BAB 11

350 76 15
                                    

Perjalanan menuju sekolah terasa begitu canggung.

Ini keadaan yang terlalu canggung bagi kedua adik kakak yang biasanya saling bercanda dan saling menyayangi itu. Seolah kasih sayang itu lenyap dalam hitungan detik, tak ada percakapan yang terjadi.

Chiquita sendiri bingung apakah dia harus mengajak Pharita bicara atau tidak. Tapi, dia memutuskan untuk menutup mulutnya karena dia tak mau jika kakaknya sedang marah, dia mungkin akan membuat kakaknya semakin tersinggung.

Jadi saat mobil Pharita akhirnya tiba di parkiran sekolah, Chiquita bergegas menuruni mobil.

“Terima kasih telah mengantarku, unnie.” Kata Chiquita, mencoba melirik kakaknya saat dia memakai tasnya.

Pharita hanya mengetuk setir dengan jarinya. Alih-alih menatap adiknya, dia memilih untuk melihat beberapa murid yang berlalu lalang di depannya.

Karena tak ada harapan untuk membuat kakaknya kembali hangat padanya, Chiquita pun turun dari mobil. Tak ada pelukan dan ciuman hangat yang biasanya di lontarkan.

Dan itu membuat dia ingin menangis.

Dia terbiasa mendapati sikap dingin kedua kakak kembarnya tapi Pharita? Chiquita tak sanggup jika kakaknya yang satu itu ikut bersikap tak peduli padanya juga.

Dia dengan cepat menyusuri lorong, mengabaikan tatapan orang-orang yang memandang rendah dirinya.

Karena tentu saja, statusnya sebagai anak angkat membuat semua orang memandang seolah dia tidak memiliki sesuatu untuk di banggakan.

Karena mungkin memang begitu. Chiquita tak pernah pandai melakukan sesuatu. Dan bahkan dia tak mampu berjalan dengan baik karena ketika dia melewati loker, seseorang mengulurkan kaki tanpa di sadari, membuat dia jatuh begitu saja ke lantai.

Lututnya mengenai lantai dan Chiquita meringis. Keinginannya untuk menangis menjadi lebih keras. Karena setelah suasana hatinya buruk karena mendapatkan perlakuan dingin Pharita, sekarang dia juga harus mengalami ini lagi di pagi hari?

Serius?

“Kau tampak lemas sekali pagi ini.”

Dan tentu saja, suara Ahyeon terdengar membuat Chiquita menghela nafas kasar. Menahan diri agar tidak bertindak gegabah.

Dia mencoba untuk mengabaikan dan berdiri. Ingin berlari kemana aja yang penting, dia tak harus berurusan dengan kedua kakak kembarnya.

“Eits, kau mau kemana? Ayo kita bersenang-senang sebentar. Bawakan tasku.” Rami mencegah Chiquita untuk pergi.

“Jangan ganggu aku.” Kata Chiquita datar. Tak mau terperangkap dalam jebakan kedua kakak kembarnya lagi.

Unnie, lihatlah! Dia mulai tidak menuruti apa yang kita perintahkan!” Rengek Rami mengadu pada Ahyeon dan Chiquita tak bisa menahan diri untuk tidak memutar matanya.

“Hmmm, sepertinya hukuman yang kita berikan kemarin kurang, ya?” Gumam Ahyeon sambil berjalan mendekati Chiquita.

“Hukuman?” Ulang Chiquita. “Rasanya, aku tak pantas mendapatkan itu mengingat aku tidak melakukan apapun pada kalian.”

“Berani kau mengatakan itu?” Ahyeon meraih tangan Chiquita, mencengkramnya dengan erat.

Seharusnya Chiquita takut. Tapi, suasana hatinya sedang buruk karena perlakuan Pharita yang dingin sejak semalam.

Dia tak bisa menahan segala emosinya saat ini dan begitu saja, dia menepis kasar tangan Ahyeon.

“Mengapa aku harus takut pada kalian? Aku tidak melakukan sesuatu yang harus membuatku takut.” Gerutu Chiquita.

I'M NOT DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang