3/3

225 26 10
                                    

Joanna bangun tepat pada jam sebelas siang. Dia langsung mandi setelah menerima telepon dari orang tuanya. Karena mereka jelas penasaran akan bagaimana keadaan si anak sekarang.

Aku baik-baik saja. Sejauh ini Jeffrey masih oke. Dia mapan, sopan dan tidak kasar juga. Jadi kalian tenang saja. Rumahnya juga bagus, ada kolam renang besar di belakang. Tapi belum diisi air. Pokoknya dia laki-laki yang baik. Kalian tidak perlu khawatir.

Perkataan Joanna jelas membuat orang tuanya merasa lega. Sebab meski merasa kecewa, namun mereka agak maklum juga. Mengingat Jeffrey arsitek yang memiliki banyak klien sekarang, sehingga wajar jika dia sesibuk itu meski di hari pernikahan. Itu sebabnya dia tidak sempat cari pacar dan berakhir dijodohkan.

Tidak seperti Joanna yang sejak awal sudah mengatakan tidak ingin menikah. Dia memang kerap berkencan dengan beberapa pria. Namun tidak serius dan hanya bermain-main saja saat ditanya orang tuanya. Sehingga dirinya berakhir dijodohkan setelah kena PHK.

Selesai mandi, Joanna lekas memakai baju ganti dari dalam kopernya. Karena dia belum sempat merapikan. Ingin menunggu barang-barang yang lainnya datang saja pikirnya. Agar tidak kerja dua kali saat merapikan.

"Mama?"

Panggil Joanna saat tiba di lantai dasar. Dia menatap Jessica yang sedang berbincang dengan Jeffrey di bawah. Pria itu sudah memakai setelan rapi sekatang. Kemeja warna biru terang dan celana bahan warna hitam. Dengan sepatu pantopel hitam yang ujungnya mengkilap.

"Eh, Sayang? Baru bangun? Kamu pasti lapar, kan? Sini! Mama bawa makanan."

Joanna yang memang merasa sangat lapar jelas tersenyum lebar. Dia mendekati Jessica yang sudah menyiapkan makanan di atas meja makan. Dengan berbagai makanan yang menggugah selera.

Asem-asem ayam dan berbagai lauk yang digoreng tentu saja. Tidak lupa dengan risoles juga. Membuat air liur Joanna ingin segera keluar rasanya.

"Ini Mama yang masak?"

"Bukan. ART Mama. Ibumu bilang kamu suka asem-asem dan risoles. Jadi Mama minta dibuatkan, khusus untuk kamu!"

Jessica menyendokkan nasi untuk Joanna. Dia begitu bersemangat. Mengabaikan Jeffrey yang kini mendekat ke arahnya. Seolah ada perlu dengannya.

"Bagaimana, Ma? Bi Sumi mau pulang kampung, kan? Kenapa tidak Rena saja yang sementara kerja di sini? Sampai Mama dapat ART baru untuk kami."

Joanna menatap Jeffrey. Penasaran akan perbincangan ini. Sebab tidak tahu Rena siapa yang sedang dibicarakan saat ini.

"Mama mau Joanna yang mengurus rumah besar ini sendiri? Mama lupa kalau dia penulis?"

Joanna yang sedang memakan risoles hampir tersedak. Karena Jeffrey sedang membahas perihal sesuatu yang sudah lama tidak dilakukan. Sebab sudah hilang rasa, sehingga dia tidak yakin akan kembali melakukannya dalam kurun waktu dekat.

Jessica yang sejak tadi diam mulai menatap Joanna dengan tatapan iba. Sebab dia merasa tidak tega jika membiarkan menantunya yang berfisik kecil ini mengurus rumah sendirian. Meski kata Liana Joanna pasti mampu melakukan. Sebab saat di rumah, wanita 30 tahun itu bisa mengerjakan pekerjaan rumah yang diisi enam orang dewasa sendirian. Bersih-bersih, mencuci dan bahkan memasak juga.

"Menantu Mama tidak boleh kelelahan. Kamu lah yang harus kerjakan!"

"Mama lupa kalau aku kerja? Mama lupa berapa uang yang bisa aku hasilkan setiap jam? Aku juga tidak mau Joanna kelelahan mengurus rumah. Untuk itu aku minta Rena untuk berkerja di sini sementara. Sampai Mama dapat ART baru. Karena tidak mungkin aku mempekerjakan orang dengan asal. Rumah ini—"

"Izin pada istrimu! Dia yang paling berhak menentukan itu!"

Pandangan Jeffrey berlatih pada Joanna. Wanita itu tampak penasaran karena tidak tahu apa-apa.

"Aku sih terserah Jeffrey, Ma. Dia kepala rumah tangga. Apapun keputusannya, aku akan mengikuti dia. Karena aku percaya padanya."

Jeffrey yang belum sempat menjelaskan langsung tercengang. Entah kenapa ada gelayar aneh yang menghinggapi dada. Sesak. Itu yang dia rasakan, saat Joanna menyebutnya sebagai kepala rumah tangga.

"Bi Sumi itu ART yang sudah lama kerja di rumah Mama, ya? Terus kalau beliau berhenti kerja, yang menggantikan di rumah Mama siapa?"

"Sudah ada anaknya. Dia yang rencananya akan menggantikan Bi Sumi saat dia kerja dengan kalian."

Jessica ikut duduk di samping Joanna. Dia mengisi piring menantunya dengan banyak makanan. Karena si menantu melewatkan sarapan.

"Aku akan jemput Rena dan Kevin sekarang!"

"Kamu tidak mau menemani istrimu makan?" Jeffrey yang akan pergi langsung terdiam. Dia menatap ibunya kesal. Karena sudah bertanya hal yang menyebalkan.

"Ma, di sini aku yang jadi suami. Aku yang lebih banyak berkontribusi di keluarga kita nantinya. Seharusnya dia yang menemaniku makan. Bukan malah sebaliknya." Jeffrey berusaha tersenyum saat berbicara. Tidak ingin tersulut emosi pada ibunya. Karena ada hal penting yang harus dilakukan.

"Joanna juga akan banyak berkontribusi pada keluarga kita. Dia akan mengandung, melahirkan dan menyusui cucu-cucuku! Anak-anakmu juga! Di berhak mendapat perlakukan istimewa. Kedudukan kalian sama. Itu sebabnya Mama ingin ada ART di rumah kalian. Ingin Joanna hidup nyaman dan bisa melakukan apapun yang disuka. Seperti kembali menulis misalnya. Syukur-syukur bisa diterbitkan dan dijadikan film suatu saat. Mama hanya berandai-andai, Sayang, tidak sedang berharap, kamu tidak perlu tertekan. " Jessica mengusap pundak Joanna sebentar sebelum lanjut berbicara. Sebab dia jelas tidak ingin memberatkan Joanna. Karena dia tahu jika Jeffrey pasti akan membuat masalah suatu saat.

"Rena dan Serena itu orang yang sama. Dia keponakan yang kemarin sempat kita bahas sebentar. Dia yang akan bekerja di sini, dia juga akan membawa anaknya, Kevin."

Joanna terkejut. Karena jelas dia akan merasa tidak nyaman jika sepupu yang akan bekerja di rumah itu. Takut sungkan saat akan menyuruh.

"Tapi, Ma—suaminya bagaimana? Aku jadi kurang nyaman jadinya." Joanna melirik Jeffrey. Berusaha meralat ucapannya tadi. Saat mengatakan jika dirinya akan menyerahkan semua keputusan pada si suami.

"Dia tidak punya suami. Hamil di luar nikah—"

"Mama!" teguran Jeffrey membuat ucapan Jessica terjeda. Namun dia masih ingin melanjutkan.

"Mama tahu kamu pasti merasa tidak nyaman. Tapi Mama tidak tega juga jika melihat kamu mengurus rumah ini sendirian. Bagaimana kalau anak Bi Sumi Mama pindah ke sini? Rena saja yang dengan Mama."

"Tidak bisa, Ma! Sekolah Kevin jauh kalau mereka harus tinggal di sana. Di sini lebih dekat. Kasihan, dia masih SMP. Belum bisa naik motor sendiri."

"Kira-kira kapan ART barunya bisa datang? Aku sepertinya bisa mengurus rumah ini sendirian." Final Joanna setelah sedikit berpikir keras. Karena keputusan seperti ini jelas dibutuhkan secepatnya. Sehingga dia tidak boleh berpikir terlalu lama.

"Sekitar dua minggu sampai satu bulan. Masih antre, Sayang. Karena agensinya terpercaya, mereka butuh banyak waktu untuk men-trainee agennya. Kamu pasti tidak mau yang abal-abal, kan? Nanti buang-buang waktu dan tenaga kalau harus mengajari berulang-ulang."

Joanna mengangguk singkat. Setuju dengan pemikiran mertuanya. Namun berbeda dengan Jeffrey yang tampak kesal. Dia memasang wajah masam. Sebab gagal membawa Serena ke rumah.

Karena rumah ini memang dibuat untuk Rena dan Kevin sejak awal. Namun karena terhalang restu keluarga, mereka berakhir dipisahkan. Mereka tidak bisa bersama. Sehingga terjadilah perjodohan dengan Joanna.

Tbc...

GET TO KNOW BETTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang