24/24

3K 128 13
                                        


Jeffrey dan Joanna baru saja selesai menyantap makan malam. Tentu saja dengan tenang karena Sandi dan Jessica sudah selesai memarahi mereka. Memerahi Jeffrey lebih tepatnya. Karena pasti dia yang telah mengusulkan untuk pisah kamar bersama Joanna.

"Mama serius mau pegang kunci itu? Ini rumahku, aku yang lebih berhak—"

"Iya memang, kamu yang bangun. Tapi rumah itu berdiri di atas tanahku. Mama berhak mengatur isi rumah itu!"

Jeffrey mendecih pelan. Lalu melirik ponsel barunya yang sudah tergeletak di atas meja. Karena sudah selesai memindah data.

"Katamu hubungan kalian sudah membaik. Lalu kenapa masih butuh kunci itu lagi?" Kali ini Sandi yang bersuara. Dia memincingkan mata saat menatap anak semata wayangnya. Merasa curiga jika ucapan si anak sebelumnya hanya omong kosong saja.

"Ya memang. Tapi aku masih butuh kamar lain yang ada di sana. Siapa tahu nanti ada tamu yang mau menginap. Mertuaku atau teman-teman istriku mungkin saja. Mau tidur di mana mereka? Di kamar bawah? Kan tidak. Iya kan, Sayang?"

Joanna mengangguk singkat. Dia masih mengunyah buah melon yang berada didekatnya. Entah kenapa dia selalu ingin mengunyah meski sebenarnya sudah kenyang.

"Kamu tinggal hubungi Mama kalu memang ada tamu yang mau menginap. Rumah kita tidak terlalu jauh kalau kamu lupa. Mama bisa minta supir untuk memberikan kuncinya jika memang ada yang mau menginap."

Jeffrey tampak kecewa. Karena ibunya benar-benar tidak bisa diajak kerjasama. Padahal dirinya sudah bersikap baik sekarang.

Setelah makan malam, Joanna dan Jeffrey pamit pulang. Karena memang besok Jeffrey harus kerja. Sehingga tidak bisa berlama-lama.

"Kubilang juga apa. Mereka tidak akan marah besar." ucap Jeffrey pada Joanna saat mereka sudah masuk mobil. Kali ini mereka tidak memakai supir. Karena Jeffrey takut ucapannya dengan Joanna akan diadukan pada Jessica dan Sandi. Mengingat supir ini pernah bekerja di rumah mereka sebelum dipindah ke rumah Jeffrey.

"Gila. Aku lega. Ternyata mereka tidak menyeramkan."

Jeffrey terkekeh sekarang. Lalu melajukan mobil dengan kecepetan sedang. Karena jalanan mecet setelah libur panjang.

Dua jam kemudian mereka baru sampai rumah. Jeffrey bersih-berish di kamar atas sebentar sebelum akhirnya turun ke kamar bawah. Karena dia diminta Joanna untuk tidur di sana. Sebelum dia membawa kunci lain di kantornya. Sebab Joanna jelas menolak tidur bersama lebih lama. Karena takut Jeffrey kembali usil seperti sebelumnya.

"Aman!"

Joanna merasa lega setelah mengunci pintu kamar dari dalam. Dia langsung merebahkan badan pasca memakai skincare malam. Kemudian mematikan lampu kamar setelah menghidupkan musik dari ponselnya.

Namun baru saja satu jam memejamkan mata, tidur Joanna terusik karena Jeffrey menggedor pintu kamar kuat-kuat. Seolah ada bencana alam datang dan ingin dirinya cepat keluar.

TOK... TOK... TOK...

"JOANNA BUKA!"

Joanna yang panik langsung bangkit dari ranjang. Dia bergegas membuka pintu kamar dan mendapati Jeffrey yang langsung menerobos masuk begitu saja. Menaiki ranjang dan memeluk guling yang ada di sana.

"Kenapa balik?" tanya Joanna dengan suara serak. Karena dia sudah tidur sebelumnya.

"Di bawah panas. ACnya tidak menyala. Aku tidur sini, ya? Untuk malam ini saja. Aku janji tidak akan macam-macam!"

Joanna mendecih pelan. Dia tidak percaya Jeffrey akan tidur tenang di sampingnya. Mengingat sebelumnya, pria itu berniat memotret wajahnya saat terpejam.

"Aku sudah mengantuk sekarang. Aku tidak punya tenaga untuk membuatmu kesal. Ayolah! Besok aku akan bawa kunci cadangan yang ada di kantor. Besok aku akan kembali tidur di kamar sebelumnya. Lihat! Bajuku hampir basah karena keringat. Aku kepanasan. Besok aku ada—" ucapan Jeffrey terjeda saat Joanna menutup pintu kamar dan menguncinya dari dalam. Pertanda jika dia mengizinkan Jeffrey tidur di sana.

"Untuk malam ini saja!"

"Iyaaa!"

Jeffrey tersenyum sembari memeluk guling. Dia menatap Joanna yang kini sudah mendudukkan diri. Lalu menatap ke arah pria ini.

"Ganti baju! Keringatmu bau!" Joanna berbohong saat berkata seperti ini. Namun Jeffrey justru menelan mentah-mentah ucapan si istri. Membuatnya lekas bangkit dan masuk kamar mandi. Sedangkan Joanna mulai memilih pakaian yang akan dipakai si suami.

Selesai mandi, Jeffrey memakai kaos putih dan boxer warna navy. Karena memang dia mudah merasa panas selama ini. Dia lebih suka suhu dingin jika ingin tidur seperti ini. Tidak heran jika dia begitu tersiksa saat tidur di kamar bawah tadi.

Sama seperti Joanna. Dia juga tidak tahan suhu panas. Tidak heran jika dia memakai baju tidur satin dengan lengan dan celana pendek tanpa bra. Karena memang dia mudah berkeringat seperti Jeffrey sekarang.

Jeffrey bergegeas naik ranjang setelahnya. Tidur di sebelah Joanna yang kini sedang memainkan ponselnya. Entah sedang melakukan apa.

"Lampunya matikan, ya?"

Joanna mengangguk kecil. Membuat Jeffrey lekas mematikan lampu dengan cara tepuk tangan dua kali. Sehingga dia tidak perlu berjalan lagi.

"Selamat malam."

Jeffrey mulai memejamkan mata setelah memasukkan tubuh ke dalam selimut tebal. Sama seperti Joanna.

"Malam."

Senyum Jeffrey tersinggung saat mendengar balasan Joanna. Meski hanya pelan dan hampir tidak terdengar. Dia juga meredupkan layar ponselnya. Seolah ingin suaminya tidur lebih nyaman.

Ternyata dia bisa perhatian juga.

Batin Jeffrey sebelum benar-benar terlelap dalam tidur panjang. Karena sedetik kemudian, dia langsung hilang kesadaran. Tidur dalam keadaan nyaman. Karena ada manusia lain yang terjaga di sampingnya.

Tbc...

GET TO KNOW BETTER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang