5/5

4K 199 14
                                        

Kalau ada typo, tolong dikoreksi. Terima kasih :)

Joanna sedang duduk di tepi ranjang. Menunggu suaminya selesai mandi setelah makan malam. Sebab pria itu memang pulang tepat saat jam makan malam tiba. Sehingga dia langsung makan tanpa mandi dulu seperti biasa.

"Aku ingin bicara!"

Jeffrey yang baru keluar dari kamar mandi jelas terkejut. Karena ini adalah kamarnya sendiri dan kamar Joanna tidak ada di sini. Sehingga dia agak keberatan saat melihat kehadiran wanita ini.

"Kapan kamu masuk? Seharusnya ketuk dulu! Untung aku sudah pakai baju. Kalau belum?" Jeffrey melempar handuk pada keranjang. Lalu menyisir rambut dengan tangan di depan Joanna.

"Memangnya apa salahnya? Kamu suamiku. Mau telanjang atau tidak, seharusnya bukan masalah bagimu. Rena saja bisa keluar masuk kamarmu tanpa mengetuk, kenapa aku tidak bisa seperti itu?" Jeffrey mengernyitkan alias. Bingung akan sikap Joanna saat ini.

"Kapan Rena masuk kamarku? Ah, dia masuk saat tidak ada aku dan kamu tahu itu. Untuk merapikan kamar dan mengurus pakaian kotorku. Kenapa kamu bisa iri pada hal yang seperti itu?"

Joanna merebahkan diri di atas ranjang. Menatap raut terkejut suaminya. Sebab selama menikah mereka memang kerap berdebat. Berselisih pendapat dan tidak pernah tidur bersama. Akibatnya ya seperti sekarang. Komunikasi kurang lancar dan membuat hubungan mereka renggang. "Aku rasa rumah ini terlalu besar. Aku mau pindah."

"Maksudnya bagaimana? Kamu tahu kalau rumah ini aku bangun agar bisa kutinggali bersama keluargaku, kan? Kamu-"

"Aku tidak suka ada orang lain di sini. Kalau pindah di tempat yang lebih kecil, aku tidak butuh ART lagi. Jeffrey, apa kamu tidak mau mencoba hubungan ini? Percakapan tentang kita yang dulu belum pernah terjadi, bagaimana kalau kita lakukan hari ini? Kita butuh mendiskusikan tentang pernikahan ini. Tentang kita dan masa depan mungkin?"

Joanna menopang kepala dengan satu tangan. Dia menatap Jeffrey penuh harap. Karena dia juga butuh kepastian akan tujuan hubungan mereka. Supaya dia tidak salah dalam memperlakukan Rena.

"Kamu tidak mau membangun masa depan denganku? Apa pernikahan ini hanya permainan bagimu? Apa kamu berencana menggantikan—"

"Bukan begitu." Jeffrey menduduki tepi ranjang. Menatap Joanna yang kini kembali rebahan. Namun dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.

"Aku hanya bingung. Semuanya terjadi begitu cepat. Kita belum saling kenal tapi sudah menikah. Aku bingung juga memulainya dari mana. Aku hanya takut salah langkah dan membuatmu kecewa suatu saat."

"Kalau begitu kita bisa mulai dari sekarang. Kita mulai perkenalan lebih dalam. Sejak awal kita memiliki tujuan utama yang sama. Sama-sama ingin menyenangkan hati orang tua. Mama Jessica sudah bercerita tentang kamu dan Rena. Apa sampai sekarang, kamu masih menyukai dia? Itu sebabnya kamu sulit dekat dengan wanita lain setelah ditolak dia. Termasuk denganku juga."

Jeffrey menelan ludah. Dia merasa terintimidasi sekarang. Karena ucapan Joanna memang benar.

"Jujur saja. Tidak apa-apa. Aku tidak masalah kalau harus jadi janda."

Joanna mulai mendudukkan badan. Ucapan berani yang dikatakan membuat Jeffrey terhenyak. Terkejut dengan apa yang baru saja didengar.

"Aku tidak akan menceraikan kamu! Apa kata orang tua kita? Mereka pasti akan kecewa!"

"Kalau aku sih bodo amat. Tujuanku menikah hanya untuk memuaskan ego mereka. Mau berhasil atau tidak, itu bukan urusan mereka. Aku yang sepenuhnya memutuskan. Karena tugas mereka sudah selesai setelah akad."

Jeffrey diam saja. Tenggorokannya kering sekarang. Ucapan Joanna jelas bagai again segar seharusnya. Karena dia bisa bersama Rena dengan mudah. Namun entah kenapa dia merasa tidak rela jika harus bercerai begitu saja. Setelah begitu banyak waktu, uang, dan energi yang dikorbankan.

"Aku akan pergi jika kamu mau aku pergi, Jeff. Jadi kamu tidak perlu berkhianat di belakangku. Aku tidak seegois itu sampai tega mengorbankan kebahagiaanmu demi kesenanganku." Joanna mengusap dada Jeffrey pelan sekali. Seolah sedang menularkan rasa sakit. Rasa sakit karena sudah dibodohi selama dua bulan ini.

"Kalau kamu ingin bersama Rena, perjuangkan dia dan ceraikan aku segera, Bajingan!" Joanna beralih mencengkeram kerah depan suaminya. Karena si pria sedang memakai kemeja hitam dengan dua kancing atas yang terbuka.

"Aku tidak mau masuk dalam hubungan kalian terlalu dalam. Hidupku sebelum bertemu kamu sudah menyebalkan, aku tidak mau menghabiskan sisa hidupku untuk menjadi istri teraniaya yang disia-siakan! Jadi pilih sekarang! Usir dia, atau aku yang pergi dari rumah?"

Joanna melepas kerah kemeja Jeffrey dengan kasar. Tatapan matanya menggelap. Karena sudah berusaha menahan emosi begitu dalam sejak makan malam bersama Rena dan anaknya.

Tbc...

GET TO KNOW BETTER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang