20/20

73 18 1
                                    


Jordan mengernyitkan alisnya. Dia menatap Joanna lama guna meminta penjelasan. Namun wanita itu justru diam saja. Tetapi wajahnya menampilkan raut marah pada pria yang baru saja mengaku sebagai suaminya.

"Joanna, ini maksudnya apa? Kamu serius sudah menikah? Tidak, kan?"

Joanna menarik tangan setelah sadar jika Jeffrey masih menunjukkan cincin pernikahan mereka. Membuat dirinya mulai mendengus kesal. Karena jelas tidak ingin Jordan mengetahui faktanya.

"Kalau kamu tidak percaya aku bisa beri fotonya."

Joanna menahan tangan Jeffrey yang ingin meraih ponsel dari saku celana. Karena dia tidak ingin hal ini berlarut semakin panjang. Toh, dirinya sudah tertangkap basah. Tidak ada salahnya jika dia berenang sekalian.

"Iya. Aku sudah menikah. Sorry karena tidak mengundang. Kami hanya mengundang keluarga dan kerabat dekat saja."

Jeffrey tersenyum penuh kemenangan. Entah kenapa, padahal dia sedang tidak bersaing dengan Jordan. Namun berbeda dengan pria di depannya yang kini tampak begitu kecewa. Meski senyum tipis sudah tersungging di wajah.

"Tidak masalah. Kalau begitu selamat untuk kalian."

Jeffrey langsung menjabat tangan Jordan yang baru saja didekatkan pada Joanna. Sangat lama dan cukup kencang. Seolah tidak ingin memberi kesempatan Joanna untuk bersalaman juga. Padahal mereka tidak memiliki perasaan sekarang. Namun tetap saja, Jeffrey masih merasa terancam entah karena apa. Sungguh kekanakan, bukan?

Jordan akhirnya menarik tangan. Lalu menatap Joanna lama. Sebelum akhirnya berbicara.

"Aku sedang tidak ada acara setelah ini. Boleh aku bergabung dengan kalian? Kalian ramean juga, kan?" tanya Jordan saat melihat dua teman Jeffrey yang kini mendekat. Karena sejak tadi dia jelas melihat Jeffrey yang tiba-tiba datang dari tempat yang lainnya. Mengingat sudah sejak lama pria itu memperhatikan si wanita.

"Boleh, sih. Kebetulan temanku hanya dua. Mereka, Justin dan Mega. Kalau kamu ikut gabung, kita jadi pas. Empat-empat. Oh iya, kita belum kenalan. Namaku Jeffrey, anda?"

Jeffrey menjabat tangan Jordan lagi. Mereka berkenalan kali ini. Disusul Mega dan Justin.

Ketiga teman Joanna juga sudah bergabung saat ini. Mereka minum bersama dan bermain kartu. Sesekali juga bercerita tentang kehidupan masing-masing. Termasuk tentang Joanna dan Jeffrey yang menikah karena perjodohan orang tua dan sampai sekarang masih belum saling suka.

Begitu pula dengan hubungan masa lalu Jordan dan Joanna. Membuat keadaan semakin menghangat meski sebelumnya agak mencekam. Mengingat mereka sudah minum alkohol cukup banyak meski tidak sampai mabuk dan pingsan.

Kesadaran mereka jelas masih penuh sekarang. Karena kadar toleransi alkohol mereka cukup tinggi memang. Akibat sudah terbiasa minum sebelumnya.

"Aku mau kencing!" seru Mega yang mulai berdiri. Menyusul Justin dan tiga teman Joanna yang lain. Karena mereka sudah banyak minum tadi. Tidak heran jika cairan memenuhi kantung kemih.

"Ikut!" Jeffrey mengekori Mega. Karena sejak tadi dia memang menahan karena tidak ingin Joanna dan Jordan duduk bersama. Sebab sejak tadi dia duduk di tengah-tengah mereka. Namun sekarang, dia sudah tidak tahan. Masa bodoh dengan mereka yang akan duduk bersebelahan. Asal kantung kemihnya aman.

"Aku butuh penjelasan darimu. Kenapa bisa seperti itu?" tanya Jordan sembari mendekatkan duduk. Dia menatap Joanna yang masih segar. Dia tidak terlihat mengantuk meski ini sudah jam setengah dua.

"Bukannya tadi sudah jelas? Kami dijodohkan, aku tidak bisa menolak."

"Ini tidak masuk akal. Dulu kita putus karena kamu tidak mau menikah karena hanya ingin bersenang-senang saja. Lalu sekarang? Joanna, hubungan kita kamu anggap apa?"

Joanna menelan ludah. Dadanya terasa sakit sekarang. Karena pembicaraan ini jelas sangat mempengaruhi emosinya. Terlebih keadaan hatinya.

"Semua orang bisa berubah. Aku minta maaf karena sudah mengecewakan. Aku, aku memang tidak konsisten dengan ucapan." Joanna berusaha melawan ketakutan. Meski sebenarnya dia tidak tahu akan berkata apa. Sebab dia pun tahu jika dirinya yang bersalah atas semuanya.

"Kamu keterlaluan!"

Jordan mulai menghempaskan punggung ke sofa. Sebab sejak tadi mereka memang pindah duduk di tempat Jeffrey dan teman-temannya. Karena tempat mereka lebih besar dan bisa menampung delapan orang.

Joanna diam saja. Dia hanya menatap Jordan yang kini memijat pangkal hidungnya. Seolah tengah stress berat. Padahal seharusnya tidak. Karena mereka sudah lama tidak bersama.

"Lalu bagaimana sekarang? Kamu mau mencoba mencintai dia? Aku dengar sendiri dia mengatakan masih mencintai sepupunya yang saat ini tinggal di rumah kalian. Kamu tidak akan mengorbankan diri untuk berjuang sendirian, kan?" Jordan kembali menatap Joanna. Dia berharap wanita itu tidak mengiyakan. Karena dia pasti akan semakin kecewa.

"Kamu pikir aku tipe orang yang seperti itu?"

Joanna menatap Jordan kesal. Dia merasa direndahkan. Karena dianggap akan menjadi wanita-wanita menyedihkan dalam cerita perselingkuhan. Wanita yang diduakan suaminya lalu balas dendam dan berakhir menikah dengan CEO kaya raya.

Ya. Tuhan. Cerita seperti itu sangat menggemaskan. Joanna benar-benar tidak habis pikir dengan para wanita di luar sana yang rela sabar untuk hidup menderita hanya demi cinta. Karena kalau untuk anak jelas beda cerita.

"Good girl! Itu baru Joannaku!" Jordan mengusap kepala Joanna. Senyum juga tersungging lebar. Karena dia begitu senang sekarang. Meski sedetik kemudian ditepis pelan.

"Kamu bisa pulang padaku kapanpun kamu mau." ucap Jordan serius. Dia benar-benar ingin hubungan mereka kembali seperti dulu. Apalagi peluang sudah muncul.

"Kapanpun?"

"Iya. Mau aku sudah punya pacar atau istri sekalipun. Anggap saja aku kakakmu jika kamu takut, sungkan, atau merasa apapun."

Joanna terkekeh sekarang. Merasa jika Jordan lucu tentu saja. Karena mereka pernah berhubungan, tidak mungkin dia menganggapnya sebagai kakak.

"Aku serius. Kita tidak tahu akan apa yang terjadi di depan. Banyak hal yang bisa berubah di masa depan. Tapi bagiku, satu hal yang tidak akan berubah, baik untuk sekarang ataupun 10 tahun yang akan datang. Kamu, kamu akan tetap menjadi Joannaku selamanya. Kamu tetap menjadi wanita yang akan aku sayang mau seperti apapun keadaannya. Kita pernah saling mencintai sebelumnya, atau justru masih sampai sekarang.  Kamu juga pernah menarikku keluar dari masalah besar yang jelas belum tentu orang lain bisa. You are means a lot for me. Jadi, jangan segan untuk datang padaku jika kamu ingin."

Jordan meraih tangan Joanna. Wanita itu diam saja. Seolah sedang memproses emosi yang ingin dikeluarkan. Karena dia jelas tidak ingin kembali bersama. Takut semakin mengecewakan. Sebab dia mencintai Jordan begitu besar dan tidak ingin pria itu kembali terluka seperti sebelumnya.

"Thank you for saying that. Tapi aku bisa mengurus diri sendiri, tidak perlu khawatir. Aku pasti bisa mengatasi semua ini. Mau seperti apapun akhirnya, aku akan bisa bertahan. Kamu tahu sendiri aku sekuat apa." Joanna terkekeh pelan sembari melepas tangan. Dia mencoba bercanda. Meski sebenarnya terasa berat.

"Bagaimana kabarmu sekarang? Aku lupa belum tanya kabar. Sejak tadi kita hanya membahas percintaan. Pekerjaanmu sepertinya terlewatkan."

Jordan mulai bercerita tentang pekerjaannya. Semuanya lancar dan Joanna turut senang saat mendengar. Namun tidak dengan Jeffrey yang sejak tadi merekam kebersamaan mereka diam-diam agar bisa dipakai untuk senjata jika dirinya kembali berhasrat ingin bersama Serena. Mengingat untuk sekarang, sepertinya bermain-main dengan Joanna lebih menyenangkan daripada mengajar wanita yang sudah mengatai dirinya hina dan menjijikkan.

Tbc…

GET TO KNOW BETTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang