🐈‍⬛

35 3 0
                                    

Langit masih biru pucat ketika Yunho menemukan sebuah amplop di antara tumpukan surat di meja kerjanya. Amplop itu berbeda dari yang lain; tidak ada nama pengirim, hanya tertulis "Untuk Yunho. Pribadi dan sangat rahasia." Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Matanya tak lepas dari amplop itu, seolah-olah bisa melihat isinya melalui kertas.

Dengan tangan gemetar, Yunho merobek segel amplop. Di dalamnya, ia menemukan selembar kertas yang terlipat rapi. Surat itu pendek, tulisan tangan yang lembut namun penuh percaya diri. Seiring ia membacanya, napasnya menjadi lebih lambat, lebih berat.

"Yunho, 
Kata-kata mungkin tak cukup untuk mengungkapkan perasaanku. Namun, aku ingin kau tahu bahwa setiap detik yang kulalui, aku memikirkanmu. Kau adalah sinar di pagi hari dan bayanganku di malam hari. Aku mencintaimu, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. 
Mingi."

Yunho menghela napas panjang, jantungnya berdebar lebih keras sekarang. Ada sesuatu yang begitu jujur dan menyentuh dalam tulisan Mingi. Surat ini seperti membuka pintu rahasia ke dalam hati Mingi yang tak pernah ia duga. Yunho tahu bahwa Mingi sering bercanda, sering berlagak seolah tak ada yang bisa menyentuhnya. Tapi surat ini… surat ini adalah bukti bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari yang pernah ia bayangkan.

Tak lama kemudian, pintu kamar Yunho terbuka perlahan. Mingi masuk tanpa mengetuk, seolah tahu bahwa ia akan diterima dengan tangan terbuka. Matanya mencari Yunho, dan saat menemukan tatapan itu, bibirnya mengukir senyum tipis, penuh rahasia.

"Apa kau mendapat suratku?" tanya Mingi dengan nada santai, meski ada ketegangan halus di balik suaranya.

Yunho hanya mengangguk, tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Mingi mendekat, langkahnya pelan dan penuh perhitungan, seolah-olah ia sedang mendekati mangsa yang harus ditaklukkan dengan hati-hati.

"Kau tahu apa artinya ini, bukan?" bisik Mingi, sekarang berdiri hanya beberapa inci dari Yunho. Tangannya terulur, menyentuh wajah Yunho dengan lembut, jemarinya menyusuri pipi hingga dagu, kemudian berhenti di bibir yang sedikit terbuka.

Yunho mengangguk lagi, kali ini lebih pelan. Ada sesuatu dalam tatapan Mingi yang membuatnya merasa lemah, membuatnya menginginkan sesuatu yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri.

Mingi tersenyum, lalu tanpa peringatan, menarik Yunho ke dalam pelukannya dengan kekuatan yang membuat Yunho tersentak. Bibir mereka bertemu dalam ciuman yang pertama lembut, lalu semakin lama semakin intens. Yunho bisa merasakan gairah yang membakar dari tubuh Mingi, mengalir melalui bibir mereka yang menyatu.

"Yunho..." Mingi bergumam di antara ciumannya, suaranya serak dan penuh hasrat. "Aku sudah lama ingin melakukannya."

Yunho tak bisa menjawab, hanya bisa merespon dengan ciuman yang semakin dalam. Tangannya bergerak di sepanjang tubuh Mingi, merasakan otot-otot yang tegang di bawah sentuhannya. Mingi merespon dengan mengerang, menggigit bibir Yunho dengan penuh gairah.

Dengan satu gerakan cepat, Mingi mendorong Yunho ke dinding. Yunho mengerang pelan saat punggungnya menyentuh permukaan yang keras, tetapi tidak ada penolakan dalam gerakannya. Sebaliknya, ia menarik Mingi lebih dekat, merasakan panas tubuh mereka yang berpadu.

Mingi menekan tubuhnya ke Yunho, tangannya bergerak cepat membuka kancing kemeja Yunho, merobeknya dengan kasar hingga kancing-kancing berjatuhan ke lantai. Yunho tidak peduli, tidak di saat seperti ini. Bibir Mingi bergerak ke lehernya, menggigit dan mencium dengan intensitas yang membuat Yunho menggeliat.

"Kau tidak tahu seberapa lama aku menahan ini," bisik Mingi di kulit leher Yunho, suaranya hampir seperti geraman.

Yunho menggigit bibirnya, mencoba menahan suara yang ingin keluar dari tenggorokannya. Tapi ketika tangan Mingi bergerak ke bawah, menyusuri setiap lekuk tubuhnya dengan cara yang begitu intim dan mendalam, Yunho tidak bisa menahan lagi. Erangan lepas dari bibirnya, terdengar begitu putus asa.

Mingi tersenyum mendengar itu, senyum yang penuh kemenangan. "Aku ingin kau mengingat malam ini, Yunho," katanya sambil mencium bibir Yunho lagi, kali ini lebih keras, lebih menuntut. "Aku ingin kau tahu bahwa kau milikku."

Yunho mengangguk lemah. Tubuhnya bergetar di bawah sentuhan Mingi, setiap sentuhan seolah menyulut api yang berkobar dalam dirinya. Mingi tak menunggu lebih lama lagi. Ia merobek celana Yunho dengan mudah, dan dalam sekejap, mereka berdua berada dalam keadaan telanjang, hanya ada kulit bertemu kulit, panas bertemu panas.

Mingi menekan Yunho ke dinding dengan lebih keras, tubuh mereka bersatu dalam satu gerakan yang membuat Yunho kehilangan napas. Dorongan pertama Mingi keras dan kasar, membuat Yunho mengerang, tetapi ada rasa manis di balik rasa sakit yang membuatnya mendambakan lebih.

Dorongan demi dorongan, Mingi semakin keras, semakin cepat. Yunho hanya bisa memejamkan mata, merasakan setiap gerakan yang menghantam tubuhnya dengan gelombang kenikmatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Tangannya mencengkeram bahu Mingi, menariknya lebih dekat, seolah-olah takut kalau Mingi akan menghilang kapan saja.

Namun Mingi tidak akan pergi. Tidak sekarang. Ia terus bergerak, mengerang di telinga Yunho, kata-kata kotor yang membuat wajah Yunho memerah, tetapi juga membuat darahnya semakin mendidih.

Saat akhirnya mereka berdua mencapai puncak kenikmatan mereka, Yunho merasakan tubuhnya meluruh, napasnya terengah-engah, dan keringat membasahi tubuh mereka. Mingi tetap memeluknya erat, mencium keningnya dengan lembut kali ini, berbeda dengan semua yang terjadi beberapa detik lalu.

Mingi menarik diri, menatap Yunho dengan mata yang lebih lembut sekarang. "Aku mencintaimu, Yunho," bisiknya lagi, kali ini suaranya penuh dengan perasaan yang tak pernah Yunho lihat sebelumnya.

Yunho hanya bisa mengangguk, menarik Mingi lebih dekat, berbisik pelan, "Aku juga."

Dan mereka terdiam di sana, saling memeluk di tengah kamar yang sepi, hanya suara napas mereka yang tersisa, berbisik dalam kegelapan malam yang mulai turun.

Buxom Episode • All × YunhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang