64 : Apateu

230 29 17
                                        

Selamat. Anda memasuki waktu dimana mulai slow update. 🤣🤣🤣

Hepi reading adeek-adeeekkkk... ☺️


..

..

..

..

Jia tidak bisa pulang malam ini, Ibu Haechan memintanya menginap saja karena sudah larut. Jia bersama Seungyeon di kamar tamu yang memang dulu sering di gunakan untuk tidur mereka berdua, sementara dua adik laki-laki Haechan berada di kamar Haechan.

Pagi tadi Jia sempat membersihkan kamar Haechan yang cukup banyak tertinggal bekas dirinya, seperti pakaian dan barang-barang yang lainnya. Bekas dirinya tentu tidak sebanyak bekas Haechan di rumahnya, jadi Jia tidak terlalu lelah untuk membereskan sesuatu yang bisa mengundang kecurigaan.

Huh,

Ini sudah sejam sejak ia merebahkan diri, matanya masih saja enggan untuk memejam. Jia merasa gelisah, ada begitu banyak pikiran di kepalanya, salah satunya rasa bersalah yang terus menghantuinya.

Jia menggigiti kuku jarinya.

Ia ingin menemui Haechan dan berbicara dengannya, namun khawatir dia tidak mau mendengarkannya karena terlalu muak dengan segala macam omong kosongnya.

Masa bodo, ah!

Dengan hati-hati, Jia melirik pada Seungyeon yang telah tidur. Dia mabuk setelah minum bersama saat menonton film tadi. Jia yakin dia tidak akan bangun melihat bagaimana pulasnya dia.

Pandangannya lalu beralih pada jam kecil di atas nakas.

Pukul 01.12 dini hari. Jia tidak yakin Haechan belum tidur, tetapi dalam dirinya mendorongnya untuk keluar kamar saja.

Jia akhirnya turun dari tempat tidur dengan hati-hati. Kakinya melangkah sepelan mungkin dan membuka pintu dengan pelan pula. Nafasnya baru bisa lega setelah keluar dari kamar.

Dari arah tersebut, Jia bisa melihat cahaya dari ruang tengah yang gelap. Kakinya lantas melangkah maju, kedua matanya mengerjap lambat melihat layar televisi yang masih menyala di tengah lampu yang padam. Seseorang tengah duduk di sana dalam diam.

Jia pikir langkah kakinya nyaris seperti hantu yang tidak bersuara, tapi nyatanya Haechan menyadari kehadirannya.

Jia menyengir. "Oppa, belum tidur?" basa-basi.

Dia tidak langsung menjawabnya. Memandangnya cukup lama sebelum akhirnya menjawab dengan gumaman.

"Eung, kenapa kau belum tidur juga?"

Jia melanjutkan langkahnya dan duduk di sebelah Haechan. Matanya melirik kaleng bir di tangan Haechan. "Tidak bisa tidur." balasnya.

Haechan menenggak minumannya tanpa memandangnya lagi.

"Kenapa? Bukannya sudah mendapat pelukan dari Jeno? Atau lebih dari itu?" sindirnya.

Heol.

Jia merapatkan bibirnya seketika. Mendadak saja tenggorokannya nyeri hanya untuk menelan saliva.

"Ma-maaf, aku ..." Jia menghisap bibir bawahnya, tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Hanya helaan nafas kecilnya saja yang mengudara.

Tidak banyak reaksi di wajah Haechan. Dia hanya diam sambil menatap lurus ke depan.

"Aku menunggu janjimu." balasnya setelah diam cukup lama. "Jika kau menundanya terlalu lama, aku akan memberi pilihan padamu." Haechan lalu menoleh padanya, membuat nafas Jia nyaris tercekat melihat wajah dinginnya.

POISON [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang