Jeffrey keluar dari mobil setelah taksi yang membawa Joanna pergi. Pria itu tampak emosi. Lalu menarik tangan Joanna yang akan memasuki penginapan ini."Kamu keterlaluan! Ada dendam apa kamu pada—" ucapan Jeffrey terjeda saat melihat taksi lain baru saja tiba. Teman-teman Joanna keluar dari sana. Ada tiga orang yang Jeffrey tidak tahu siapa namanya. Namun dia familiar dengan wajah mereka. Karena pernah bertemu di acara pernikahannya.
"Joanna aku bawa pulang, ya? Bapaknya sakit." ucapan Jeffrey jelas membuat ketiga teman Joanna ini mengiyakan tanpa pikir panjang lagi. Mereka juga ikut memaksa agar Joanna mau pulang bersama Jeffrey. Karena memang hal ini lebih penting daripada rencana liburan yang spontan mereka rencanakan saat di Jakarta kemarin.
Joanna kalah. Karena dia sendirian versus empat orang. Sehingga kini, dia berada di pesawat. Duduk tenang di samping suaminya.
"Masih marah?"
Sudah dua jam Joanna diam saja. Dia terus memainkan ponselnya. Padahal tidak sedang menghubungi siapa-siapa. Karena memang dia malas membalas pesan orang-orang. Akibat kesal dengan Jeffrey tentu saja.
"Kalau lapar bilang. Kamu belum makan siang. Kentang tadi juga kamu tinggal di mobil rental."
Jeffrey dan Joanna sudah duduk di pesawat. Pesawat juga sudah berada di udara. Sehingga sabuk pengaman bisa dilonggarkan.
"Mau ke mana?"
Joanna masih enggan bersuara dan memang duduk di dekat jendela mulai berdiri setelah melepas sabuk pengaman. Melewati Jeffrey yang duduk di sampingnya.
"Oh, ke kamar mandi."
Jeffrey tampak khawatir. Dia takut Joanna kabur lagi. Meski itu tidak mungkin.
"Sebenarnya apa yang membuat dia tidak mau pulang kali ini?" Jeffrey bertanya pada dirinya sendiri. Dia penasaran sekali. Kenapa wanita itu tampak dingin pada orang tuanya sendiri. Padahal alasannya mau menikah karena ingin menyenangkan dua orang yang telah menghadirkan dirinya ke dunia ini. Namun seperti ini perlakuannya pada Rendy.
"Hipokrit." Lagi-lagi Jeffrey berbicara sendiri. Hingga Joanna kembali dan duduk tenang di sampingnya lagi. Sembari menatap jendela hingga pesawat turun dan mereka bergegas menuju mobil Jeffrey.
"Mau pulang dulu?" Joanna lagi-lagi enggan menjawab. Dia mulai memejamkan mata. Tidak peduli Jeffrey ingin membawanya ke mana. Karena dia sudah pasrah mau dibawa kemana saja. Sebab acara liburannya telah gagal dan dia sudah tidak bersemangat sekarang.
"Langsung saja, lah! Sudah bawa baju ganti juga."
Jeffrey melirik Joanna yang mulai merebahkan kursi. Ingin tidur mungkin. Karena matahari sudah tenggelam sejak tadi.
Jeffrey memutar musik perlahan. Sebagai pengantar tidur istrinya. Karena dia tahu jika earphone Joanna tertinggal di mobil rental.
Setelah sekitar empat jam menempuh perjalanan, mobil akhirnya berhenti di depan rumah orang tua Joanna. Membuat Jeffrey mulai merenggangkan badan. Lalu menepuk pundak Joanna yang masih tidur pulas di sampingnya.
"Sudah sampai!"
Joanna mengerjapkan mata. Menatap sekitar. Lalu meraih ponsel yang ada di atas perutnya. Kereta terlepas saat digenggam.
Jeffrey turun terlebih dahulu. Berniat mengetuk pintu. Karena ini sudah jam sebelas dan orang-orang sudah tidur tentu.
Brak...
Joanna menendang pintu dari bawah. Membuat dua daun pintu berwarna hijau muda terbuka lebar. Membuat Jeffrey agak shock dengan sikap bar-bar istrinya.
"Bapak? Dia yang buka. Bukan saya." Jeffrey tampak panik saat melihat mertuanya keluar kamar dengan bertelanjang dada. Dia hanya memakai sarung saja. Dengan mata mengerjap karena baru saja terlelap.
"Kok malam sekali?" Rendy mendekat. Membuat Jeffrey lekas mencium tangan si mertua. Sedangkan Joanna langsung masuk rumah dan menuju dapur guna memeriksa ibunya masak apa.
"Bapak katanya sakit?" tanya Jeffrey sembari menelisik keadaan Rendy. Pria itu tampak ringkih. Tubuhnya kurus dan kulitnya gelap karena bekerja sebagai tukang kayu. Sehingga wajar kalau kulitnya gelap. Berbeda dengan istrinya yang sejak dulu memiliki toserba, sehingga kulitnya putih pucat seperti Joanna karena sangat jarang terpapar sinar matahari siang.
"Hanya terserempet motor sedikit."
Jeffrey menatap kaki kanan si mertua yang diperban. Kaki yang sebelumnya tertutup sarung tentu saja. Sehingga dia tidak menyadari sejak awal.
"Kok bisa? Orangnya tanggung jawab, kan?"
"Tanggung jawab, langsung dibawa ke puskesmas."
Jeffrey mengangguk lega. Setelah sebelumnya memasang wajah khawatir. Lalu mendekati Liana yang baru saja keluar dari kamar mandi. Menyalami wanita itu yang tampak terkejut saat ini. Karena si menantu bertamu untuk yang pertama kali setelah pernikahan terjadi.
"Kok datang tidak bilang-bilang? Joanna mana?"
"Sudah di belakang, Bu. Makan mungkin. Sejak siang dia belum makan soalnya"
"Kalau kamu bagaimana? Sudah makan? Mau dibuatkan apa?"
"Terserah Ibu saja."
Jeffrey dibawa Liana masuk rumah. Mereka berkumpul di ruang makan. Berbincang bertiga. Karena Joanna bergegas masuk kamar setelah menyantap semangkuk potongan mangga dan semangka.
Satu jam kemudian Jeffrey akhirnya bisa masuk kamar. Setelah memakan nasi goreng buatan Liana. Karena mereka harus istirahat juga.
"See? Tidak ada gunanya kita kemari. Sakitnya tidak akan membuat mati. Lagi pula kalau mati juga tinggal dikubur, kan? Kenapa harus repot-repot datang? Aku akan mengejar penerbangan ke Bali besok pagi. Setelah ini kita balik Surabaya lagi!"
Jeffrey yang sudah lelah tentu naik pitam. Dia baru saja ingin mandi dan merebahkan badan. Namun Joanna justru sudah bersiap ingin kembali keluar dari rumah. Padahal ini sudah jam dua belas malam.
"Kamu gila, hah? Aku lelah! Beri waktu aku istirahat paling tidak sebentar saja. Kita baru sampai juga, tidak mungkin kalau langsung pulang!"
"Ya sudah, aku naik bis satu jam lagi!"
Jeffrey menatap Joanna horror sekarang. Dia jelas merasa kesal. Dia butuh istirahat dan Enggan berdebat. Namun wanita itu tampak tidak mau memperdulikan. "Apa kata orang tuamu nanti? Lima atau enam jam lagi. Beri aku waktu istirahat sedikit lagi. Kita kembali kalau sudah ada matahari. Ada jadwal pesawat ke Bali jam sebelas lebih."
Jeffrey bergegas masuk kamar mandi. Guna membersihkan diri dan memakai baju ganti. Sebab dia belum ganti sejak kemarin.
Selesai mandi, Jeffrey melihat Joanna yang masih duduk di tepi ranjang sembari memainkan ponselnya. Entah sedang melakukan apa. Namun dia tampak serius sekarang.
"Aku tidur di sini. Kamu bisa pakai bantal sebagai penyekat nanti." Jeffrey bergegas merebahkan badan. Kemudian memejamkan mata dan akhirnya terlelap beberapa menit kemudian.
Joanna yang melihat itu mulai
menghembuskan nafas kesal. Padahal dia
sudah siap jalan. Karena tidak betah
berlama-lama di sana."Sialan!"
Karena mulai mengantuk, Joanna akhirnya
memilih ikut tidur. Dia tidur memunggungi
Jeffrey. Karena malas melihat wajah pria ini.Tbc…
KAMU SEDANG MEMBACA
GET TO KNOW BETTER
RomanceJoanna dan Jeffrey menikah karena perjodohan. Kisah klise yang sering berakhir menyedihkan. Namun Joanna berusaha menolak segala penderitaan. Sebab tidak ingin berakhir menyedihkan karena menikahi pria yang masih belum selesai dengan masa lalunya.