"Argh! Sialan, mereka kabur!" San menggeram penuh amarah, tinjunya menghantam tembok triplek dengan keras hingga dinding itu bergetar. Wajahnya memerah, sorot matanya penuh kemarahan yang tak terbendung. Sementara itu, Yeonjun hanya duduk di kursi dengan pandangan tertunduk, seolah tak mendengar apa pun.
"Yeonjun!" teriak San, mendekat dengan langkah cepat, berharap temannya itu segera bereaksi. Namun Yeonjun tetap diam, hanya menghela napas panjang.
"Sudahlah, San. Kita hentikan saja semua ini," ucap Yeonjun lirih, nadanya lelah dan penuh keputusasaan. "Aku … aku tidak bisa melanjutkannya." San berhenti, wajahnya semakin memerah karena marah. Ia mendekat, mencengkeram bahu Yeonjun dengan kasar. "Bangsat! Kita sudah sejauh ini! Ada apa denganmu, brengsek!?" serunya, suaranya bergetar karena emosi. "Mereka harus membayarnya! Kau lupa betapa sakitnya saat kau kehilangan keluargamu?"
San mencengkeram lengan Yeonjun dengan kuat, sorot matanya penuh tekad. "Aku tidak peduli apa yang kau rasakan sekarang, Yeonjun! Mereka harus membayarnya! Kau yang memulai ini, jadi jangan berbalik sekarang!" bentaknya.
Yeonjun yang awalnya mencoba menahan diri, merasa amarahnya semakin membuncah. Dengan tiba-tiba, ia meronta, melepaskan diri dari cengkeraman San, tatapannya berubah tajam dan penuh emosi. "Kau tidak mengerti, San! Semua ini ... semua ini hanya mengubah kita jadi monster seperti orang-orang yang kita benci!"
San terhuyung sedikit ke belakang, namun tidak gentar. "Monster?! Mungkin memang itu yang kita butuhkan untuk memberi mereka pelajaran, Yeonjun!"
Yeonjun tak lagi menahan diri, kini amarahnya tak terbendung. "Dan dengan itu kita kehilangan segalanya, termasuk kemanusiaan kita! Kau pikir dengan membunuh mereka, semuanya akan membaik?" serunya, wajahnya memerah, dadanya naik turun dengan napas berat.
San, yang tak terbiasa melihat Yeonjun sebegitu marah, hanya terdiam sesaat, namun egonya tak membiarkan ia mundur. "Jika kau tak sanggup, maka minggir! Aku akan menyelesaikannya sendiri!"
Yeonjun mencengkeram bahu San, mendorongnya dengan keras. "Jangan bodoh, San! Kalau kau terus melanjutkan ini ... kau akan kehilangan segalanya, sama sepertiku."
∘₊✧──────✧₊∘
Soobin dan Beomgyu bergerak hati-hati di lorong gelap, mencoba mencari jalan keluar, namun kegelapan dan labirin ruangan-ruangan yang sempit membuat segalanya semakin sulit. Setiap langkah terasa penuh dengan ketegangan, dan suasana sunyi yang mencekam hanya membuat mereka semakin gelisah.
Beomgyu meraba-raba dinding, mencoba menemukan apa pun yang bisa menjadi petunjuk jalan keluar. "Kak, kau lihat jalan lain?” bisiknya, suaranya hampir tak terdengar di antara napas yang terengah-engah.
Soobin menggeleng, meski Beomgyu tak bisa melihatnya dengan jelas. "Tidak … gelap sekali di sini," ucapnya, menahan rasa takut yang terus menghantuinya. Setiap langkah membuatnya semakin cemas akan ketahuan.
Mereka terus bergerak perlahan, tangan mereka menyusuri dinding yang terasa dingin dan lembap. Tiba-tiba, Beomgyu merasakan adanya arus udara segar yang samar-samar dari arah kanan. "Kak! Di sini, aku rasa ada ventilasi atau pintu kecil!" bisiknya.
Soobin segera mendekat, ikut meraba dinding di sisi yang ditunjukkan Beomgyu. Mereka merasakan aliran udara yang datang dari celah kecil, tanda bahwa mungkin ada jalan keluar di dekat sana.
Sementara itu, San berjalan menyusuri tiap lorong dengan amarah yang membara, langkahnya cepat dan kasar. Matanya liar, penuh dendam yang tak lagi bisa ia kendalikan. la mencari Soobin dan Beomgyu seperti orang kesetanan, tekadnya untuk menyelesaikan semuanya mendorongnya semakin jauh, tak peduli apa pun yang ada di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
the blood between us, txt
Fanfiction"Semua yang kau sayangi, kau damba, akan aku buat tiada. Aku tidak akan berhenti sampai kau merasakan apa itu neraka dunia yang sesungguhnya." Dalam upaya mencari keadilan, rahasia kelam pun mulai tersibak-dan semua orang harus menghadapi bayang-bay...