CHAPTER 24: Tears of Blood

14 3 4
                                    

Ia tak ingin membandingkan kedukaannya dengan penderitaan Yeonjun, namun ia tak bisa menyangkal bahwa rentetan tragedi ini berawal dari peristiwa yang melibatkan dirinya. Seharusnya cukup satu kali saja ia kehilangan seseorang yang berharga—ayah kandungnya, Choi Junghyun.

Jika saja ayahnya masih hidup, jika saja saat itu kecelakaan itu tak pernah terjadi, mungkin kehidupan mereka akan berbeda. Tidak akan ada orang asing yang masuk ke rumahnya, mengambil tempat yang seharusnya milik ayahnya. Dan yang terpenting, tidak akan ada dendam yang menghantui masa kini, menempatkan kekasih dan teman-temannya dalam bahaya yang mematikan.

Soobin menggigit bibirnya, air mata mengalir tanpa henti. Ia berharap ini semua hanyalah mimpi buruk, bahwa setiap penderitaan ini akan segera berakhir begitu ia membuka mata. Namun ia tahu, tak ada jalan keluar semudah itu. Semua ini nyata, dan ia harus menghadapi bayangan kelam yang ia ciptakan sendiri, meskipun rasa bersalah semakin membebani setiap langkah yang ia ambil.

San menatap layar dengan senyum puas, lalu mengarahkan pisau di tangannya ke leher Taehyun, gerakannya begitu pelan namun tanpa keraguan sedikit pun. Taehyun hanya bisa menahan napas, tatapannya penuh ketakutan, sementara Soobin, yang menyaksikan dari layar, merasakan jantungnya berhenti berdetak seketika. Tubuhnya menegang, seluruh sarafnya seolah memohon agar semua ini hanya mimpi buruk yang bisa segera berakhir.

Di sisi lain, Yeonjun berdiri dengan tenang, sama sekali tidak terpengaruh. Ia menatap Soobin sekilas dengan ekspresi dingin, lalu tanpa berkata apa-apa, ia memutar kursinya hingga membelakangi layar, seolah tidak ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya—atau mungkin tidak peduli.

Soobin menjerit, matanya basah oleh air mata, tubuhnya menggeliat, mencoba melepaskan diri dari ikatan meski tahu usahanya sia-sia. "San! Kumohon, lepaskan dia! Jangan sakiti mereka!" teriaknya, suaranya penuh kepanikan dan rasa putus asa..San hanya tersenyum tipis, mempererat genggaman pisau di leher Taehyun. Pandangan sinisnya menyiratkan bahwa ia tidak akan berhenti hanya karena permohonan Soobin. Ini adalah saat yang telah lama ia nantikan—saat untuk menyampaikan pesan dendam yang sudah terpendam begitu lama.

Soobin meronta dengan putus asa, napasnya tersengal-sengal dan suaranya bergetar oleh emosi yang membuncah. "Kak, sungguh, ini yang kau inginkan? Aku sudah cukup tersiksa oleh kematian Arin dan Kai! Kau ingin apa lagi dariku!? BUNUH SAJA AKU, CINCANG SAJA AKU, TAPI LEPASKAN MEREKA!"

Yeonjun menoleh perlahan, pandangannya tertuju pada Soobin. Matanya tajam, namun di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang lebih dalam-seperti luka yang tak pernah sembuh. Tatapannya bertemu dengan mata Soobin yang penuh air mata, dan sejenak, sebuah senyum tipis terukir di bibir Yeonjun. Tapi dalam sedetik, air mata pun mengalir di pipinya.

"Soobin," ucap Yeonjun dengan suara pelan, nyaris berbisik, namun penuh kepedihan. "Rasanya mungkin aku tidak akan bertindak sejauh ini ... jika orang yang membuat duniaku hancur bukanlah temanku sendiri."

Kata-katanya menancap seperti pisau tajam di hati Soobin. Kesadaran menghantamnya dengan kuat, membawa rasa bersalah yang lebih besar dari sebelumnya. Soobin hanya bisa memandang Yeonjun dengan keterkejutan dan rasa penyesalan yang begitu dalam, menyadari bahwa tidak ada kata-kata atau penyesalan yang bisa mengubah apa yang telah terjadi.

Yeonjun menarik napas dalam, berusaha mengendalikan emosi yang memuncak. Dengan mata penuh air mata, ia menatap Soobin, menyampaikan kata-katanya dengan suara gemetar namun penuh ketegasan.

"Soobin, ada banyak pertimbanganku sebelum aku bertindak sejauh ini," katanya, suaranya bergetar. "Membunuh teman-temanku sendiri, dengan cara sekejam ini ... itulah caraku untuk membalasmu."

la tersenyum lebar, tapi senyum itu jauh dari ekspresi bahagia-wajahnya penuh dengan luka dan kepedihan yang tak terungkapkan. Air matanya semakin deras, namun ia tak berusaha menghapusnya, membiarkan perasaan itu tumpah begitu saja.

the blood between us, txtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang