Vote + Komen + Jangan Lupa Follow
..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
***
Sorakan dari tribun stadion terdengar memekakkan telinga. Seorang gadis berjalan dengan tenang di belakang ayah dan kakaknya, mengikuti langkah mereka yang penuh percaya diri. Seperti biasa, mereka menjadi pusat perhatian.
Lucius Malfoy dengan tongkat peraknya tampak angkuh, sementara Draco melangkah dengan senyum sombong yang lekat di wajahnya. Diana, meskipun lebih tenang daripada mereka, tetap memancarkan aura yang tak kalah menonjol.
"Cepat, Diana," Lucius mendesak tanpa menoleh.
Diana melangkah lebih cepat, meskipun hatinya terasa aneh sejak pertemuan singkat mereka dengan keluarga Weasley. Bukan karena keluarga itu, mereka selalu menjadi bahan olok-olok Draco. Melainkan tatapan yang tak disengaja dengan Harry Potter.
Sebuah senyum tipis tanpa sadar muncul di wajahnya kala tatapan mereka bertemu. Dia tidak tahu mengapa. Itu bukan kebiasaan seorang Malfoy untuk menunjukkan kelembutan, apalagi kepada Harry Potter.
"Kau melamun lagi," suara Draco menyela pikirannya. "Sejak tadi kau diam saja. Jangan bilang kau masih memikirkan keluarga Weasley yang menyedihkan itu."
"Aku hanya lelah mendengar ocehanmu," jawab Diana dingin, pandangannya lurus ke depan.
Draco mendengus. "Terserah. Tapi aku serius, Dee. Potter itu... menjijikkan. Kau tidak boleh terpengaruh olehnya."
Diana hanya mendiamkannya. Dia sudah terlalu terbiasa dengan sifat kakaknya yang selalu ingin mendominasi percakapan. Di satu sisi, dia merasa lega karena Draco tidak menyadari tatapan yang ia tukar dengan Harry.
Tribun VIP mereka terletak di bagian terbaik stadion-bisa kubilang, memberikan pandangan luas ke seluruh lapangan. Lucius berbicara dengan pejabat-pejabat Kementerian yang juga berada di tribun yang sama. Draco dengan semangat menunjuk-nunjuk ke arah para pemain yang sedang melakukan pemanasan.
"Lihat itu, Krum! Dia pasti akan menang," Draco berujar penuh semangat.
Diana tidak menanggapi. Pandangannya sekali lagi mengarah ke tribun paling atas, tempat keluarga Weasley, Hermione, dan Harry Potter duduk. Entah mengapa, gadis itu bisa melihat Harry yang tampak ceria, wajahnya berseri-seri seperti seorang anak kecil yang baru saja mendapat hadiah Natal.
"Kau melihat apa?" tanya Draco curiga, mengikuti arah pandangannya. "Jangan bilang kau memerhatikan Potter."
"Aku hanya melihat lapangan," jawab Diana datar. "Kau terlalu paranoid, Dray."
Draco memutar matanya, tetapi dia tidak menanyakan lebih jauh., dan Diana diam-diam merasa lega.
***
Pertandingan dimulai dengan sorakan membahana dari seluruh stadion. Tim nasional Irlandia bermain dengan cepat, mencetak gol demi gol yang membuat penonton bersorak histeris. Diana mencoba memusatkan perhatian pada pertandingan, tetapi pikirannya terus kembali pada bocah lelaki yang memiliki marga Potter.
"Ayah benar," pikirnya pelan. "Aku tidak boleh menunjukkan kelemahan."
Namun, setiap kali dia mencoba mengalihkan perhatian, bayangan tatapan itu kembali muncul. Senyum tipis yang tak sengaja ia berikan menjadi sesuatu yang sulit dilupakan.
"Diana," suara Lucius memanggilnya. Ayahnya menatapnya dengan tatapan tajam. "Kau tampak tidak fokus. Perhatikan pertandingan."
"Yes, Dad" jawab Diana, berusaha memasang wajah serius.
Ketika pertandingan akhirnya selesai, para penonton mulai beranjak dari tempat duduk mereka. Lucius, Draco, dan Diana berjalan perlahan meninggalkan tribun VIP, bertemu kembali dengan kerumunan besar yang mengarah ke pintu keluar.
Di tengah kerumunan itulah, Diana kembali melihat Harry Potter. Dia berjalan bersama keluarga Weasley dan Hermione, tampak santai meski kerumunan di sekitarnya berdesakan. Gadis itu berusaha tidak menatapnya terlalu lama, tetapi sebelum dia bisa mengalihkan pandangan, mata mereka bertemu lagi.
Kali ini, Harry tampak sedikit terkejut. Diana merasakan detak jantungnya mempercepat. Namun, dia tidak menunjukkan reaksi apapun, hanya menahan tatapan itu sejenak sebelum melangkah pergi bersama ayah dan kakaknya.
"Diana, cepat!" suara Draco terdengar.
Diana mempercepat langkahnya, tetapi dia tak bisa mengabaikan sensasi aneh yang memenuhi pikirannya. Ada apa dengannya?
***
Dee dibaca Dii.
Cari translate ajalah.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sacrifier | 𝐆𝐨𝐥𝐝𝐞𝐧 𝐭𝐫𝐢𝐨 𝐞𝐫𝐚
FanficA STORY BY LYYNOWL {golden trio era} Sejak tahun pertama di Hogwarts, Harry Potter dan Diana Malfoy telah terjebak dalam permusuhan yang diwariskan oleh keluarga mereka. Diana, saudara kembar Draco, sama licik dan sombongnya, selalu menjadi musuh Ha...