Chapter 9

1K 175 23
                                        

Sakura berdiri di ujung dermaga sambil menatap kapal besar yang akan membawanya pergi. Dia nekat pergi dari rumah Sasuke tengah malam, tanpa diketahui oleh orang lain bahkan Ino sekalipun tapi anehnya semenjak kemarin Sakura merasa tidak diawasi lagi, seperti ada perasaan lega tanpa was-was yang sering dia rasakan.

Semenjak Sasuke menelponnya semuanya terasa baik-baik saja, ketakutan untuk lari dari Sasuke meluap entah kenapa, pria itu menelpon seperti memberikannya signal baik untuk kabur. Dia berusaha berpikir positif dan menganggap itu nasib baiknya, semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk padanya setelah ini. Dia ingin hidup tenang dan damai tanpa ada kehadiran Sasuke, sosok yang sangat dibencinya itu.

Angin berhembus menjatuhkan tudung yang dipakai, seketika rambut panjangnya berterbangan bersamaan dengan suara kapal berbunyi menandakan jika mereka akan segera berangkat. Dia menoleh ke belakang seolah mencari sesuatu dari banyaknya orang yang sedang mengantar keluarga mereka untuk berangkat. Tidak ada apapun yang menatapnya misterius.

Sontak dia tersenyum lebar hingga matanya menyipit, lalu melangkah mantap menaiki tangga kapal tersebut saat beberapa kru menyuruh mereka untuk bergegas masuk.

Saat itu dia memilih berdiri di pinggir kapal, menatap orang-orang yang terkumpul di ujung dermaga. Matanya bertemu tatap dengan beberapa orang yang tidak dikenalinya, mereka memberikannya senyum haru, bersikap seolah dirinya adalah bagian dari keluarga mereka. Dia pun membalas senyuman itu dan melambaikan tangannya, "selamat tinggal"

***

Suara pintu apartemen yang dibuka secara kasar mampu mengalihkan perhatian Ino yang sedari tadi fokus pada laptopnya. Dia yang saat itu juga berada di ruang tamu, menatap ke asal suara. Sejenak dia mengernyit tapi begitu pria itu menatapnya dia tersenyum kecil membalasnya.

Terkejut tentu saja, setahunya pria itu akan kembali beberapa hari lagi. Tapi sudahlah Ino tidak ingin bertanya tentang alasannya, pria itu akan lebih curiga, atau mungkin saja dia akan memukulinya lagi.

"Kenapa belum tidur? Ini hampir pagi hari" Sai bertanya, dia yang sudah berada di belakang Ino menunduk dan mengecup lama bibir kekasihnya itu.

Ada beberapa detik mereka mempertahankan kecupan yang menjadi lumatan sebelum Sai menjauh dan mengelus punggungnya pelan.

"Besok ada rapat penting, beberapa laporan harus aku selesaikan hari ini" jawab Ino.

Melihat raut wajah tidak suka itu Ino segera memutar otak mencari jawaban yang bisa menghilangkan amarahnya, "ah tapi aku baru bangun tidur, sekitar 15 menit yang lalu" itu sepenuhnya benar.

"Lanjutkan tidurmu kalau begitu"

"Ya bagaimana?" Kebingungan, dia menatap lebih teliti wajah kekasihnya.

"Biar aku yang kerjakan" Sai mendorong pelan tubuh Ini hingga dia beranjak dari sofa tersebut, gantian dia yang mendudukinya. Melihat sejenak layar laptop itu, "hanya menyusunnya kan? Aku bisa mengerjakannya"

Tentu saja dia bisa, dia sudah lama kerja di perusahaan tersebut, semua divisi telah dia tempati. Tapi Ino merasa keberatan, selain karena itu pekerjaannya pria itu juga baru balik dari perjalanan dinasnya. "Tidak apa, kau yang lebih butuh tidur daripada aku. Aku bisa mengerjakannya kok"

Sai tidak membalas perkataannya, pria itu memilih fokus pada laptop tersebut dan mulai mengetik. Ino yang paham jika Sai tidak akan menerima penolakannya pun memilih duduk di samping pria itu, tanpa banyak kata dia merebahkan tubuhnya dan menjadikan paha Sai sebagai bantalan tidur untuknya.

Dia belum tertidur tapi tetap menutup wajahnya. Tadinya sempat terdengar suara ketikan keyboard, kini berhenti karena tangan tersebut pindah ke wajahnya, mengelus dengan lembut wajah mulus Ino.

RELATIONSHIP CRACKSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang