Rumah itu berada dalam keadaan yang sangat suram dan Chiquita sangat membencinya. Dia benci bagaimana ayahnya menatap tajam ke arah siapapun dan semua orang menunduk.
Tidak ada percakapan yang terjadi. Semuanya berbanding terbalik dengan apa yang terjadi selama liburan.
Chiquita sangat merindukan kehangatan itu. Sakit kepalanya yang semakin menjadi tidaklah membantu. Pagi ini, tiba-tiba kakinya kram parah.
Untungnya, saat Ahyeon yang entah bagaimana memeriksa Chiquita pagi itu, sakit di bagian kakinya telah hilang.
Untuk sesaat, Chiquita merasa sangat takut dengan semua rasa sakit yang di rasakan pada tubuhnya. Rasanya tidak wajar.
Sakit kepala adalah hal yang sering di alaminya. Dia telah minum obat dan biasanya, begitu dia minum obat, rasa sakitnya akan berkurang. Tapi pagi ini, sakit itu tidak mereda.
Mereka masing-masing berangkat sekolah bersama. Rami masih bersama Ahyeon dan Chiquita masih bersama Pharita.
Sejak liburan, kedua adik kakak itu tidak terlalu banyak berbicara satu sama lain. Chiquita yang terlalu sensitif pada hal apapun, terkadang masih suka kesal jika Pharita mengkhawatirkan segala sesuatunya secara berlebihan.
“Chiquita?” Panggil Pharita, begitu hati-hati.
“Ya?” Responnya singkat.
“Kau... baik-baik saja?” Tanya Pharita.
Biasanya, Chiquita merasa kesal jika di tanya seperti itu. Karena dia bosan setiap kakaknya memastikan dia baik-baik saja atau tidak.
Tapi sekarang, dia bahkan mengakui pada dirinya sendiri jika dia tak baik-baik saja dan dia menggelengkan kepalanya.
“Tidak, unnie. Kepalaku sangat sakit. Pagi ini, aku bahkan tidak bisa bangun dari tempat tidur karena kedua kakiku tiba-tiba kaku, kram, tidak bisa di gerakkan.” Ujar Chiquita, jujur.
Pharita menoleh, memandangnya dengan khawatir. Dia tidak tahu jika situasinya separah itu.
“Kau ingin kita pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaanmu?” Tanya Pharita.
“Kau punya uang untuk memeriksa, unnie?” Tanya Chiquita, kembali.
“Kita bisa bicara pada eomma dan appa.” Kata Pharita. “Keadaanmu tampak parah. Kau harus di periksa ke dokter.”
“Kau tidak lihat bagaimana mata sedih eomma? Mereka jelas sedang bertengkar. Aku tidak mau jika memeriksakanku ke dokter justru membuat mereka bertengkar lebih hebat lagi.” Ucap Chiquita.
Pharita menggigit bibir bawahnya. Bagaimana cara dia mendapatkan uang? Dia tahu, memeriksa ke rumah sakit akan memerlukan biaya yang tidak sedikit.
“Aku akan memikirkan itu. Aku akan mencari bantuan, oke? Jangan pikirkan uang yang terpenting, kita bisa periksakan keadaanmu, Chiquita.”
“Tidak apa-apa, unnie. Aku akan baik-baik saja.” Chiquita menegakkan tubuhnya, dan menegang saat sakit kepala itu semakin menjadi. “Aku akan pergi ke kelas. Lagipula, hari ini akan ada ujian.”
Pharita menghela nafas. Bagaimana cara membuat adiknya menuruti perkataannya? Dia ingin memaksa tapi dia takut jika Chiquita akan kesal padanya lagi.
Jadi begitu dia memarkir mobilnya, Pharita membiarkan Chiquita turun dari mobilnya. Namun, dia semakin cemas saat Chiquita sempat berhenti berjalan dan menggelengkan kepalanya, seolah tengah menyingkirkan rasa sakit di kepalanya itu.
“Aku harus mencari pekerjaan. Ya, harus.” Gumam Pharita menganggukkan kepalanya.
Tak mungkin dia membiarkan adiknya tersiksa terus menerus seperti itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'M NOT DIFFERENT
Hayran KurguTerkucilkan karena anak bungsu? Itu adalah makanan sehari-hari Chiquita yang sudah memiliki tiga orang kakak lainnya. Terlebih karena dia terlahir berbeda dengan ketiga kakaknya yang lain. Dari kepintarannya dan bahkan dari kesehatannya. Dia sangat...