♡ ♡ ♡
"Kenapa dia melambat?" tanya Wilona panik, berdiri dari tempat duduknya.
Anton dan Wawan memanfaatkan kesempatan itu, mempercepat laju mereka. Ketika garis finis mendekat, Harsya berusaha sekuat tenaga mengabaikan rasa sakit di tangannya. Namun, usaha itu tidak cukup. Ia finis di posisi keempat, jauh dari harapannya.
Suasana tribun berubah sunyi, sebagian besar pendukung Harsya tampak kecewa. Wilona menutupi mulutnya dengan tangan, sementara Javier hanya bisa menunduk, ikut merasakan kekecewaan sahabatnya.
Anton naik ke podium sebagai juara, diikuti Wawan di posisi ketiga. Harsya hanya berdiri di pinggir kolam, menyeka wajahnya yang basah. Matanya merah karena air, ditambah perasaan marah dan kecewa yang menyelimuti hatinya.
Setelah memberikan ucapan selamat yang terdengar hambar kepada Anton dan Wawan, Harsya berjalan lesu menuju ruang ganti. Ia tidak memedulikan rasa sakit di tangannya atau pandangan orang-orang di sekitarnya.
Wilona dan teman-teman lain menunggu di luar, berharap Harsya segera keluar. Namun, waktu terus berlalu, dan ruang ganti tetap sunyi.
"Udah lama banget" ujar yasmin. "Mungkin dia lagi diomelin Pak Jae." tebak javier
Wilona menggeleng pelan. "Nggak, gue belum dikasi kabar gitu."
Satu per satu teman-temannya meninggalkan arena, sampai salsa yang biasanya sabar kini pun udah ditarik juneo. Akhirnya hanya Wilona yang tersisa. Karena ia gemas, dirinya memutuskan untuk memberanikan masuk mencari harsya, meski merasa gugup. Ia harus memastikan pacarnya itu masih di dalam atau tidak.
Ruang ganti terasa sunyi, hanya suara langkah Wilona yang memecah keheningan. Pencahayaan temaram menambah suasana sendu. Wilona melangkah dengan hati-hati. Harsya belum juga keluar sejak tadi, dan hatinya dipenuhi kecemasan.
"Harsya?" panggilnya nyaris berbisik.
Hingga akhirnya ia menemukan seseorang yang duduk di bangku panjang di depan loker. Harsya terlihat begitu berbeda. Rambutnya yang masih belum kering menjuntai sedikit acak dan mata tajamnya tampak memerah. Ia menunduk, menatap tangan kanannya yang tadi sempat kram.
"Harsya..." panggil Wilona
Harsya mengangkat wajahnya, dan saat mata mereka bertemu, Wilona merasa hatinya mencelos. Wajah tampan Harsya yang biasanya penuh percaya diri kini dihiasi senyum getir yang hampir patah.
" Aku nggak berhasil dapat ciuman dari kamu ya?" gumamnya dengan nada yang jelas tapi terdengar getir. "Maaf... aku payah banget."Wilona tidak berkata apa-apa. Hanya melangkah lebih dekat untuk duduk di samping pacarnya. Harsya perlahan tersenyum kecil, merasakan ketulusan Wilona. Ia menyandarkan kepala ke bahu pacarnya, membiarkan kehangatan itu menghapus sedikit rasa kecewanya.
"Kamu kok bisa di sini? Teman-teman lain mana?" tanyanya.
Wilona tersenyum tipis. "Udah pulang semua. Aku nggak tega ninggalin kamu sendirian."
Harsya terkejut mendengar itu. Ia melirik jam di dinding dan tersadar betapa lama ia melamun. "Astaga, aku selama itu?"
Wilona mengangguk pelan, tatapannya sangat mengkhawatirkan harsya. Dengan lembut tangan nya memegang tangan harsya yang tadi kram "Kamu nggak payah, Harsya" bisiknya lembut. "Kamu udah ngelakuin yang terbaik. Aku lihat kamu berjuang sampai akhir, dan itu bikin aku bangga banget."
Harsya menunduk, membiarkan Wilona memegang tangannya. "Tapi aku kalah" jawabnya lirih. "Aku nggak bisa buktiin apa-apa. Aku bahkan juga nggak bisa jagain kamu."