Rami dan Ahyeon tengah menikmati sore mereka dengan berenang. Ibunya ada di sisi kolam, kakinya setengah berada di dalam air, menatap si kembar yang tertawa, saling melempar bola layaknya anak kecil satu sama lain.
Sementara itu, dia merasa begitu gelisah karena kedua putrinya yang lain belum juga pulang sejak pagi. Pharita meninggalkan ponselnya dan sayangnya, anak bungsunya pun tak bisa di hubungi.
Dia tahu Pharita sudah beranjak dewasa. Mungkin, Lisa juga tak akan merasa segelisah ini. Tapi, dia ingat bahwa anak pertamanya itu meninggalkan kunci mobil serta dompetnya dan sekarang dia tak tahu kedua putrinya ada dimana.
Pharita tak terbiasa dengan kendaraan umum dan dia takut sesuatu terjadi pada anak pertamanya, begitu juga putri bungsunya. Apakah mereka bisa saling menjaga? Apakah mereka sudah makan siang? Dimana mereka saat ini?
“Eomma,” Panggil Rami. “Ayo, kemarilah... berenang denganku.”
“Hmmm?” Ibunya berkedip bingung.
Ahyeon terkekeh sambil mendekati ibunya itu. Dia menarik satu tangan ibunya, berusaha menariknya dengan lembut.
“Ayo ikut berenang denganku. Sudah lama sekali kita tidak berenang bersama-sama? Kapan terakhir kita berenang bersama?” Tanya Ahyeon, merenung.
“Sejak Chiquita tenggelam, mungkin dia tahun lalu? Tiga tahun lalu?” Respon Rami, sama-sama merenung dan Lisa tersenyum kecil menanggapi.
Sejak saat itu, setiap Rami, Ahyeon dan Pharita berenang, dia tak pernah ikut berenang dan hanya menemani Chiquita duduk di sisi kolam renang, atau duduk di kursi, menikmati potongan buah bersama anak bungsunya.
“Anak itu...” Ahyeon mendesis. “Dia tidak bisa melakukan apapun dengan benar.”
“Ahyeon, jangan memulai.” Tegur Lisa lembut.
“Apa, eomma? Aku hanya mengatakan yang sebenarnya? Dia lambat menulis, menghitung dan sampai besar, dia bahkan tak bisa berenang. Sebenarnya apa keahlian anak itu?” Cibir Ahyeon.
Lisa tak menyukai cara berbicara Ahyeon saat ini. Inilah akibatnya karena Jungkook sering kali membela hal-hal salah yang di lakukan anak-anaknya. Alhasil, si kembar sering kali tak bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar.
Karena kedua anak itu tahu meski dia melakukan hal-hal buruk, mereka akan dibela habis-habisan oleh sang ayah. Tapi, Lisa tak begitu.
“Anak itu adik kalian dan namanya Chiquita.” Kata Lisa, suaranya tenang.
“Eomma! Ayolah! Sudah cukup aku mendengar hal-hal seperti itu dari Pharita unnie saja! Jangan sampai eomma pun begitu.” Rami memutar matanya dengan kesal.
“Hal-hal apa?”
“Membela anak itu padahal anak itu hanyalah beban untuk keluarga kita.” Kata Rami, dengan santai dia kembali berenang.
“Aku tidak mengerti kenapa kalian bisa seperti ini. Aku tidak pernah mendidik kalian untuk membenci saudara kalian, Rami, Ahyeon.” Lisa menatap kedua putrinya itu dengan kecewa.
“Tapi dia bukan saudaraku.” Ahyeon menanggapi mengikuti Rami dengan melanjutkan menikmati sore hari dengan berenang.
Lisa merasakan kegelisahan yang tiada henti. Ini salah. Ini harus di hentikan. Kebencian ini... jika Lisa tak menghentikannya, dia khawatir hal lebih parah akan terjadi di kemudian hari. Dia mulai merasa takut dan cemas.
***
Bianglala rasanya lebih indah di sore hari. Cuacanya mendukung. Matahari yang mulai terbenam juga membuat pemandangan menjadi lebih indah dan Pharita, dengan menggunakan ponsel Chiquita, mengambil banyak foto pemandangan selama perjalanan ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'M NOT DIFFERENT
FanfictionTerkucilkan karena anak bungsu? Itu adalah makanan sehari-hari Chiquita yang sudah memiliki tiga orang kakak lainnya. Terlebih karena dia terlahir berbeda dengan ketiga kakaknya yang lain. Dari kepintarannya dan bahkan dari kesehatannya. Dia sangat...