BAB 26

483 105 9
                                    

Unnie,”

Pharita sedang tertidur pulas ketika tubuhnya diguncang dengan cukup keras. Dia masih berada di bawah ambang rasa kantuknya, sulit sekali untuk membuka mata.

Unnie, tolong bangun. Aku sangat membutuhkanmu.” Suara itu kedengaran begitu menyedihkan.

Pharita mengerang, perlahan membuka mata dan kembali memejamkan mata ketika cahaya dari luar jendela membuatnya silau. Namun perlahan, dia membuka matanya lagi dan dia bertemu tatap dengan Ahyeon yang matanya tampak memerah, seolah baru saja menangis.

Khawatir, Pharita pun dengan cepat membuka matanya. Dia lantas tersadar bahwa sekarang, dia masih bersama Rami. Perlahan, dia melepaskan diri dari Rami.

Tampaknya, adiknya itu sangat kelelahan karena Rami sama sekali tidak terganggu meski Pharita melepaskan pelukannya.

“Ahyeon, ada apa? Kenapa kau menangis?” Tanya Pharita dengan cemas.

Unnie, ini Chiquita...”

Saat nama itu meluncur dari mulut Ahyeon, kemungkinan terburuk pun muncul perlahan di benak Pharita, membuat Pharita melompat dari ranjang Rami.

“Kenapa? Apakah dia baik-baik saja? Kenapa dia?”

Pharita panik dan bergegas keluar dari kamar Rami, ingin memeriksa keadaan Chiquita.

Ahyeon mengejar Pharita sampai menuju ke ruangan khusus Chiquita, karena adiknya sudah di pindahkan dari ICU. Melihat Chiquita masih berbaring tanpa bangun sama sekali, Pharita bingung. Dia melihat angka demi angka yang terlihat stabil dan sekarang, dia bingung kenapa Ahyeon menangisi Chiquita.

Unnie,” Suara Ahyeon bergetar di belakangnya dan Pharita menoleh tanpa mengerti apa yang terjadi.

“Ahyeon, ada apa?”

“Dia sakit.” Gumam Ahyeon. Sebisa mungkin, dia menggigit bibir bawahnya yang bergetar.

Namun, air matanya pecah detik itu juga dan Pharita panik. Dia langsung memeluk Ahyeon, menyadari tubuh adiknya itu bergetar hebat.

“Hei, unnie disini, Ahyeon. Aku disini. Jangan menangis. Bisakah kau beritahu aku kenapa?” Tanya Pharita.

Ahyeon tidak bisa mengeluarkan suaranya dengan jelas. Dia hanya terus menangis dan mengalah untuk bertanya, Pharita akhirnya terus memeluk Ahyeon, menenangkan adiknya yang gemetar luar biasa.

Sekitar 30 menit menangis dan berpelukan, Ahyeon terisak, sesak nafas karena tangisannya yang menyakitkan.

Pharita melepaskan pelukan itu dan mengambil minum untuk Ahyeon. Ahyeon menerimanya dengan tangan bergetar. Pharita merasa khawatir karena ini kali pertama Ahyeon menangis cukup lama bahkan sampai bergetar seperti ini.

“Kau membuatku sangat takut, Ahyeon.” Desah Pharita, meletakkan kembali air ke meja dan menatap Ahyeon yang berusaha menenangkan diri.

Namun usahanya gagal karena air mata itu kembali jatuh ke pipi Ahyeon.

“Kenapa aku tidak bisa melihatnya?” Suara Ahyeon kedengarannya begitu kecewa.

“Melihat apa?”

“Sakit kepala, sulit berjalan dan tangan yang sulit bergerak, linglung dan kebingungan sampai dia jatuh begitu saja ke kolam renang, bukankah seharusnya kita semua memperhatikan semua detail itu, unnie?” Ahyeon tampak frustasi dan Pharita lebih frustasi karena dia tidak mengerti apa yang Ahyeon katakan.

“Ahyeon!” Pharita membentak Ahyeon, kesal karena adiknya bicara tidak jelas. “Bisakah kau beritahu apa yang terjadi?! Apa yang kau ketahui?!”

Ahyeon menatap Pharita, bersiap dengan kemungkinan akan reaksi Pharita jika dia memberitahu hal ini.

I'M NOT DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang