Joanna dan Jeffrey tiba di rumah pada jam satu dini hari. Bahkan Kevin sudah tertidur di mobil sejak tadi. Sehingga Jeffrey harus menggendong anak itu dari mobil ke kamarnya sendiri."Kita perlu bicara." ucap Joanna yang sedang berdiri di depan pintu kamar. Dia sudah menghapus riasan. Sebab Jeffrey baru saja selesai mengangkat telepon rekan kerja di lantai dasar.
"Mau minta izin buka salon, kan? Silahkan lakukan. Aku tidak keberatan. Asal lakukan dengan benar dan tidak membuat malu saja. Nanti beritahu berapa dana yang dibutuhkan, akan aku kirim segera."
Jeffrey tampak lelah. Dia berbicara tanpa menatap ke arah Joanna. Sehingga dia mulai membalikkan badan saat mendengar suara langkah kaki terdengar. Karena Joanna berjalan mendekat.
"Bukan soal itu. Aku tidak berminat buka salon. Itu hanya ide gila Mama dan Tante Lena. Aku tidak sepakat dengan mereka."
Jeffrey menatap Joanna yang kini sudah berdiri di depannya. Wanita itu tidak memakai alas kaki sekarang. Sehingga dia harus sedikit menunduk saat berbicara. "Lalu apa?"
"Aku mau izin ke Jakarta. Salah satu temanku ada yang mau lamaran. Aku harus ikut merayakan."
"Jakarta? Berapa hari? Dia salah satu temanmu yang datang ke pernikahan kita kemarin?"
"Iya. Rencananya hanya tiga hari. Tidak tahu kalau perlu extend lagi. Aku tidak ada tanggungan juga, kan? Seharusnya tidak masalah kalau aku pulang agak lama. Atau kamu keberatan? Kamu mau aku di rumah lebih lama?" Joanna tersenyum lebar. Seolah sedang mengejek suaminya.
"Percaya diri sekali. Silahkan pergi kapanpun kamu ingin! Tapi beri tahu orang tuaku juga. Jangan sampai mereka marah padaku saat tidak melihatmu di rumah."
"Kalau masalah itu aman. Aku sudah izin Mama tadi. Boleh katanya. Jadi fix, ya? Aku pergi ke Jakarta."
"Iya."
Jeffrey menatap Joanna jengah. Karena wanita itu masih tersenyum lebar. Seolah lupa jika mereka sedang berkonflik sebelumnya. Bahkan di pesta mereka juga jarang berdekatan. Karena Joanna tampak enggan menyentuh lengan suaminya terlalu lama. Sehingga dia lebih memilih untuk SKSD dan membaur pada pada tamu undangan.
"Apa lagi?" tanya Jeffrey yang akan berbalik namun tidak jadi. Karena ujung kaosnya ditahan oleh wanita ini. Seolah ada yang ingin dibicarakan lagi.
"Kartu yang kamu beri hilang. Sepertinya hilang saat aku di mall. Tidak ada transaksi yang mencurigakan, kan?"
Jeffrey menatap Joanna bingung. Karena wanita itu tampak takut. Padahal masalah ini tidak sebesar itu dan dia tahu tentu.
"Transaksi terakhir pembayaran set pakaian dalam."
"Iya. Itu aku." Joanna tampak malu. Namun senyum lebar masih tersungging tentu. Karena dia butuh uang untuk berfoya-foya selama di Jakarta selama satu minggu.
"Ya sudah, nanti aku minta blokir. Sementara pakai kartu ini." Jeffrey memberikan kartu lain dari dompetnya. Membuat Joanna tersenyum girang.
"Thanks."
Joanna langsung pergi setelah menerima kartu warna hitam. Kekehan juga terdengar meski pintu kamar sudah ditutup rapat. Membuat Jeffrey menggeleng pelan dan refleks menyunggingkan senyuman. Karena masih belum terbiasa dengan perangai Joanna yang suka berubah-ubah.
———
Jeffrey baru saja keluar kamar. Dia melihat kamar Joanna yang sudah tertutup rapat seperti biasa. Entah masih tidur atau sudah turun untuk sarapan.
"Kevin mana?" tanya Jeffrey saat tiba di ruang makan. Dia menatap Rena yang sedang menyiapkan sarapan seperti biasa.
"Sudah berangkat dengan Joanna. Baru saja."
Jeffrey yang baru saja menduduki kursi mulai menaikkan salah satu alisnya. Karena dia bingung tentu saja. Mengingat setahunya, Joanna tidak memiliki agenda keluar di pagi hari sekarang.
"Tumben dia keluar pagi. Ada agenda apa memang? Biasanya cuman jalan-jalan di depan, tidak pakai mobil."
"Loh, katanya dia sudah izin kamu. Joanna bilang mau ke Jakarta, bawa koper dia. Tadi minta diantar ke bandara."
"Oh, hari ini. Dia sudah izin kemarin. Tapi tidak tahu kalau hari ini."
"Ada acara apa memang? Berapa hari? Kok bawa banyak barang tadi." Rena tampak penasaran. Dia mulai menatap Jeffrey lekat-lekat. Sedangkan si pria hanya fokus pada menu sarapan.
"Tiga hari. Salah satu temannya tunangan. Kamu masak banyak. Aku bingung mau makan apa. Menurutmu aku harus makan yang mana?" Jeffrey mendongak. Menatap Rena yang kini justru menatap cemas dirinya.
"Nanti Joanna tidur di mana? Di hotel? Di sana dia punya saudara?"
"Dia tidak ada saudara di sana. Tapi temannya banyak. Dia pernah kerja di sana kalau kamu lupa. Dia akan aman di Jakarta, Rena. Joanna wanita dewasa, dia akan baik-baik saja. Ayo kita sarapan!"
Jeffrey menepuk tengah meja dua kali. Agar Rena segera duduk di hadapannya saat ini. Supaya mereka bisa sarapan bersama tanpa Joanna dan Kevin.
"Jeffrey, aku khawatir. Kok kamu bisa sesantai ini? Joanna itu wanita, dia cantik. Aku takut ada yang—"
"Ren, sebelum bersamaku dia juga terbiasa pergi-pergi sendiri. Dia bahkan sudah sering ke luar negeri, bersama beberapa temannya yang datang ke pernikahan kemarin."
"Serius?" Rena yang sejak tadi berdiri mulai duduk di depan Jeffrey. Dia menatap tidak percaya pria yang sedang menyantap sarapan saat ini. "Dia terlihat seperti wanita desa yang sederhana dan tidak—oh, pantas saja dandanannnya kemarin seperti itu."
Jeffrey terkekeh sekarang. Sebab merasa jika Rena baru sadar. Jika Joanna memang tidak sebaik yang dikira. Wanita itu liar meski terlihat baik hati, polos dan bersahaja.
"Kemarin aku sudah bilang. Joanna tidak sebaik itu, Ren. Kamu jauh lebih baik darinya. Itu sebabnya aku tidak bisa membuka hati untuknya."
Rena diam saja. Tidak menanggapi ucapan pria di depannya. Karena pikirannya melayang pada Joanna. Pada apa yang akan wanita itu lakukan di Jakarta.
Rena tidak peduli akan masa lalu Joanna. Tidak peduli jika dia senakal dan seliar apa sebelumnya. Mengingat dulu dia pernah seperti Itu juga.
Namun tidak dengan sekarang. Rena tidak rela jika istri cinta pertamanya berbuat hal buruk di luar sana. Karena tidak ingin nama baik Jeffrey dan keluarganya tercemar. Mengingat dia begitu mencintai mereka. Lebih dari segalanya.
Aku tidak akan tinggal diam jika dia macam-macam di luar sana.
Batin Rena sebelum ikut sarapan. Perutnya terasa penuh sekarang. Namun dia harus tetap makan. Karena masih ada banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan.
Tbc…

KAMU SEDANG MEMBACA
GET TO KNOW BETTER [END]
Любовные романыJoanna dan Jeffrey menikah karena perjodohan. Kisah klise yang sering berakhir menyedihkan. Namun Joanna berusaha menolak segala penderitaan. Sebab tidak ingin berakhir menyedihkan karena menikahi pria yang masih belum selesai dengan masa lalunya.