♡ ♡ ♡
Wilona memandang seragam adiknya yang ia temukan saat mencuci minggu pagi ini. Seragam itu penuh noda dan bau tak sedap, membuat hatinya terasa berat. Ia menggenggam seragam itu sambil mencoba berpikir positif, tapi bayangan buruk mulai merasuk di pikirannya.
“Dodo!” panggil Wilona dengan nada tinggi.
Adiknya yang sedang asyik bermain game di ruang tamu hanya melirik sekilas, lalu kembali fokus pada layar ponselnya.
“Ini apa? Kenapa seragam kamu kayak gini? Kamu berantem? Mebengkel? Atau...” Wilona menggantungkan kalimatnya, takut mengutarakan pikiran yang lebih buruk
Dodo tetap diam, seolah tak peduli. Sikap acuhnya hanya menambah rasa sakit di hati Wilona.
Wilona menghela napas panjang, menahan air mata. "Kalau kamu nggak mau cerita, aku nggak bisa bantu kamu, Do."
Namun, Dodo tetap bungkam. Wilona menyerah dan masuk ke kamarnya dengan hati yang terluka.
Keesokan harinya, Wilona memutuskan untuk bolos sekolah. Setelah acaranya berpura-pura ke uks ia mengaku sakit supaya bisa segera pulang. Bahkan ketika Harsya menawarkan untuk mengantarnya pulang, Wilona kini menolak.
“Aku cuma butuh istirahat sebentar kok kamu kan ada kelas” kata Wilona dengan suara lemah menyambut telpon harsya, meski sebenarnya ia punya rencana lain.
Kini kedua kakinya sudah menapak di harrods. Saat berjalan keluar, ia tak sengaja bertemu michel yang baru saja selesai membeli makanan di kantin. Michel menatap Wilona dengan kening berkerut.
“Wilona? Tumben, Lo nggak sekolah?” tanyanya ramah sambil menyodorkan kotak jus yang ada di tangannya.
Wilona menolak halus. “Nggak usah, Chel. Makasih.”
“Di tas gue masih ada kok, santai aja. Kalau kurang, gue juga bisa beli lagi di kantin” balas Michel sambil memaksa Wilona menerima jus favorit nya
Wilona akhirnya mengambil kotak jus itu, lalu tersenyum kecil. “Thanks. Gue cuma jemput Dodo sih, tapi salah jam.”
“Oh, kirain kenapa. Gue juga kebetulan keluar kelas duluan. Mau ke kantin dulu ga?” tawar Michel.
Wilona menggeleng. “Gue nggak laper lok. Lo aja yang makan cel.”
Sebelum Michel sempat bertanya lebih jauh, Wilona melangkah pergi, meninggalkan temannya yang masih heran dengan tingkahnya.
Di Harrods, sekolah adiknya, Wilona berjalan perlahan menyusuri lorong-lorong kelas. Perasaannya tidak karuan saat mendapati kelas dodo yang ramai. Ia mengintip dari kejauhan, ia mendengar suara cemoohan yang semakin keras.
Wilona mengintip dan melihat adiknya dipojokkan di kelasnya. Beberapa anak laki-laki, salah satunya dengan pakaian rapi dan gaya mahal, sedang mencaci maki Dodo dengan kasar.
“Pantas aja lo diem terus! Anak korupsi pasti malu juga kan?” ejek salah satu dari mereka.
Dodo hanya diam, kepalanya tertunduk.
Wilona tidak bisa menahan amarahnya. Ia langsung masuk ke kelas itu dengan langkah cepat, membuat semua orang terkejut.
“WOYY!” teriaknya, membuat perhatian seluruh kelas tertuju padanya.
Dodo mendongak kaget melihat kakaknya berdiri di depan kelasnya. Wilona mendekat dengan tatapan tajam ke arah si perundung itu.
“Apa salah Dodo? Kalian pikir kalian hebat dengan memperlakukan dia kayak gini?” Wilona membentak, suaranya penuh emosi.