15. Aresto Momentun

91 13 0
                                    

Vote + Komen + Jangan Lupa Follow
.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.
***

Diana Malfoy duduk di tribun Quidditch bersama Pansy Parkinson, menatap lapangan yang mulai diliputi awan gelap. Angin dingin berhembus, dan hujan gerimis mulai turun. Suasana semakin mencekam, tapi Diana tetap tenang, matanya tertuju pada pertandingan antara Gryffindor dan Hufflepuff.

"Kenapa sih kita harus datang ke sini? Ini kan cuma Gryffindor lawan Hufflepuff," keluh Pansy, wajahnya cemberut dan tangan terlipat di dada. "Seperti akan ada pertunjukan saja."

Diana hanya tersenyum tipis, mengangkat bahu. "Entahlah, Pans. Tapi aku merasa akan ada sesuatu yang menarik."

Pansy mendengus dan berbalik menonton permainan, meskipun jelas dia lebih tertarik untuk mengeluh daripada menikmati pertandingan. Di lapangan, Harry Potter terbang cepat mengejar Snitch, matanya fokus pada bola kecil yang hampir tak terlihat.

Tiba-tiba, suasana berubah. Diana melihat bayangan gelap yang melayang di sisi lapangan, semakin mendekat. Ada sesuatu yang aneh. Diana menahan napas, mengenali sosok-sosok yang melayang itu.

"Dementor..." gumam Diana pelan.

Pansy, yang mulai merasakan hawa dingin yang menusuk, menoleh dengan ekspresi panik. "Dementor?! Kenapa mereka ada di sini?!"

Di atas, Harry Potter tampak semakin kesulitan. Terbang tak terkendali, wajahnya pucat, tubuhnya seakan lemas, kehilangan kekuatan untuk bertahan. Dia terjatuh dari sapunya, meluncur bebas ke bawah dengan kecepatan tinggi, menuju tanah.

Diana merasakan jantungnya berdegup kencang. Begitu Harry hampir menyentuh tanah, suara keras terdengar dari ujung tribun. Dumbledore berdiri, tongkatnya terangkat tinggi. "Aresto Momentum!" teriaknya, dan seketika itu juga, tubuh Harry melambat, hampir melayang di udara sebelum akhirnya mendarat dengan aman di tanah.

Diana menghela napas lega, lalu tersenyum puas. "Tuh kan, aku bilang juga apa. Akan ada sesuatu yang menarik."

Pansy hanya menatapnya dengan mata sedikit melotot, masih syok. "Ayo, kita balik ke kastil," ujar Diana, bangkit dari tempat duduk. Dia mulai berjalan, meninggalkan Pansy yang masih kebingungan mengikuti langkahnya.

***

Harry membuka matanya perlahan, kepala terasa berat dan pusing. Tubuhnya lemas, seakan ia baru saja terjatuh dari ketinggian yang sangat tinggi. Oh, tentu saja, dia memang jatuh dari sapunya. Rasa dingin yang menyusup ke tubuhnya mengingatkan pada perasaan aneh yang ia rasakan saat Dementor mendekat. Ketika matanya terbuka sepenuhnya, dia melihat Hermione dan Ron berdiri di sampingnya, wajah mereka cemas.

"Harry? Are you okay?" suara Hermione terdengar sangat khawatir.

Harry mengerjapkan matanya, mencoba fokus. "Oh, brilliant," jawabnya sambil tersenyum tipis meskipun rasanya agak sulit. "I think."

Fred atau George, entahlah dia tidak yakin, mendekat dengan wajah agak serius. "You really scared us, mate," katanya, meskipun ada nada cemas yang jelas di suaranya.

"Scared? What happened?" Harry bertanya, suaranya masih sedikit serak.

"Kau jatuh dari sapumu, Harry," kata Ron, suaranya masih penuh kekhawatiran. "Tiba-tiba saja kamu langsung jatuh begitu saja."

"Wait... I fell?" Harry bertanya, terkejut. "How?"

"It was the Dementors," Hermione menjelaskan dengan hati-hati. "They appeared and... well, you couldn't handle it. You lost control of your broom."

Harry mencoba mengingat kejadian itu, tapi pikirannya terasa kabur. "Dementors? I don't really remember..." dia mengingat bayangan hitam yang datang, lalu rasa dingin yang menusuk. "Wait, what happened with the match? Who won?"

Hermione ragu sejenak. "Well... it wasn't your fault, Harry. The Dementors shouldn't have been anywhere near the pitch. Headmaster Dumbledore was furious. He had to drive them off."

Ron menambahkan dengan nada yang sedikit lebih ceria, meskipun masih tampak cemas. "There's something else you should know. When you fell, your broom... it crashed into the Whomping Willow."

Harry menatap Ron dengan bingung. "The Whomping Willow?"

Ron mengangguk dan menarik kain dari dekat Harry, memperlihatkan sapu yang patah. "See? It snapped right in half."

Harry menatap sapunya yang rusak, merasa bingung. "Wow... that's bad."

Fred tersenyum miris. "But don't worry, mate. Wood's taking it better than you think. He's, uh, in the bathroom, having a bath to calm down."

Harry hanya bisa mengangguk, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. "Alright then," katanya dengan sedikit senyum, meskipun dia merasa belum sepenuhnya sadar sepenuhnya. "Thanks for... saving me."

***












Soory kalau scene ini kurang mirip, aku lupa mereka bilang apa, soalnya aku ga bawa buku catetanku heheq. Oke see u all

-lyynowm

-lyynowm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sacrifier | 𝐆𝐨𝐥𝐝𝐞𝐧 𝐭𝐫𝐢𝐨 𝐞𝐫𝐚 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang