BAB 17

341 79 13
                                    

Lisa heran ketika suasana rumah begitu tenang di pagi hari. Kepalanya berdenyut karena dia baru saja bertengkar dengan suaminya yang membentak dia melalui telepon.

Alasannya sederhana.

Jungkook tidak mengizinkan keluarganya berlibur. Hanya saja karena anak mereka yang meminta, Jungkook tak bisa menolak meski pria itu marah besar.

Jadi, pria itu akhirnya melampiaskan amarahnya pada Lisa. Membentak Lisa selama lebih dari satu jam di telepon, memaki bahkan menuduh Lisa yang mengusulkan itu semua.

Jungkook bahkan mengucap kata-kata yang tidak pantas di ucapkan oleh seorang suami terhadap istrinya.

Dan Lisa menangis sepanjang malam sejak telepon akhirnya berakhir.

Sekarang sudah pagi dan Lisa mencari keempat anaknya. Pada mulanya dia masuk ke kamar Chiquita, namun dia tidak menemukan anak bungsunya dimana pun.

Anehnya saat pergi ke kamar Ahyeon dan Pharita, kedua putrinya pun tak ada. Jadi, dia akhirnya pergi ke kamar Rami.

Langkahnya terhenti ketika keempat putrinya berada di tempat tidur yang sama, saling memeluk satu sama lain.

Rami dan Chiquita terjepit antara Ahyeon dan Pharita yang tangannya terulur panjang, memeluk adik-adiknya dan hati Lisa terenyuh.

Matanya berkaca-kaca. Air mata tanpa sadar menetes ke pipinya dan dia mengeluarkan ponsel dari sakunya. Diam-diam, dia memotret momen manis yang jarang dia lihat itu.

“Ya ampun, manis sekali anak-anakku ini.” Gumam Lisa.

Hatinya terlalu lemah untuk momen seperti ini. Tapi secara tidak langsung, momen ini juga seperti menjadi penguat hatinya.

Hatinya rapuh sejak suaminya berubah. Pertengkaran yang terjadi semalam juga membuat hatinya hancur. Tapi melihat anak-anaknya sekarang, mereka menjadi penguat hatinya, penyembuh lukanya dalam waktu singkat.

Eomma?”

Suara serak terdengar dan Lisa berkedip, menatap anak pertamanya yang sudah bangun.

“Hei, sayang. Aku baru saja mencari kalian untuk sarapan.” Kata Lisa, tersenyum sambil melangkah ke arah anak-anaknya.

Eomma, kau menangis?” Tanya Pharita, menatap ibunya itu dengan tatapan penuh kecemasan.

“Aku hanya terharu melihat kalian akur seperti ini, nak. Setelah belasan tahun, akhirnya aku bisa melihat ini.” Kata Lisa, tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang berkaca-kaca.

“Ah, ya... Kau tahu apa? Rami kemarin mengajak Chiquita terlebih dahulu untuk bergabung menonton dengannya. Dia bahkan tidak mau melepaskan tangan Chiquita.” Pharita menatap ke arah tangan kedua adiknya yang saling berpegangan tangan.

“Senang sekali melihatnya.” Gumam Lisa, satu tetes air mata jatuh lagi ke pipinya.

Lisa sudah pernah mendengar dari Dara bahwa ada perubahan yang terlihat dari Rami. Tapi dia belum begitu mempercayainya.

Akan tetapi sekarang, melihat bagaimana Rami bahkan memegang tangan Chiquita dalam tidurnya, dia mempercayai apa yang Dara katakan memanglah benar.

“Aku juga, eomma. Setelah apa yang dia lalui, dia pantas mendapatkan semua kasih sayang dan kebahagiaan yang dia inginkan.” Kata Pharita, menatap Chiquita dengan mata sendu.

“Sejak dulu sampai sekarang, hatimu tidak pernah berubah. Masih selalu lembut.” Kata Lisa, mengusap rambut Pharita yang sedikit berantakan.

“Bagaimana lagi? Sepertinya aku dilahirkan dengan hati yang terlalu lemah. Terutama, jika itu menyangkut adik-adikku.” Kata Pharita, terkekeh. Membuat Lisa pun tertawa.

I'M NOT DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang