Chapter 2

1.2K 150 23
                                    

Malam yang sunyi dan tenang nyatanya tidak mampu menjernihkan pikiran Sakura yang begitu bising dan sangat mengganggu. Ia benci tapi masih tetap berada di rumah pria itu, duduk termenung sambil menatap keluar jendela kamar.

Sakura tahu dia sudah terjatuh begitu dalam, tapi bisakah ia keluar dari lubang gelap ini. Ia terlalu jauh mencintai Sasuke hingga rasa sakit ini menyiksanya.

Padahal ia sempat berharap Sasuke meminta maaf dan mengakui kalau di menyesal, tapi berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan. Harusnya Sakura sudah sadar semenjak Sasuke bilang belum siap mempunyai anak, dari situ ia lebih baik berlari pergi bukannya terus menetap dan berharap Sasuke akan menerima bayi itu dengan tangan terbuka.

Ia tidak bisa seperti ini terus, meskipun hubungan mereka masih berlanjut tapi ia butuh waktu untuk sendirian dan tidak bertemu dengan Sasuke. Bagaimana bisa ia bertemu dengan orang yang membunuh anaknya?

Ia melirik jam di atas meja, tersadar dari rasa sedih yang mendalam Sakura segera beranjak dari ranjang tersebut, mengambil beberapa tas kecilnya lalu langsung berjalan keluar kamar pria itu.

Meskipun Sasuke tidak ingin putus, ia harus menjauh dari pria itu bagaimana pun caranya. Ini demi kesehatan mentalnya, ayolah ia baru saja keguguran emosinya sangat sensitif. Meski takut tapi cara terbaik harus menjauh dari pria itu.

"Kembali ke kamar"

Seperti dikutuk menjadi patung, Sakura terdiam tepat di depan pintu. Tubuhnya tidak bergerak tapi dia bisa melirik jika pria itu sedang duduk di sofa sambil menikmati minuman alkoholnya.

"A-aku ingin pergi ke apartemenku, lagipula besok ada rapat penting beberapa laporan tertinggal di kamarku" ucap Sakura memberikan alasan. Itu sepertinya alasan yang paling masuk akal, karena benar besok mereka akan mengadakan rapat dan dipimpin langsung oleh Sasuke. Pria yang saat ini sedang duduk memangku kaki itu.

Sasuke nampak menimbang sesuatu di kepalanya, tapi dia beranjak dan mendekati kekasihnya yang saat itu juga tubuhnya langsung bergetar hebat.

Disatu sisi dia takut Sasuke akan bertindak kasar, satu sisi lainnya rasa takut dengan tatapan mengintimidasi itu. Mata setajam elang itu seolah menelusuri dalamnya mata hijau Sakura yang kesana-kemari tidak ingin membalas tatapannya.

Sasuke berdiri menjulang tepat di hadapannya. Tubuhnya yang tegak, tinggi dan berotot membuat Sakura harus berusaha mendongak lebih.

Perbedaan tinggi mereka berdua cukup jauh, tinggi pria itu sekitar 192 cm sedangkan Sakura sendiri hanya 165 cm. Nyalinya kadang kala langsung ciut jika hanya melihat Sasuke berdiri dengan tatapan datar. Pria itu bahkan mendapat julukan gapura kabupaten karena di antara teman-temannya tingginya yang paling kentara.

"Pergi dan kembali kesini sebelum tengah malam"

"Tapi aku akan tidur di apartemen-"

Sial bibirnya tidak bisa melanjutkan kata-katanya saat tatapan itu semakin tajam. "Iya Sasuke aku akan kembali sebelum tengah malam" ucapnya patuh.

Jadi sebelum pergi, dia memeluk tubuh itu sekejap dan langsung berbalik. Pelukan yang biasanya terasa hangat entah kenapa hampa, dia seperti memeluk angin yang sangat dingin.

Sakura ingin mengakui ini, sekarang dia takut pada Sasuke. Apapun, siapapun tolong dirinya untuk lari dari pria itu.

***

Sakura berjalan terburu-buru di koridor apartemennya. Meski sudah memastikan Sasuke tidak mengikutinya tapi perasaannya tidak nyaman, ia takut dan gelisah secara bersamaan.

Bahkan saat mengetik kata sandi apartemen tangannya bergetar, ini gila. Sasuke tidak sedekat tadi tapi rasa takut itu masih jelas terasa.

"Sakura kau kenapa terburu-buru?"

RELATIONSHIP CRACKSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang