"Aku pernah membunuh seseorang," kata Soobin, suaranya nyaris berbisik, seolah tak ingin kata-kata itu benar-benar terdengar.
Taehyun membeku, merasakan jantungnya seolah berhenti berdetak. Kata-kata itu terasa seperti pukulan, tak pernah ia sangka akan keluar dari mulut Soobin. Tatapan Taehyun tetap terpaku pada Soobin, penuh keterkejutan dan kebingungan yang sulit ia sembunyikan.
Soobin menunduk, terlihat menahan emosi yang bergejolak dalam dirinya. "Aku membunuhnya, Taehyun. Dan... aku tidak pernah diadili seadil-adilnya. Tak ada yang tahu. Ayahku menutupi semuanya, mencoba mengubur kebenaran itu ... tapi kurasa kini semuanya kembali menghantuiku."
Taehyun mengangguk pelan, berusaha tetap tenang meskipun dadanya terasa sesak oleh keterkejutan. Kata-kata Soobin masih terngiang jelas di pikirannya, membuatnya sulit bernapas dengan normal. Ia mencoba menguasai diri, tapi perasaannya benar-benar bercampur aduk.
"Kak … aku rasa aku perlu istirahat sebentar. Aku akan ke kamar dulu," katanya, suaranya nyaris bergetar, namun ia berusaha terdengar tenang.
Soobin menatapnya dengan tatapan penuh pengertian. "Tentu … aku mengerti," balas Soobin singkat, menyadari betapa besar beban yang baru saja ia letakkan di pundak Taehyun.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Taehyun bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamar, langkahnya sedikit berat. Begitu ia menutup pintu kamar, Taehyun bersandar di belakang pintu, menutup matanya sambil menarik napas dalam-dalam. Ia tak tahu bagaimana harus memproses pengakuan Soobin.
Taehyun merasa pikirannya berputar, mencoba memahami dan menerima apa yang baru saja ia dengar, tetapi semua terasa begitu sulit.
2014
Yeonjun berdiri di ruang tamu rumah duka, tubuhnya kaku seakan tak sanggup menahan beban duka yang begitu besar. Wajahnya pucat, lingkar matanya memerah karena terlalu banyak menangis. Rambutnya acak-acakan, tak seperti biasanya yang selalu rapi, mencerminkan betapa hatinya telah hancur.
Di depannya, dua bingkai foto berdiri berdampingan. Foto ayahnya dan adiknya yang kini sudah tiada, wajah-wajah yang dulu begitu dekat dan hangat, kini hanya bisa ia pandangi dari dalam bingkai. Hanya kenangan yang tersisa, kenangan yang menyisakan luka begitu mendalam.
Yeonjun menatap bingkai-bingkai itu tanpa berkedip, seolah jika ia memandang cukup lama, mereka bisa hidup kembali. Namun, di lubuk hatinya, ia tahu segalanya sudah berubah. Ayah dan adiknya, dua orang terpenting dalam hidupnya, telah pergi meninggalkan kehampaan yang tak mungkin tergantikan. Mereka adalah keluarganya, satu-satunya tempat ia bergantung, dan kini dunia terasa kosong tanpa mereka.
Di tengah suasana duka, tangis keluarga dan orang-orang terdekat menggema, tetapi Yeonjun hanya berdiri diam. Rasa kehilangan yang begitu dalam membuatnya tak tahu bagaimana harus melanjutkan hidup.
Yeonjun mendengar kabar bahwa pelaku yang diduga bertanggung jawab atas kematian ayah dan adiknya sedang diinterogasi di kantor polisi. Kabar itu membawa perasaan campur aduk—antara kemarahan, sakit hati, dan dorongan kuat untuk mencari keadilan.
Seketika, tanpa berpikir panjang, Yeonjun mengambil jaketnya dan bergegas keluar rumah duka, meski tubuhnya masih terasa lemah dan pikirannya kacau. Hanya ada satu hal di kepalanya: bertemu dengan orang yang telah merenggut keluarganya.
Sesampainya di kantor polisi, Yeonjun hampir tak bisa mengendalikan emosi. Detak jantungnya semakin cepat, dan tangannya mengepal erat saat ia berjalan menuju ruang interogasi. Ia ingin melihat wajah orang yang telah menghancurkan hidupnya, ingin memastikan bahwa orang itu benar-benar dihukum atas apa yang telah ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
the blood between us, txt
Fanfiction"Semua yang kau sayangi, kau damba, akan aku buat tiada. Aku tidak akan berhenti sampai kau merasakan apa itu neraka dunia yang sesungguhnya." Dalam upaya mencari keadilan, rahasia kelam pun mulai tersibak-dan semua orang harus menghadapi bayang-bay...