Satu minggu berlalu.
Rena benar-benar merasa cemas sekarang. Karena Joanna tidak pulang dan memberi kabar. Padahal dia sudah berusaha menghubungi lewat WA. Namun pesan yang dikirim hanya dibaca dan tidak berniat dibalas selama tujuh hari ke belakang.
"Kamu tidak berniat menyusul Joanna ke Jakarta? Ini sudah seminggu, Jeff. Padahal hanya izin tiga hari. Dia ada hubungi kamu lagi?" tanya Rena saat Jeffrey tiba di ruang makan. Karena seperti biasa mereka akan sarapan bersama Kevin juga.
"Santai, Ren. Lagi pula enak kalau dia pergi. Kita bisa makan bertiga seperti ini. Iya kan, Vin?" Jeffrey mengusap kepala Kevin, membuat anak itu mengangguk dan tersenyum kecil. Karena dia tentu senang saat tidak melihat kehadiran Joanna selama satu minggu ini. Sebab ibunya dan Jeffrey bisa berduaan sesering mungkin.
Iya. Dia tahu jika Jeffrey menyukai ibunya. Dia juga tahu jika ayah kandungnya tidak mau mengakui dirinya. Itu sebabnya dia ingin sekali Jeffrey yang menggantikan. Dia ingin Jeffrey dan ibunya bersatu dan membangun keluarga bersama. Tanpa kehadiran Joanna tentu saja. Tidak heran jika dia begitu membenci si wanita.
"Kalau kamu tidak peduli, aku yang akan menyusul dia hari ini! Perasaanku tidak enak akhir-akhir ini. Aku takut dia berbuat hal buruk di—"
"Bukannya itu bagus, Ma? Biar saja Tante Joanna berbuat hal buruk di luar sana, agar Kakek dan Nenek tahu jika dia tidak sebaik yang mereka kira. Supaya dia dan Om Jeffrey berpisah dan Mama bisa menggantikan. Kita bisa jadi keluarga dan—"
"KEVIN!" Bentakan Rena membuat air mata Kevin mengalir. Anak itu memang terlihat berani akhir-akhir ini. Membuat Rena tidak lagi sabar untuk menghadapi. Sehingga dia kelepasan membentak seperti ini.
Karena Rena memang tidak berniat untuk menikahi Jeffrey. Dia mau menjadi ART di sini agar Jessica mau menerimanya lagi. Agar Jessica dan Sandi tidak membencinya lagi, serta sudi menganggapnya sebagai anak kembali.
"Mama tidak suka kamu berbicara seperti itu! Jaga ucapanmu! Mama dan Om Jeffrey tidak akan pernah bisa bersatu! Jeffrey, ini salahmu karena membiarkan Kevin tahu tentang semua itu!"
Kevin pergi dari sana. Sembari membawa tas sekolah. Lagi-lagi tentu disusul Jeffrey di belakang. Sehingga kini, Rena hanya bisa menangis sendiri karena rasa frustasi yang menghinggapi kepala. Karena pikirannya tentang Joanna tidak kunjung hilang meski sudah berusaha diabaikan.
"Aku berharap dia baik-baik saja dan tidak melakukan hal macam-macam. Supaya aku tetap teguh pada pendirian. Supaya aku tidak lagi berharap Kevin dan Jeffrey bisa bersama."
Rena menyeka air mata saat mendengar ketukan sepatu terdengar. Iya, itu Joanna. Wanita itu pulang. Dengan koper dan beberapa tas belanjaan di salah satu tangan.
"Kenapa lo nangis? Anak lo juga nangis tadi." tanya Joanna yang mulai menduduki salah satu kursi. Dia tentu tergoda untuk sarapan lagi. Meski saat di bandara sempat membeli roti dan kopi.
"Aku tidak suka gaya bahasamu, tolong perbaiki itu!" tegur Rena saat menyiapkan gelas untuk Joanna. Karena dia tahu jika si wanita sedang ingin sarapan.
Joanna memutar mata malas. Dia tidak ingin berdebat. Sehingga dia hanya mengiyakan. "Sorry, kelepasan."
"Kenapa pesanku tidak dibalas? Aku—"
"Tidak penting. Kecuali rumah ini kebakaran, baru aku balas." ucap Joanna asal. Dia mulai mengisi piringnya saat segelas air dingin Rena letakkan di depannya. Karena dia malas berdebat sekarang.
"Apa saja yang kamu lakukan selama satu minggu ini? Kamu tidak macam-macam, kan? Kamu tidak berbuat hal buruk, kan?"
"Shut up, Ren! Aku mau makan! Stop ikut campur! Itu bukan urusanmu!" Joanna yang kesal mulai menatap Rena tajam. Dia enggan berbincang dengan Rena. Karena baginya tidak penting juga. Buang-buang waktu dan tenaga.
"Jeffrey bahkan tidak mempermasalahkan. Tapi kenapa kamu repot sekali, hah? Lebih baik kamu ke belakang! Lakukan tugas yang seharusnya kamu kerjakan! Sadari posisimu sebagai apa! Jangan sok akrab dengan majikan!" Bentakan Joanna benar-benar membuat Rena terguncang. Dia tidak menyangka jika Joanna yang tampak seperti wanita manis dan polos dapat berubah hanya dalam seminggu saja. Kecuali jika itu memang perangai aslinya.
"Mau nangis lo? Jangan di sini, Anjing! Merusak pemandangan! Pergi!" Mau tidak mau Rena bergegas pergi. Meninggalkan Joanna yang sudah membuat ancang-ancang ingin melempar sendok padanya saat ini.
"Dipikir dia siapa? Gue di sini yang berkuasa!" Gerutu Joanna sebelum mulai makan. Dia benar-benar merasa senang setelah satu minggu bertemu dengan teman-temannya.
Saling bertukar cerita dan memberi masukan. Itu sebabnya dia bisa seberani sekarang. Karena tentu berkat dorongan dari teman-temannya yang ikut gregetan setelah mendengar kisahnya.
Anjing! Gue kira laki lo beneran baik. Ternyata kek tai.
Si Rena Rena itu perlu gue labrak? Gue botakin juga sekalian, biar nggak gatel sama suami orang.
Kata gue bikin kapok dulu si Rena. Buat dia nggak betah kerja di rumah. Pasti lambat laun nyerah juga.
Itu lonte kayaknya emang mau lo cerai cepet-cepet. Makanya dia mau kerja jadi ART di sana. Biar bisa balik lagi di keluarga Iskandar. Dih, menjijikkan!
Joanna sarapan dengan senyum yang tersungging di wajah. Karena tidak sabar mengganggu Rena di rumah. Membuat wanita itu dan anaknya tidak betah. Supaya dia bisa menguasai rumah ini selamanya.
"Minimal kalau diceraikan aku bisa dapat rumah. Supaya jadi janda kaya." Joanna terkekeh sekarang. Dia sudah membayangkan hidupnya jika jadi janda. Bahkan sudah menentukan negara mana yang akan dikunjungi setelah sidang perceraian. Karena dia tentu butuh healing pasca guncangan besar itu datang.
Tbc…

KAMU SEDANG MEMBACA
GET TO KNOW BETTER [END]
RomantikaJoanna dan Jeffrey menikah karena perjodohan. Kisah klise yang sering berakhir menyedihkan. Namun Joanna berusaha menolak segala penderitaan. Sebab tidak ingin berakhir menyedihkan karena menikahi pria yang masih belum selesai dengan masa lalunya.