Tetesan air mata yang jatuh ke pipi mampu menjelaskan apa yang sedang hatinya rasakan. Rasa sakit seperti diremas lalu ditusuk jarum menyiksa isi dada Sakura. Semua ingatan indah tentang masa depan yang pernah ia khayalkan berputar di kepala bagai kaset rusak. Nyatanya itu membuat rasa sakit semakin terasa ketimbang bahagia karena ingatan indah tersebut.
Ia merasakan betapa tubuhnya bergetar hebat melihat kertas tersebut, membaca terus menerus hasil pemeriksaan itu dengan teliti mungkin saja ia keliru. Nihil, tulisan masih sama dengan susunan kata-kata yang seolah mencabik diri Sakura.
Tangisan tanpa suara ternyata sangat menyakitkan daripada suara melengking tinggi yang memilukan. Sakura merasakannya sekarang, semua rasa sakit menjadi satu di dalam diri. Adakah yang bisa mengatakan jika ini hanyalah mimpi, mimpi di siang bolong.
"Hikss kau bahkan belum ada dua bulan di perut mama nak, hiks kenapa?" Akhirnya ia memilih bersuara, dan menangis mengeluarkan tangisannya. Dipendam itu menyakitkan.
Ia terduduk di lantai, menenggelamkan wajahnya ke dalam lipatan kakinya. Ia butuh dekapan hangat untuk membalut luka tak kasat mata ini. Tapi nihil, tidak ada orang yang akan melakukan itu padanya. Ada tapi tidak ada.
"Hiks Tsunade-san ke-kenapa bisa, kau bilang beberapa minggu lalu kandunganku baik-baik saja, hiks kenapa bisa a-aku keguguran" tangisannya semakin menjadi, dia seperti menuntut dokter tersebut agar memberikannya jawaban yang masuk akal.
Baru kemarin ia bahagia karena mendapatkan berita tentang kehamilannya. Meskipun ia belum menikah tapi ia sangat membutuhkan bayi itu untuk menemani hari-harinya yang sunyi tanpa ada keluarga.
"Sakura tenangkan dirimu dulu" Tsunade menuntun Sakura untuk duduk di sofa. Memberikannya segelas air dan memastikan Sakura benar-benar menghabiskan air tersebut.
Dia kasihan melihat Sakura yang menyedihkan seperti ini. Meski baru mengenal Sakura beberapa bulan lalu semenjak wanita itu mulai memeriksa kandungannya, tapi ia merasa wanita baik dan cocok untuk diajak berteman.
"Bagaimana aku bisa tenang, hiks bayiku Tsunade-san dia dia bahkan belum menjadi bayi hikss" tangisan itu lagi-lagi memilukan hati bagi siapa saja yang mendengarnya.
Tsunade terdiam tampak memikirkan sesuatu, dia kembali memperhatikan Sakura dalam diam. Sejak awal wanita itu memeriksa kandungannya dia selalu datang sendirian saja, sebenarnya ia tidak ingin mencari tahu tentang itu, tapi entah mengapa hari ini ia merasa penasaran.
"Sakura dimana suamimu? maaf aku malah bertanya seperti ini, dari awal kau datang kesini sendirian"
Sakura mendongak menatap wajah penasaran Tsunade dengan mata berembunnya. Dengan lemah Sakura menggeleng tapi wajahnya tidak merasa sedih. "A-aku belum menikah, dan kekasihku dia sedang sibuk bekerja hingga belum bisa meluangkan waktu untukku memeriksa kandungan"
Tsunade tidak terkejut mendengar ucapan Sakura, itu sudah menjadi sesuatu yang lumrah baginya yang bekerja sebagai dokter kandungan. Tapi sayang juga pada anak-anak seperti mereka yang masih bisa menggapai mimpi tapi harus tertunda karena hal tersebut. Sebenarnya ia bukan menyalahkan mereka karena hamil, entahlah ia juga bingung harus berkata seperti apa. Tidak baik menghakimi orang lain tanpa mencari tahu kebenarannya.
"Apakah dia akan bersedih juga mendengar kabar kau keguguran?" Tanya Tsunade hati-hati.
Sakura terdiam tak mampu menjawab. Tidak ada jawaban masuk akal yang bisa ia berikan pada wanita paruh baya yang masih tetap cantik itu. Ini mungkin terdengar menyakitkan tapi Sakura rasa menutupinya sekarang tidak perlu lagi.
"Sebenarnya kekasihku tidak menginginkan bayi ini karena dia masih ingin fokus berkarir, tapi karena aku sudah terlanjur mengurus kandunganku dengan baik mau tak dia menerimanya" jawab Sakura, "ta-tapi aku tidak tahu apa responnya setelah mengetahui berita ini"
KAMU SEDANG MEMBACA
RELATIONSHIP CRACKS
FanficHarusnya Sakura sadar jika ini bukan cinta, melainkan obsesi pria itu pada dirinya.