Rupanya saat Chiquita kembali ke rumah, Dara memberitahu bahwa semua keluarganya pergi makan malam ke sebuah restoran.
Tentu saja, pikir Chiquita. Keluarganya akan memanfaatkan tidak hadirnya dia dengan pergi sebagai keluarga yang sempurna.
Selama makan malam berlangsung — yang hanya di temani oleh Dara — sebisa mungkin Chiquita tak terlalu memikirkan hal itu karena dia tahu, jika dia memikirkannya, hatinya terasa sakit.
Sebuah perbedaan yang sejauh ini tidak ingin dia pikirkan, Chiquita mencoba untuk mengabaikannya. Dia menyelesaikan makannya dalam waktu singkat, mengucapkan selamat malam pada Dara sebelum kembali ke kamar.
Menutup pintu, Chiquita berjalan ke tempat tidur. Hari ini, dia merasa tubuhnya lelah. Bahkan setelah terisi makanan, sesuatu yang tajam menyerang kepalanya.
Chiquita merasakan kepalanya terasa amat sakit. Dia mendesis, meremas rambutnya sendiri saat rasa sakit di kepalanya membuat dia memejamkan matanya dengan kuat.
Pasti ini karena dia terlambat makan karena terkadang, bukan hanya asam lambung yang dia rasakan, tapi juga sakit di kepalanya pun dia rasakan.
Chiquita pernah mengalami sakit kepala seperti ini ketika dia telat makan, tapi rasa sakitnya tidak pernah setajam ini.
Menghela nafas, Chiquita meraih laci di sampingnya lalu mencari obat yang biasanya tersimpan di laci meja. Mengambil satu tablet obat sakit kepala, Chiquita pun meneguknya dengan segelas air mineral.
“Chiquita?”
Seseorang memanggilnya dan Chiquita hampir saja menjatuhkan gelas yang dia pegang, menoleh dan menatap Pharita yang berdiri di ambang pintu.
Dia tak menyadari suara mobil tiba. Dia juga tak sadar ada langkah yang mendekat. Dia rasa, rasa sakit yang sebelumnya dia rasakan di kepala membuat dia tidak menyadari apa yang terjadi di sekitarnya.
“Unnie,” Chiquita berusaha duduk. Rasa sakit terasa tajam di kepalanya membuat dia menghentikan gerakannya.
“Kau baru pulang.” Kata Pharita. Dia tak bertanya, melainkan mengucap dengan nada datar. Jelas, sama sekali tak menyadari wajah pucat adiknya yang sedang sakit.
“Y-ya, aku baru pulang.”
“Jadi, aku baru dengar dari Rami dan Ahyeon ada teman baru, namanya Rora. Begitu?” Tanya Pharita, tak melangkah sama sekali ke dalam kamar.
“Ya?” Chiquita bingung. Kenapa kakaknya menyebut Rora?
Dia semakin bingung karena dia pikir, Pharita akan khawatir dengan keadaannya yang belum pulang. Tapi rupanya, dia mendapati hal sebaliknya.
Saat terkunci di gudang, Chiquita membayangkan Pharita akan memeluknya, menenangkannya dari rasa takut.
Chiquita membayangkan ketika dia pulang, dia akan mendapati hal itu. Tapi dia kecewa karena kakaknya hanya diam di ambang pintu, menatapnya dengan ekspresi datar.
Ekspresi yang sebenarnya tidak pernah sekali pun terpasang di wajah kakaknya yang satu itu.
“Aku mengerti. Aku pernah memiliki teman saat SMA. Itu bisa di maklumi. Tapi, Chiquita. Kau harus ingat waktu.” Kata Pharita, mengeluarkan desahan nafas yang terdengar kecewa.
“Unnie, aku tidak begitu...”
“Jika kau ingin berteman dengan Rora, aku dan keluarga lain tidak akan melarangnya. Sebaliknya, aku senang kau berteman. Tapi, tidak seperti ini, Chiquita.” Pharita memijat pangkal hidungnya. Seolah memikirkan Chiquita telah membuat kepala kakaknya itu sakit.
![](https://img.wattpad.com/cover/367678750-288-k732129.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M NOT DIFFERENT
FanfictionTerkucilkan karena anak bungsu? Itu adalah makanan sehari-hari Chiquita yang sudah memiliki tiga orang kakak lainnya. Terlebih karena dia terlahir berbeda dengan ketiga kakaknya yang lain. Dari kepintarannya dan bahkan dari kesehatannya. Dia sangat...