi sebagai hakim, tempat ia memegang kendali penuh, memberi vonis dengan tegas, dan mengendalikan suasana dengan keputusan-keputusan penting, kini justru menjadi tempat paling menakutkan dalam hidupnya.

Ironi itu menusuk tajam. Dulu, dia yang memegang palu hakim, menyuarakan keadilan, dan menentukan nasib orang-orang yang berdiri di hadapannya. Namun kini, dialah yang menjadi tertuduh, duduk di kursi terdakwa dengan tatapan tajam dari jaksa dan penonton yang memenuhi ruangan. Setiap mata memandangnya dengan kecurigaan, dan bisikan-bisikan mulai terdengar, menciptakan suasana yang semakin mencekam.

Soobin berusaha menjaga wajahnya tetap tenang, tapi di dalam hatinya, ia merasa rapuh. Tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa posisinya akan terbalik seperti ini. Palu yang dulu berada di tangannya kini ada di tangan orang lain, dan nasibnya kini bergantung pada keputusan yang akan diambil oleh hakim di ruangan ini.

Di seberang, ia melihat jaksa bersiap dengan berkas-berkas yang menumpuk. Jaksa itu bersikap dingin, tatapannya penuh keyakinan seolah-olah kasus ini sudah selesai. Soobin tahu bahwa jaksa itu akan melakukan apa pun untuk membuatnya terlihat bersalah di mata hukum.

Saat hakim memulai sidang dengan mengetuk palu, suara itu bergema, menggetarkan hati Soobin. Di belakangnya, terdengar desahan pelan dari kerabat dan teman yang datang untuk mendukungnya, termasuk Yeonjun, Beomgyu, Kai, dan Taehyun yang duduk dengan wajah tegang. Mereka tahu bahwa pertarungan baru saja dimulai, dan kebenaran yang mereka yakini tentang Soobin harus diperjuangkan di ruangan ini, tak peduli seberapa sulitnya.

Sidang berlangsung dalam ketegangan yang tebal, setiap kata yang diucapkan bergema dalam ruangan yang terasa begitu dingin dan tidak bersahabat. Jaksa mulai membuka kasus dengan menyampaikan bukti-bukti yang dimiliki-rekaman CCTV, laporan sidik jari pada pisau, serta riwayat hubungan Soobin dengan mendiang Arin, yang sengaja ditampilkan dengan cara yang memojokkan. Jaksa menggambarkan Soobin sebagai sosok yang penuh dendam, seseorang yang punya motif pribadi untuk melakukan kejahatan.

Soobin mendengarkan setiap kalimat itu dengan hati yang berdebar. Tuduhan-tuduhan itu menusuknya satu per satu, menyakiti harga dirinya dan merusak semua kepercayaan yang ia bangun selama ini sebagai hakim. Di satu sisi, ia tahu bahwa tugas jaksa memang menunjukkan bukti yang memberatkannya, tapi di sisi lain, ia merasa sakit melihat bagaimana cerita hidupnya dimanipulasi menjadi alasan untuk menuduhnya.

Ketika tiba giliran pengacaranya, Pak Kim, untuk membela, ia berdiri dengan tenang. "Yang Mulia," katanya, mengawali pembelaannya. "Kami menghormati segala bukti yang diajukan pihak jaksa. Namun, terdapat banyak celah dan kejanggalan yang perlu dipertimbangkan oleh pengadilan dalam kasus ini. Pertama, meskipun sidik jari terdakwa ditemukan di pisau yang digunakan dalam pembunuhan, kita belum bisa memastikan kapan sidik jari itu tertinggal di sana. Terdakwa pernah berada di tempat kejadian dalam konteks hubungan baik, bahkan merayakan ulang tahun dengan korban."

Pak Kim melanjutkan argumennya dengan hati-hati, memaparkan beberapa bukti kecil yang mereka kumpulkan. Ia juga menekankan pada rekaman CCTV yang menunjukkan Soobin pulang ke rumah setelah perayaan ulang tahun, tanpa kembali lagi ke apartemen Arin. "Berdasarkan rekaman ini, kita tahu bahwa terdakwa tidak berada di tempat kejadian setelah malam itu. Kami juga akan mendalami kemungkinan bahwa ada pihak ketiga yang terlibat, yang mungkin saja menaruh sidik jari terdakwa dengan tujuan tertentu."

Di kursi penonton, Yeonjun, Beomgyu, Kai, dan Taehyun menyimak dengan hati-hati. Mereka tahu bahwa Pak Kim sedang mencoba mengarahkan perhatian pada berbagai kejanggalan, sesuatu yang mungkin bisa membuka jalan untuk membuktikan bahwa Soobin tidak bersalah.

Jaksa kembali menanggapi, mempertanyakan alasan Soobin berada di tempat kejadian malam itu dan menekankan bahwa Soobin adalah orang terakhir yang terlihat bersama korban. Ketegangan di ruang sidang semakin meningkat, dengan kedua belah pihak saling mengajukan argumen yang semakin tajam.

Setelah beberapa saat, hakim mengetukkan palu, menunda sidang untuk dilanjutkan pada hari berikutnya. Suasana di ruangan itu berubah hening, dan Soobin perlahan berdiri dari kursinya, menghela napas panjang. Pandangannya menyapu ruangan, lalu tertumbuk pada, Yeonjun, Beomgyu, Kai, dan Taehyun yang langsung menghampirinya begitu ia keluar dari ruang sidang.

"Kami akan terus mendukungmu, Kak."

∘₊✧──────✧₊∘

Keesokan harinya, suasana di ruang sidang dipenuhi kecanggungan yang lebih berat. Semua orang menunggu vonis yang akan diberikan kepada Soobin, setelah kemarin kedua belah pihak mengajukan argumen masing-masing. Di kursi terdakwa, Soobin duduk dengan tenang, meskipun hatinya berdebar tak menentu. Di antara kerumunan, Beomgyu, Kai, dan Taehyun duduk dengan ekspresi tegang, menanti keputusan yang akan menjadi penentu nasib Soobin.

Hakim mengetukkan palu, mengisyaratkan bahwa sidang dimulai. Ruangan seketika hening, dan suara hakim bergema di antara dinding yang dingin.

"Setelah mempertimbangkan seluruh bukti yang diajukan oleh kedua pihak," ujar hakim dengan nada formal yang penuh kehati-hatian, "Pengadilan belum menemukan bukti yang cukup kuat untuk mengaitkan terdakwa, Soobin, dengan kasus ini. Bukti sidik jari pada pisau, meskipun relevan, tidak membuktikan bahwa terdakwa terlibat secara langsung dalam tindak pidana tersebut, mengingat dia memang memiliki alasan yang jelas untuk berada di tempat kejadian pada malam itu."

Hakim melanjutkan dengan penjelasan bahwa rekaman CCTV yang menunjukkan Soobin pulang setelah perayaan, serta ketidakjelasan waktu sidik jari tertinggal di pisau, membuat bukti-bukti yang ada tidak cukup kuat untuk memastikan keterlibatannya. Dengan nada tegas, hakim mengetukkan palunya lagi, menyatakan, "Dengan ini, terdakwa dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan pembunuhan."

Ruangan seketika dipenuhi bisik-bisik yang tertahan. Yeonjun, Beomgyu, Kai, dan Taehyun langsung menghembuskan napas lega, senyum lebar menghiasi wajah mereka saat mereka menyadari bahwa Soobin akhirnya bebas dari tuduhan. Soobin sendiri masih terdiam, seolah tak percaya pada kata-kata yang baru saja ia dengar. Setelah dua minggu terkurung dalam penjara dan diselimuti keraguan, akhirnya, keadilan memihak kepadanya.

Di tengah kegembiraan yang dirasakan Soobin dan teman-temannya, suasana tiba-tiba berubah mencekam saat terdengar suara teriakan dari sudut ruangan. Orang tua Arin, yang sejak awal mengikuti sidang dengan penuh harap, berdiri dengan wajah memerah dan penuh kemarahan. Sang ibu menangis tersedu-sedu, sementara sang ayah menatap Soobin dengan tatapan penuh kebencian.

"Ini tidak adil! Bagaimana bisa kalian membebaskannya begitu saja?!" seru ayah Arin dengan suara bergetar, emosinya tak lagi bisa ia tahan. Ia melangkah maju, menuding ke arah Soobin dengan tatapan tajam. "Anak kami terbunuh, dan kalian membiarkan tersangka utamanya bebas begitu saja? Keadilan macam apa ini?"

Ibunya menyusul, suaranya pecah di antara isak tangis. "Kami kehilangan putri kami! Kami kehilangan segalanya, dan sekarang kalian bilang pelakunya tidak bersalah? Ini tidak masuk akal! Dia harus membayar atas kematian Arin!"

Hakim mengetuk palu, berusaha mengendalikan situasi di ruangan, sementara beberapa petugas keamanan bergerak mendekati keluarga Arin untuk menenangkan mereka. Namun, rasa kehilangan dan kepedihan di hati mereka begitu dalam hingga sulit bagi mereka untuk menerima kenyataan bahwa Soobin akan pergi dengan bebas.

Soobin hanya bisa duduk diam, menundukkan kepala. Ia mengerti bahwa orang tua Arin berada dalam kesedihan yang mendalam, dan meskipun ia telah dinyatakan tidak bersalah, kemarahan mereka terasa begitu menusuk.

Pak Kim, pengacara Soobin, melangkah maju dan berbicara dengan suara tenang, "Kami mengerti perasaan keluarga korban. Namun, keputusan ini diambil berdasarkan bukti yang ada. Terdakwa dinyatakan tidak bersalah karena bukti yang belum cukup kuat untuk mengaitkannya dengan tindak pidana ini."

Orang tua Arin hanya bisa menatap dengan penuh kekecewaan dan kepedihan. Dengan air mata yang masih mengalir, mereka berbalik dan meninggalkan ruang sidang, masih berteriak-teriak marah, meluapkan rasa sakit yang tak tertahankan. Kepergian mereka meninggalkan perasaan berat di hati semua orang yang menyaksikan, terutama Soobin, yang tahu bahwa bayangan tragedi ini akan terus membayangi hidupnya meskipun ia kini bebas dari tuduhan.

the blood between us, txtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang