Gone

38 5 0
                                    

♡ ♡ ♡

Wilona berdiri terpaku di tengah ruangan, di bawah sorotan lampu pesta yang terasa seperti menyorot dirinya sendirian. Semua mata memandangnya tidak lagi dengan kekaguman tapi dengan sinis dan penuh penghinaan. Ia bisa merasakan tatapan-tatapan itu menusuk seperti belati tajam yang siap merobek segala pertahanannya.

"Ah, kita semua sudah tahu siapa primadona kita malam ini" ucap Janeta yang tiba-tiba maju ke depan mengambil alih mic dari tangan pembawa acara. "Tapi siapa sangka di balik wajah cantiknya, ada rahasia besar ya? Wah, sepertinya kita harus berhati-hati karena siapa tahu, semua ini hanya topeng untuk nutupin... ya, seperti yang kita lihat sekarang!" Sahut janeta dengan senyuman sinis yang terpancar dari wajahnya.

Tatapan mata Janeta langsung mengarah tajam ke Wilona. Perkataan janeta membuat bisikan mulai terdengar di sekeliling Wilona, diikuti dengan cemoohan dari beberapa murid yang tadinya hanya menonton. "Huuu, anak koruptor!" teriak seorang murid dari belakang, diikuti seruan yang lain.

"Kaya kok dari nyolong uang rakyat!" seru yang lain, seolah menumpahkan semua kebencian yang tertahan.

Suasana semakin memanas, dan Wilona merasa kepalanya semakin pusing mendengar cemoohan-cemoohan itu.

"Apa aku anak seorang koruptor? Aku bukan seperti itu! Kenapa kalian semua seperti ini? Apa selama ini aku hidup dalam kebohongan, tanpa aku sadari?" pikir wilona, rasa takut mulai menjalar dalam dirinya.

Hatinya berdegup kencang, ia ingin berteriak, ingin menjelaskan semuanya. Tapi lidahnya kelu, kakinya juga seperti tidak kuat menahan semuanya sekarang. Setiap langkah mundur yang ia ambil terasa semakin berat, dan perlahan-lahan pandangannya mulai kabur karena air mata yang menumpuk.

Mereka semua melihatku seperti aku adalah musuh. Seperti aku tak punya tempat di sini lagi. Wilona semakin tenggelam dalam rasa takutnya, perlahan memundurkan diri dan akhirnya menyerah pada keinginannya untuk lari. Tanpa sadar, ia menjatuhkan topengnya entah kemana dan mulai berlari keluar, hanya satu pikiran yang ada di benaknya.

"Aku pingin menjauh... aku ingin pulang."

• • •

Di dalam kamarnya yang nyaman, Michel membalik halaman novel yang ia baca, tenggelam dalam kisahnya tanpa niat sedikit pun untuk beranjak. Suara bundanya yang terus memanggil dari luar, mengatakan ada tamu yang menunggu di depan.

"Biarkan aja, bund" jawabnya singkat tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya. Mendung di luar semakin gelap, seakan hujan akan segera turun, namun michel tetap teguh dengan keputusannya untuk tidak keluar menemui tamu yang sudah ia tau siapa itu.

Di luar, Bunda nya akhirnya menyerah, hanya bisa menghela napas sambil melihat ke arah sosok remaja laki-laki yang berdiri diam di depan pagar. Wajahnya yang iba tak mampu mengusir keingintahuannya. "Bukankah dia cowok yang itu? Kenapa nunggu di sini dengan cuaca seperti ini, tanpa jaket tebal pula?"

Hampir setengah jam berlalu dan suara petir menggelegar di langit. Michel tersentak, mendongak dari bukunya lalu berjalan mendekati jendela. Dengan rasa penasaran, ia menarik tirai dan melihat ke luar dan di sanalah Javier, masih berdiri di depan pagar rumahnya, basah kuyup di bawah rintik hujan yang mulai deras.

Michel berdecak lalu menghela napas, melihat ponselnya yang baru bergetar menunjukkan beberapa SMS dari nomor asing. Ketika ia buka, ternyata itu pesan dari Javier. Ia tak habis pikir, "Cowok ini kenapa gila sekali, hujan-hujanan di jam malam gini... Apa kata tetangga gue coba kalo tahu ada anak orang berdiri basah di luar rumah?"

Akhirnya michel keluar, membawa payung besar dan berdiri di depan Javier, menatapnya dengan ekspresi campuran sakit dan kesal. Javier, yang tadinya menunduk, terkejut mendengar langkah-langkah kecil di depannya. Perlahan ia mengangkat pandangan, dan matanya berbinar ketika melihat wajah Michel. Wajah yang sejak lama memenuhi pikirannya.

Robers (my chupid)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang