“Unnie, kepalaku sangat sakit...”
Keluhan itu datang dari Chiquita. Sudah satu jam Chiquita bangun dari komanya dan sekarang, adiknya itu sedang dalam pantauan sang dokter yang kembali memeriksanya setiap 30 menit.
“Unnie tahu.” Bisik Pharita, mencium tangan Chiquita. Air mata tanpa henti menetes terus menerus ke pipinya. “Unnie tahu, sayang. Tapi kau harus bertahan, oke? Kau adalah adik unnie yang sangat kuat.”
“Kita harus segera melakukan pengobatan untuknya. Kemoterapi adalah jalan pertama yang harus kita jalani. Kau sedikit banyaknya tahu itu, kan?” Kata sang dokter sambil menatap ke arah Pharita yang mengangguk.
Di sisi lain, Lisa sebagai sang ibu pun menggenggam tangan Chiquita yang lain.
“Eomma, aku tidak mau melakukan pengobatan. Aku takut.” Chiquita meremas tangan ibunya, memohon melalui tatapan matanya yang sendu.
“Chiquita, ini demi kebaikanmu, sayang.” Ujar ibunya. “Eomma mohon, lakukan pengobatan itu, hmm?”
“Tapi aku tidak akan sembuh.” Kata Chiquita. Air matanya sendiri menetes dari sudut mata. Demi apapun, dia sangat takut melakukan pengobatan itu.
Bayangkan saja jika menjadi Chiquita. Dia koma selama berhari-hari. Bangun dengan sakit kepala hebat dan orang-orang sekitarnya memberitahu bahwa dia ternyata memiliki penyakit kanker otak stadium tiga.
Chiquita mungkin tidak cerdas di pelajaran. Tapi dia tahu pada stadium akhir itu, banyak orang yang tidak selamat dan mungkin, salah satunya adalah dirinya.
Lalu baru satu jam sejak dia sadar, dia diminta untuk melakukan pengobatan yang dia tahu efeknya akan seperti apa? Dia tidak mau. Dia takut. Dia tak siap untuk menerima semua rasa sakit itu.
“Chiquita, unnie mohon...” Pharita mencium punggung tangannya. “Tolong berjuang untuk kesembuhanmu.”
“Aku tak akan sembuh, unnie.” Chiquita menggelengkan kepalanya.
“Kau akan sembuh. Kau dengar eomma?” Lisa berucap dengan nada tegas, meski air matanya menetes. “Kau akan sembuh jika melakukan pengobatan.”
“Tidak, eomma. Itu hanya membuang uang. Aku tak akan sembuh dari sakit ini.”
“Jangan pikirkan uang. Tolong pikiran eomma, semua unnie-mu, Chiquita. Aku mohon, lakukan pengobatan itu. Aku mohon...” Pharita merasa putus asa.
“Bagaimana jika semua itu percuma, unnie? Bagaimana jika itu tidak menyembuhkanku tapi hanya membuatku tersiksa?” Chiquita menatap Pharita.
Pharita bisa merasakan bahwa adiknya sama putus asanya dengan dirinya. Chiquita enggan melakukan pengobatan karena tidak mau merasakan efek dari kemoterapi.
Pharita dilema. Di satu sisi, dia berharap Chiquita melakukan pengobatan itu, berusaha sebaik mungkin untuk kesembuhannya meski presentasi kesembuhannya kecil. Namun di satu sisi lainnya, Pharita tak mampu memaksa Chiquita.
“Jadi, kau tidak mau melakukan pengobatan. Begitu?” Tanya Pharita dan Chiquita bisa merasakan kekecewaan dari kakaknya.
“Aku takut, unnie. Aku tidak mau merasakan efeknya. Eomma, maaf... tapi, aku tidak mau melakukannya.” Kata Chiquita.
Lisa menatap anak pertamanya. Satu-satunya orang yang Lisa percaya bisa membujuk Chiquita hanyalah Pharita. Namun, Pharita tampak tidak tega pada adiknya.
Dan Lisa hanya bisa menangis. Pada saat itu, Chiquita tahu bahwa dia telah mengecewakan semua orang dengan keputusannya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
I'M NOT DIFFERENT
FanfictionTerkucilkan karena anak bungsu? Itu adalah makanan sehari-hari Chiquita yang sudah memiliki tiga orang kakak lainnya. Terlebih karena dia terlahir berbeda dengan ketiga kakaknya yang lain. Dari kepintarannya dan bahkan dari kesehatannya. Dia sangat...